Mohon tunggu...
Maryam B. Gainau
Maryam B. Gainau Mohon Tunggu... Dosen - Menulislah agar Anda hidup selamanya.***

Dosen pada Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Sentani

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Remaja dan Krisis Percaya Diri

1 Desember 2020   10:04 Diperbarui: 29 April 2021   07:25 1488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Krisis percaya diri pada remaja. | pexels

"Masa remaja akhir merupakan tahap dimulainya remaja mengalami krisis identitas yang dapat berpengaruh terhadap perkambangan dewasa dan terjadi sepanjang perkembangan individu." ~Erik Erikson (Psikolog Jerman)

REMAJA adalah masa yang penuh dengan persoalan. Remaja dituntut untuk lebih belajar menyesuaikan diri dalam hubungan sosial yang lebih luas dan majemuk. Dalam pandangan Stanley Hall, ketika memasuki masa remaja, seorang akan berada dalam badai dan tekanan. 

Krisis percaya diri (self confidence) sebetulnya lahir dari proses pembentukan jati diri remaja yang mendasarkan penilaian dirinya atas penilaian kolektif dari teman, orang tua dan lingkungan masyarakat. Jadi, sangat masuk akal bila remaja kerap kali kurang percaya pada diri sendiri sehingga amat bergantung pada pandangan orang lain.

Angelis (1995), menguraikan self-confidence berawal dari tekad seseorang untuk melakukan segala yang diinginkan dan dibutuhkan dalam hidup. Ia terbina dari keyakinan diri sendiri. Lebih lagi, self-confidence menekankan pada sejauh mana seseorang memiliki keyakinan terhadap penilaian dirinya terkait kemampuan dan dan sejauh mana ia merasakan adanya "kepantasan" untuk berhasil.

Hasil riset Yeshe  (2005), menemukan remaja yang memiliki  percaya  diri rendah seperti berikut. Kesatu, merasa bersalah atau berdosa. Hal ini disebabkan karena ketidakberdayaan yang berasal dari ketidaksempurnaan dan ketidakpercayaan pada diri. Kedua, tidak rendah hati, semisal tidak menghargai orang lain. Ketiga, ketakutan meliputi rasa bersalah, menjadi abnormal, tidak suka dengan orang lain dan tidak bertanggung jawab pada diri sendiri.

Remaja dengan rasa percaya diri rendah acapkali menyalahkan diri sendiri maupun orang lain atas kegagalanya, dan acapkali dikucilkan dari lingkungannya. Prestasi akademiknya cenderung menurun dan akhirnya menjadi orang yang neuritik, yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai orang yang mudah frustasi, agresif, dan bingung.

Sementara, hasil survey Harisanto (2010), menunjukkan sebagian besar dari 65% siswa yang memiliki "kepercayaan diri sedang" dan 35% Siswa memiliki "kepercayaan diri yang tinggi". Seorang remaja yang memiliki kepercayaan diri rendah cenderung lebih mudah menyalahgunakan obat-obatan terlarang atau mengonsumsi napza, itulah ditemukan Maters dan Johnson (2001) dalam sebuah penelitian.

sumber gambar: pinterest.com/naghhatrahspar
sumber gambar: pinterest.com/naghhatrahspar
Seorang remaja yang memiliki kepercayaan diri tinggi memiliki ciri berikut; Kesatu, cenderung berpikir dan bertindak positif, sehingga tidak akan mudah terbawa godaan yang ditawarkan oleh lingkungan. Sikap positif memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif  terhadap diri sendiri, lingkungan, dan situasi yang dihadapi. Kedua, percaya akan kompetensi atau kemampuan diri sehingga tidak membutuhkan pujian penerimaan atau rasa hormat dari orang lain. 

Ketiga, berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain serta berani menjadi diri sendiri. Keempat,  memiliki pengendalian diri yang baik. Kelima, memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib dan tidak mengharapkan bantuan orang lain). Keenam,  mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya.  Ketujuh, memiliki harapan yang realistis terhadap diri sendiri.

Diperlukan usaha bersama baik dari guru, orang tua, dan lingkungan sosial untuk mengembangkan kemampuan rasa percaya diri seorang remaja. Di lingkungan sekolah, guru dapat merancang berbagai kegiatan untuk melatih rasa percaya diri semisal melalui kegiatan ekstrakurikuler; berpidato di depan umum, membaca puisi, menari, menyanyi, dan olahraga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun