Mohon tunggu...
Muh Ma'rufin Sudibyo
Muh Ma'rufin Sudibyo Mohon Tunggu...

Langit dan Bumi sahabat kami. http://ekliptika.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Doa yang Membelokkan Lava

1 Desember 2010   10:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:08 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lembaran kalender menunjukkan hari Senin, tanggal 1 Jumadil Akhir 654 H, ketika sebuah getaran mulai mengguncang Madinah. Para pedagang, peziarah tanah suci, segenap penduduk dan seluruh manusia lainnya yang ada di kota suci itu merasakannya. Dan semuanya pun berharap getaran tadi hanyalah gempa biasa yang akan berhenti dengan segera secepat kedatangannya. Namun harapan sirna tatkala dalam empat hari kemudian secara berturut-turut getaran demi getaran justru terus terjadi dengan frekuensi kian kencang dan sering. Sedikitnya 18 getaran keras terjadi dalam waktu singkat di Jumat pagi. Dan siang harinya, kala semua orang berkumpul di Masjid Nabawi menanti waktu shalat Jumat, sebuah getaran keras, terkeras di antara semua getaran yang pernah ada sebelumnya, mengagetkan semuanya. [caption id="attachment_75533" align="alignnone" width="300" caption="Letusan model pancuran api. Jika magmanya kental, letusan ini adalah letusan Strombolian yang hanya membangun tubuh gunung berapi tanpa merusak. Namun jika magmanya encer, letusan ini sangat merusak. Letusan terakhir inilah yang dilihat penduduk Madinah pada Juli 1256 M"][/caption] Namun drama belumlah usai. Puncaknya terjadi di Sabtu pagi saat penduduk usai melaksanakan shalat Shubuh. Secara mendadak ketenangan dan keheningan fajar dibuyarkan oleh suara gemuruh saling susul-menyusul yang datang dari arah al-Hijaz dan diikuti pancuran bola-bola api merah kebiruan ke langit yang menerangi cakrawala. Selama berhari-hari kemudian pancuran api terus berlangsung tanpa henti, yang membuat langit malam menjadi benderang layaknya siang, sehingga bagian Raudhah di kompleks Masjid Nabawi bagaikan mendapat sorotan sinar Matahari terus-menerus. Cahaya terang bahkan bisa disaksikan dengan jelas dari wilayah Tayma’ dan kota suci Makkah al-Mukarramah, padahal keduanya terpisah sejauh 300 km dari Madinah. Sejarawan al-Qastalani menuliskan orang-orang pemberani yang mencoba mendekati sumber lontaran api menyaksikan pemandangan menggidikkan: cairan panas kental menggelegak berwarna merah-kebiruan dengan latar belakang enam titik pancuran bola-bola api bergerak mengalir perlahan seperti aliran sungai sembari membawa batu, pohon, tanah dan apa saja yang dilaluinya. Gerakan cairan tersebut disertai suara bergemuruh mirip petir sambung-menyambung dan hembusan asap belerang pekat yang menyesakkan dada. Demikian panasnya cairan tersebut sehingga tak seorang pun berani mendekatinya hingga lebih dekat dari dua lontaran anak panah (+/- 200 m) dari tepinya. 'Adegan panas' Sabtu pagi yang bertepatan dengan tanggal 1 Juli 1256 M tersebut adalah awal dari sebuah episode letusan besar gunung berapi Harrat Rahat di Jazirah Arabia. Letusan tersebut demikian dahsyat dengan tingkat ekstrusi magma yang bahkan sulit dibayangkan di era modern. Sebanyak 500 juta meter kubik magma dimuntahkan Harrat Rahat selama 52 hari kemudian, atau 3,6 kali lipat lebih banyak dibanding volume magma yang diletuskan Gunung Merapi di tahun 2010 ini. Gunung berapi di tanah Arab? Ya, jangan buru-buru mengernyitkan dahi. Jazirah Arabia bukan semata tanah luas nan gersang berwajah lautan pasir di sana-sini tanpa hiasan vegetasi. Jazirah ini juga bukan sekedar tanah tempat agama-agama samawi dilahirkan, tanah tempat nabi dan rasul diutus dan tanah tempat berdirinya haramain (dua tanah suci). Jazirah ini juga bukan hanya tempat tinggal manusia berwatak keras yang dikenal sebagai orang Arab. Namun lebih dari itu, jazirah ini adalah salah satu keajaiban geologi yang sulit dicari bandingannya dengan tempat lain di Bumi. Jazirah Arabia khususnya bagian barat (yakni kawasan Hijaz dan sekitarnya) adalah salah satu bentang lahan tertua di muka Bumi, yang telah eksis selama sedikitnya 600 juta terakhir. Bentang lahan tersebut dikenal sebagai Tameng Arabia (Arabian Shield), yang berpasangan dengan bentang lahan sejenis di Nubia (Nubian Shield) yang mengalasi Mesir dan menjadi tempat sungai Nil menghilir mengaliri padang pasir sebelum bermuara ke Laut Tengah. Namun di Tameng Arabia pula kita kita bisa menyaksikan lahirnya kerak Bumi yang baru seperti diteorikan J. Tuzo Wilson. Di bagian barat jazirah ini terbentang panjang Laut Merah, yang sejatinya adalah lembah besar yang digenangi air asin dari Samudera Hindia. Lembah besar ini bukanlah lembah biasa, sebab ia bersambung dengan lembah-lembah kurus lainnya yang menjulur dari Turki hingga Afrika Tengah dalam sebuah ekspresi yang dikenal sebagai Lembah Retakan Besar (Great Rift Valley). Dan Laut Merah pun bukan sekedar cekungan air asin biasa, sebab di tengah-tengah dasarnya kita akan menemukan retakan memanjang berbentuk perbukitan yang menjadi sumbu dasar perairan ini. Itulah retakan dimana arus konveksi yang bersifat cair kental panas dari lapisan selubung Bumi (asthenosfer) menyeruak ke permukaan, sebagai magma basalt toeilitik, membentuk kerak samudera baru yang mendorong menggerakkan dasar Laut Merah sebelah-menyebelah ke arah berbeda sehingga perlahan-lahan dasar laut ini kian meluas. Maka jangan heran jika di tengah-tengah Laut Merah ini, khususnya di bagian selatan dijumpai sejumlah gunung berapi laut yang muncul ke permukaan sebagai pulau dan berulang kali meletus. Tetapi retakan tidak hanya muncul di dasar Laut Merah. Penyelidikan panjang USGS (United States Geological Survey) yang dipimpin vulkanolog legendaris John Roobol dan Victor Camp bersama partnernya dari Saudi Arabia yakni SGS (Saudi Geological Survey) menunjukkan beberapa retakan juga muncul di daratan Tameng Arabia. Seperti halnya di Laut Merah, retakan tersebut pun menjadi tempat keluarnya magma basalt toeilitik yang bersifat basa dan hampir sama dengan magma basaltik yang biasa ditemukan di dasar laut. Dengan demikian retakan ini pun menjadi titik awal tumbuh dan berkembangnya vulkanisme di Jazirah Arabia khususnya vulkanisme Hijaz sejak 10 juta tahun silam. Jangan bayangkan vulkanisme di sini akan menghasilkan gunung berapi berbentuk kerucut tinggi yang indah seperti halnya gunung-gunung berapi komposit (stratovulcan) di Indonesia. Dengan sifat magma basalt toeilitik yang cair encer, ekstrusi magma melalui retakan hanya akan menimbulkan leleran (erupsi efusif) yang membuat lava menyebar kemana-mana tanpa sempat membentuk gundukan tinggi. Oleh karena itu gunung-gunung berapi dalam vulkanisme Hijaz boleh dikata 'jelek' secara panoramik, sebab hanya berupa endapan lava berwujud tumpukan batu dan pasir kehitaman menutupi wilayah yang luas dengan beberapa kerucut sinder/debu yang berketinggian rendah muncul di wajahnya. Meski begitu jangan silap, don't judge a book by the cover, 'jelek-jelek' begitu vulkanisme Hijaz sungguh luar biasa, yang secara akumulatif telah mengendapkan lava basalt menutupi wilayah seluas 180 ribu km persegi atau setara sepersepuluh luas Indonesia. Karena magma keluar tidak di margin lempeng tektonik dan bukan dari proses subduksi, vulkanisme Hijaz merupakan vulkanisme jenis lain yang disebut vulkanisme titik-panas atau plume volcanism yang bisa disetarakan dengan vulkanisme di Hawaii. [caption id="attachment_78038" align="alignnone" width="601" caption="Posisi Madinah dilihat dari udara, atas adalah utara. Nampak kota ini 'dikepung' tiga gunung berapi raksasa : Harrat Rahat, Harrat Khaybar dan Harrat Lunayyir. Sumber : Ma'rufin, 2010"]

12912000531021190441
12912000531021190441
[/caption] Salah satu retakan berpangkal di kota suci Makkah al-Mukarramah yang menerus ke utara-timur laut melintasi kota suci Madinah hingga kemudian berakhir di wilayah Nafud, sehingga retakan sepanjang 600 km itu lebih dikenal sebagai zona retakan Makkah-Madinah-Nafud. Lewat retakan inilah magma menyeruak ke permukaan Bumi dan membentuk gunung berapi Harrat Rahat di selatan dan Harrat Khaybar di utara. Harrat Rahat adalah gunung berapi terbesar di Jazirah Arabia, dengan panjang 310 km yang membentang dari Jeddah ke Madinah dan memiliki lebar rata-rata 75 km. Gunung berapi ini pada dasarnya merupakan tumpukan endapan lava basalt dengan volume 2.000 km kubik yang diekstrusikan secara bertahap lewat 400 saluran magma serta lebih dari 2.000 kerucut sinder selama kurun waktu 10 juta tahun terakhir. Maka tanpa disadari kota-kota suci Makkah dan Madinah sebenarnya berdiri tepat di kaki sebuah gunung berapi raksasa yang menggetarkan. Madinah mendapat catatan tersendiri sebab 'dijepit' oleh Harrat Rahat di selatan, dengan Harrat Khaybar di utara dan Harrat Lunayyir di barat. Betul, Harrat Khaybar adalah pegunungan berbatu yang menjadi lokasi Perang Khaybar yang terkenal itu. Sejarawan mencatat di pegunungan berbatu tandus ini terdapat mata-mata air panas yang beraoma belerang, sementara analisis citra satelit menunjukkan sepanjang masa sejarah saja telah terjadi 8 kali letusan di Harrat Khaybar, khususnya yang dikeluarkan lewat kerucut Jabal Qidr (terakhir terjadi di tahun 1800). [caption id="attachment_78042" align="alignnone" width="300" caption="Bom vulkanik (bongkahan batu hasil letusan gunung berapi) produk letusan Harrat Rahat 1256. Untuk menunjukkan ukuran bom vulkanik ini, vulkanolog dan geolog John Roobol (USGS) duduk disampingnya sebagai pembanding. Sumber : Saudi Aramco World, 2006."]
12912005041927346196
12912005041927346196
[/caption] Di bagian utara Harrat Rahat inilah letusan 654 H/1256 M yang menggetarkan kota suci Madinah terjadi. Magma yang semula berada dalam reservoir sedalam 40 km, oleh suatu sebab kemudian bergerak naik secara perlahan ke atas sembari memecahkan lapisan demi lapisan batuan kerak Bumi yang menghalanginya. Pemecahan ini menghasilkan puluhan ribu gempa vulkanik yang mengguncang kota Madinah dengan rentang magnitude antara 1 hingga 4 skala Richter, namun hanya sebagian kecil saja yang bisa dirasakan manusia. Magma lantas keluar menyeruak dari perut bumi lewat retakan sepanjang beberapa kilometer yang terbentuk di sebelah tenggara Madinah. Tanpa dapat dicegah magma dengan volume sangat besar menyeruak membentuk lava encer tipe pahoehoe yang segera mengalir membanjiri tempat yang lebih rendah. Akumulasi lava membentuk sejenis danau lava sedalam 3 meter dengan panjang 23 km. Perlahan tapi pasti danau panas ini bergerak menuju kota Madinah yang letaknya memang lebih rendah. Enam kerucut sinder pun sempat terbentuk bersama letusan besar ini. [caption id="attachment_78040" align="alignnone" width="604" caption="Posisi kota Madinah (dengan Masjid Nabawi sebagai pusatnya dan Jabal Uhud sebagai tepinya) relatif terhadap endapan lava hasil letusan Harrat Rahat di tahun 1256. Jarak Masjid Nabawi ke endapan lava terdekat adalah 8,5 km. Sumber : Ma'rufin, 2010"]
1291200254129852833
1291200254129852833
[/caption] Menyadari bahaya yang mengancam kota suci beserta segenap isinya, gubernur Madinah sigap bertindak. Segera dimintanya segenap manusia yang ada di kota, baik penduduk maupun musafir, baik laki-laki maupun perempuan, baik orang dewasa maupun anak-anak, untuk berkumpul di Masjid Nabawi khususnya di bagian Raudhah dan sekitarnya yang merupakan kawasan mustajab (tempat terkabulnya doa). Semua segera berdoa dengan sepenuh hati, bertaubat dan memohon ampunan Allah SWT atas segala kesalahan yang telah dilakukan. Mereka juga memohon agar danau lava, yang kian mendekati kota Madinah, dihentikan atau dialihkan. Banyak yang mencucurkan air mata di tengah kekhusukan doanya ketika menyadari bahwa jika Allah SWT menghendaki, dengan mudah danau lava itu akan membumihanguskan kota Madinah beserta seluruh isinya dan menghapusnya dari muka bumi dalam sekejap tanpa sesuatu pun dapat menghalanginya. Dan keajaiban pun terjadilah. Lava berhenti tepat di tapal batas kota dan aliran danau lava lantas berbelok ke utara untuk kemudian melambat, berhenti dan membeku dalam beberapa hari kemudian ketika letusan mereda. Saat ini endapan lava tersebut nampak sebagai tumpukan batu dan pasir kehitaman yang mewarnai bagian timur pinggiran Madinah. Jaringan jalan raya kini dibangun melintasi tumpukan batuan ini. [caption id="attachment_78043" align="alignnone" width="500" caption="Retakan di Harrat Lunayyir, pertanda migrasi magma vulkanisme Hijaz yang lainj ke permukaan, difoto pada Juni 2009. Sumber : Anonim, 2009"]
129120064796610023
129120064796610023
[/caption] Letusan Harrat Rahat bukanlah akhir dari vulkanisme Hijaz. Wilayah ini terus tetap aktif bahkan hingga 7,5 abad kemudian. Terakhir, USGS dan SGS mengidentifikasi adanya peningkatan jumlah gempa vulkanik di Harrat Lunayyir -gunung berapi lainnya di sebelah barat Madinah yang merentang hingga pesisir Laut Merah. Selama periode April hingga Juni 2009 tercatat ada 50.000 gempa vulkanik yang mengguncang dengan magnitude bervariasi antara 2 hingga 5,4 skala Richter. Inilah pertanda sangat jelas bahwa magma di bawah gunung ini sedang bergerak naik mencari jalannya ke permukaan. Pertanda tersebut kian diperkuat oleh terbentuknya retakan sepanjang 8 km dengan lebar 45 cm di gunung ini. Perkembangan tersebut memaksa 40.000 penduduk yang tinggal di sekitar Harrat Lunayyir dievakuasi, mengingat secara umum setiap letusan gunung berapi dalam vulkanisme Hijaz selalu melibatkan magma dalam volume teramat besar. Pelajaran penting yang bisa diambil dari peristiwa letusan Harrat Rahat 654 H/1256 M adalah mitigasi bencana geologi (termasuk letusan gunung berapi) selain harus memperhatikan karakteristik geologi sumber bencana sehingga bisa mengestimasi lokasi-lokasi yang tergolong zona aman dan zona berbahaya, juga harus menegakkan kembali hubungan setiap insan dengan Tuhannya yang dilandasi ketakwaaan, mengingat setiap bencana pada hakikatnya merupakan batu ujian-Nya kepada hamba-Nya yang sungguh-sungguh beriman. Letusan Harrat Rahat memberikan bukti, dengan doa maka lava pun bisa berbelok dan kemudian berhenti. Lho, bukankah Harrat Rahat meletus di kota yang penduduknya baik-baik dan beriman, pada sebuah negara Islam? Jangan salah, letusan Harrat Rahat terjadi ketika daulah Abbasiyah sedang berada di puncak kemundurannya sebagai rezim despotik seiring menjalarnya korupsi dimana-mana, meluasnya pemberontakan dan ancaman invasi Hulagu Khan dari imperium Mongol di timur. Hanya dua tahun pasca letusan Harrat Rahat, rezim itu pun runtuh bersamaan dengan serbuan Hulagu ke Baghdad dalam pertempuran sangat berdarah. So, sulit mencari hubungan antara letusan Harrat Rahat dan selamatnya Madinah di satu sisi dengan ambruknya Abbasiyah di sisi yang lain.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun