Mohon tunggu...
Siti Marwanah
Siti Marwanah Mohon Tunggu... Guru - "Abadikan hidup melalui untaian kata dalam goresan pena"

"Tulislah apa yang anda kerjakan dan kerjakan apa yang tertulis"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rasa (Part 24) Air Mataku Tumpah Lagi

16 Maret 2021   11:53 Diperbarui: 16 Maret 2021   13:28 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Lelaki tiga puluh dua tahun itu terlihat sibuk mengurus pernak pernik pernikahannya yang tinggal menghitung hari. Baginya dia tidak ingin menyerahkan sepenuhnya kepada EO. Ini momen berharga dalam hidupnya, walau lelah mendera selalu disempatkan untuk mengecek segala sesuatunya.

"Pernikahan kita tinggal empat hari lagi, tapi besok pagi saya harus berangkat ke Surabaya mengisi seminar yang sudah dijadwalkan jauh-jauh hari oleh Universitas Airlangga, tidak enak membatalkannya. Insyaallah sore saya sudah di sini lagi," ucap Fadli saat mereka bertemu di EO.

Sebenarnya Aisyah ingin melarang, namun sebagai seorang pendidik dia tidak ingin mengecewakan banyak orang hanya gara-gara kekhawatiran yang tidak beralasan. Ditepisnya rasa itu berharap semuanya akan baik-baik saja.

Sebelum ke kampus dia sempatkan diri menelpon Fadli sekedar memastikan keberangkatan kekasihnya ke Surabaya.
"Pesawat jam sembilan, pakai Batik Air,"
Suara lelaki yang mulai menghiasi hari-harinya ini terasa berbeda dipendengarannya.
"Insyaallah semaunya akan baik-baik saja."
Ucapan Aisyah yang begitu mengkhawatirkan dirinya membuat lelaki itu merasa begitu berharga.
"Rupanya kamu mulai tergila-gila sama pak dokter yaa?" Ledek Fadli membuat gadis itu langsung menutup telpon.

Ting.., tanda pesan masuk di ponselnya membuat dia mengurungkan niatnya menghubungi Fadli lagi.
"I Love You Forever," isi pesan yang diikuti emoji bergambar jantung membuatnya tersenyum sendiri.
Aisyah pun membalas dengan ucapan yang sama dan menambahkan kalimat "maaf tadi saya langsung menutup telpon."

Untuk pertama kalinya sejak menjadi dosen dia tidak focus memberikan materi perkuliahan kepada para mahasiswanya. Setelah memberikan pengantar dan beberapa referensi dia mengakhiri kuliahnya hari itu. Dia lebih banyak diam di meja kerja sambil membaca buku. Dari layar televisi yang ada di ruang dosen terdengar informasi pesawat Batik Air yang kehilangan kontak beberapa menit yang lalu.

Aisyah melirik arloji di tangannya 09.32 menit. Perasaan gelisah mulai menghantui dirinya. Di raihnya ponsel yang ada di tas, mencoba menghubungi nomer Fadli.
"Nomer yang anda tuju, tidak bisa dihubungi, cobalah sesaat lagi" Entah sudah berapa kali dia memencet nomer yang sama, tapi tetap mendapatkan jawaban yang sama pula.

"Jemarinya langsung mencari informasi lewat browser terkait hilang kontaknya pesawat Batik Air. Jantungnya berdengup kencang, wajahnya tampak pucat, napasnya tersekat di tenggorokan, Dengan langkah terburu-buru dia menuju parkir motor dan  melajukan varionya ke arah rumah Bu Nely.

Wajah wanita lima puluh tahun itu tampak lesu, suara isak tangis terdengar dari bibirnya. Dia duduk di sofa seorang diri sambil menatap televisi di depannya. Air matanya semakin tumpah begitu melihat Aisyah datang dengan napas terengah-engah. Dipeluknya wanita separuh baya itu erat-erat. Tak disadari butiran bening yang ditahan dari kampus akhirnya menerobos keluar tanpa bisa dibendung.

"Kita berdoa saja semoga pesawat yang ditumpangi Mas Fadli bukan pesawat yang ini," dengan suara terisak Aisyah berusaha menenangkan Bu Nely. Walaupun kekhawatiran menyelimuti hatinya. namun dia berusaha berfikir positif.
"Siapa tahu Mas Fadli sengaja mematikan ponsel, karena aturan di dalam pesawat, kita tidak boleh menghidupkan handphone."
Ucapan Aisyah setidaknya membuat Bu Nely merasa lebih tenang.

Cahaya matahari yang belum tampak sejak pagi tadi seolah mengisyaratkan kedukaan yang mereka alami. Menjelang sore belum ada kabar sama sekali, nomer Fadli belum bisa dihubungi.
Pemuda yang masih berseragam abu putih itu langsung meletakkan tasnya di meja begitu melihat kesembaban di bola mata kedua wanita yang sedang duduk lesu di sofa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun