Mohon tunggu...
Gayuk Zulaika
Gayuk Zulaika Mohon Tunggu... Praktisi Psikolog, Pemerhati dan Pengamat Pendidikan, Organisasi, Klinis, dan juga sebagai Mahasiswa Doktoral

Belajar Terus Pantang Mundur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Main yang Tidak Main-Main

11 Juni 2025   14:15 Diperbarui: 11 Juni 2025   14:15 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bermain dengan sumber: Freepik.com

Lalu ada oksitosin, hormon cinta dan ikatan sosial. Saat bermain bersama teman, tertawa bersama, atau bekerja sama mencapai tujuan, oksitosin mengalir deras, mempererat ikatan dan menumbuhkan rasa percaya. Inilah mengapa bermain kelompok begitu penting untuk perkembangan sosial anak, dan juga untuk membangun tim yang solid di dunia kerja. Secara psikologis, oksitosin menumbuhkan rasa aman (attachment) dan empati, fundamental bagi pembentukan hubungan interpersonal yang sehat dan kemampuan bersosialisasi yang kuat, yang terus diasah hingga dewasa.

Jangan lupakan endorfin, pereda nyeri alami tubuh yang juga meningkatkan suasana hati. Saat berolahraga atau melompat-lompat, endorfin dilepaskan, membuat tubuh terasa lebih ringan dan pikiran lebih bahagia. Serotonin ikut serta, membantu mengatur suasana hati dan membawa perasaan damai. Sementara itu, GABA menstabilkan suasana hati dan mengurangi kecemasan, menciptakan perasaan tenang dan rileks. Keseimbangan neurotransmitter ini sangat penting untuk regulasi emosi dan ketahanan psikologis, membantu individu mengatasi stres, frustrasi, dan bahkan mencegah burnout pada orang dewasa.

Selain itu, asetilkolin mendukung perhatian, pembelajaran, dan memori, menjadikan bermain sebagai wahana yang efektif untuk mengembangkan kemampuan kognitif. Dan yang paling menarik, bermain memicu perubahan di korteks prefrontal, area otak yang bertanggung jawab atas pengaturan emosi, perencanaan, pemecahan masalah, dan integrasi seluruh otak. Singkatnya, bermain adalah stimulasi kognitif yang menyeluruh, memperkuat dan memperluas jaringan koneksi di otak, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Ini bukan sekadar kesenangan semata; ini adalah bekal penting bagi kesehatan mental dan perkembangan otak yang optimal.

Secara psikologis, aktivitas bermain menyediakan lingkungan yang kaya untuk mengembangkan fungsi eksekutif (executive function), seperti kemampuan merencanakan, mengorganisir, dan mengendalikan impuls. Ini juga menstimulasi theory of mind, yaitu kemampuan memahami perspektif orang lain, yang merupakan pondasi empati dan interaksi sosial yang kompleks, esensial untuk kepemimpinan dan kolaborasi efektif di usia dewasa.

Jadi, ketika kita bermain, baik anak-anak maupun orang dewasa, kita sedang membangun arsitektur otaknya, mengasah kecerdasannya, dan menyiapkan diri untuk tantangan masa depan. Ini adalah "main" yang sungguh-sungguh tidak "main-main," sebuah fondasi penting bagi kesehatan psikologis yang kokoh dan produktivitas yang berkelanjutan.

Ketika Bermain Terlalu Jauh: Sebuah Seruan untuk Keseimbangan

Namun, seperti pedang bermata dua, bermain juga memiliki sisi gelapnya jika dilakukan secara berlebihan. Di era digital ini, fenomena bermain game yang berlebihan, baik pada anak maupun dewasa, menjadi perhatian serius. Apa yang tadinya wadah kreativitas, kini bisa menjelma menjadi candu.

Secara fisik, bermain berlebihan dapat menyebabkan kecanduan, di mana seseorang kesulitan berhenti dan merasa tidak nyaman jika tidak bermain. Mata lelah, minus bertambah, bahkan potensi kerusakan saraf mata mengintai mereka yang terlalu lama menatap layar. Kurangnya aktivitas fisik dapat memicu gangguan motorik dan obesitas, serta nyeri sendi akibat postur tubuh yang salah.

Dampak pada kesehatan mental juga tak kalah mengerikan. Gangguan konsentrasi, emosi yang tidak stabil (mudah marah, agresif), depresi, dan kecemasan sering kali mengiringi kecanduan game. Otak yang terus-menerus terpacu dalam kondisi hiperarousal menyebabkan kesulitan dalam memperhatikan, mengelola emosi, dan menoleransi frustrasi. Dari sudut pandang psikologis, kecanduan bermain dapat mengganggu perkembangan identitas diri, memicu perasaan rendah diri, dan menghambat pembentukan strategi koping yang adaptif terhadap masalah dunia nyata, baik pada anak maupun orang dewasa yang kehilangan keseimbangan hidupnya.

Tentu saja, prestasi akademik atau produktivitas kerja akan menjadi korbannya. Waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar atau bekerja, kini habis untuk menjelajahi dunia virtual. Dan yang paling menyedihkan, isolasi sosial menjadi bayang-bayang. Individu yang kecanduan game mungkin lebih memilih bermain game daripada berinteraksi dengan teman atau keluarga, menghambat kemampuan bersosialisasi dan membangun hubungan yang sehat. Secara psikologis, ini merampas kesempatan individu untuk mengembangkan keterampilan sosial yang krusial, seperti berbagi, bernegosiasi, dan membaca isyarat non-verbal, yang sangat dibutuhkan untuk penyesuaian sosial dan keberhasilan karir.

Maka, adalah tugas kita bersama untuk mengingatkan akan pentingnya keseimbangan. Batasi waktu bermain, dorong aktivitas alternatif seperti olahraga atau membaca, dan jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ahli seperti psikolog jika ada kekhawatiran tentang kecanduan game.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun