Pembangunan ekonomi di Indonesia terus bergerak maju dengan laju yang semakin cepat. Namun, percepatan ini sering diiringi oleh permasalahan lingkungan yang kompleks. Deforestasi, pencemaran sungai, hingga kerusakan lahan gambut adalah sebagian kecil dari konsekuensi aktivitas ekonomi yang tidak terkendali. Dalam konteks inilah konsep ekonomi lingkungan, studi kelayakan, serta uji kesesuaian lahan menjadi perangkat penting untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian ekologi.
Aktivitas Ekonomi dan Perspektif Ekonomi Lingkungan
Setiap aktivitas ekonomi pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari penggunaan sumber daya alam. Mulai dari produksi pangan, industri manufaktur, hingga sektor energi, semua membutuhkan lahan, air, udara, dan berbagai sumber daya lainnya. Masalahnya, pemanfaatan sumber daya alam sering kali dilakukan tanpa memperhitungkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan.
Ekonomi lingkungan hadir untuk menjembatani persoalan tersebut. Ia menekankan bahwa keuntungan ekonomi tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus diperhitungkan bersama dengan "biaya lingkungan" atau environmental cost. Misalnya, pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit di Kalimantan mungkin memberi kontribusi besar bagi devisa negara, namun jika deforestasi menyebabkan banjir besar setiap musim hujan, maka kerugian sosial-ekonomi yang ditimbulkan bisa lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh.
Contoh lain terlihat pada pertambangan batubara di Kalimantan Selatan. Aktivitas penambangan memang menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan daerah, tetapi kerusakan ekosistem sungai akibat limbah tambang juga mengurangi kualitas air bagi masyarakat sekitar. Pada titik ini, ekonomi lingkungan mendorong untuk melihat pembangunan dengan kacamata ganda: keuntungan ekonomi sekaligus dampak ekologis.
Pentingnya Studi Kelayakan
Sebelum sebuah proyek dijalankan, studi kelayakan berfungsi sebagai fondasi untuk menilai apakah rencana tersebut layak dilaksanakan. Studi ini menelaah berbagai aspek mulai dari teknis, finansial, hukum, sosial, hingga lingkungan. Tanpa kajian yang matang, sebuah proyek berisiko gagal atau bahkan menimbulkan kerugian besar.
Sebagai ilustrasi, pembangunan Bendungan Jatigede di Jawa Barat menunjukkan bagaimana studi kelayakan tidak hanya menyoroti potensi manfaat, seperti penyediaan listrik dan pengairan sawah, tetapi juga mengungkap sisi lain berupa relokasi ribuan penduduk dan perubahan ekosistem sungai. Keputusan tetap membangun bendungan tersebut dilakukan dengan pertimbangan jangka panjang, meski konsekuensi sosial tidak bisa dihindari.
Begitu pula dalam pembangunan jalan tol di Sumatra. Studi kelayakan dilakukan bukan hanya untuk mengukur kelayakan finansial, melainkan juga memeriksa dampak ekologis seperti berkurangnya tutupan hutan. Tanpa studi semacam ini, proyek yang diharapkan meningkatkan konektivitas justru bisa menimbulkan bencana ekologis baru.
Uji Internal dan Eksternal
Dalam kerangka studi kelayakan, dikenal dua pendekatan utama: uji internal dan uji eksternal.