Mohon tunggu...
Martua Intan
Martua Intan Mohon Tunggu... Konsultan - Pemerhati Lingkungan Hidup

Dilahirkan di Pontianak. Pernah tinggal di Australia hampir 9 (sembilan) tahun. tertarik dengan lingkungan hidup, khususnya tentang pelestarian sumber air dan peduli dengan dampak penambangan di tanah borneo.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Road to Senayan: Partai Politik "3 Besar-Papan Tengah-Degradasi dan Play-off" di Pemilu 2024

21 Oktober 2021   13:54 Diperbarui: 21 Oktober 2021   14:53 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukanlah suatu hal yang mengejutkan dari hasil survei litbang Kompas tentang elektabilitas partai politik di bulan Oktober ini, yang menempatkan parpol besar masih tinggi. PDIP 19,1 %, Gerindra 8,8% dan Golkar 7,3% sebagai  penghuni 3 (tiga) pemuncak survei di bulan memperingati 2 (dua) tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Walau masih ada sekitar 40,8% yang belum menjawab, namun kecenderungan yang tidak menjawab akan diprosentasikan ke masing-masing parpol yang ada. 

Sehingga hal tersebut tidak akan terlalu mempengaruhi hasil akhirnya. Misalnya PDIP secara riil 19.1 % x 40,8% = 7,80 sehingga secara statistik, bisa saja meraih 19,1% + 7,80 = 26,9% demikian perhitungan terhadap parpol lain, seperti contohnya Nasdem yang dari survei meraih 2%, kemungkinan dapat meraih 2% x 40,8 = 0,86 dan kemungkinan menjadi 2,86%. Angka-angka  ini hanya sebuah asumsi,  tanpa memasukkan orang yang tidak memilih di pemilu 2024 yang lebih dikenal sebagai kaum golput.

Dari hasil survei ini, bila tidak mengalami perubahan diperkirakan hanya 6 (enam) partai politik yang melenggang ke Senayan,  yaitu PDIP, Gerindra, Golkar, PKS, Demokrat, PKB. 

Lucunya pembenahan elektabilitas parpol kurang terasa dilakukan oleh parpol-parpol di luar 3 besar yaitu PDIP-Gerindra dan Golkar akhir-akhir ini. Sebaliknya parpol-parpol tersebut terseret dengan fenomena mengusung para calon Presiden potensial mereka, yang sejatinya bukan kader parpol yang bersangkutan tapi kader partai besar ditambah lagi pengusungan para Calon Presiden non-kader atau tokoh yang dianggap "flamboyan".

Meminjam istilah kompetisi sepakbola, beberapa parpol liga 2 (yang dalam pemilu sebelunya belum menembus Senayan) seperti Perindo, PSI dan Hanura masih belum menunjukkan konsolidasi yang maksimal dalam dua tahun ini. 

Seharusnya mereka bisa memindahkan suara pemilih di 3-4 parpol terbawah di liga 1 ke partai mereka, sehingga salah satu dari parpol tersebut bisa promosi ke Senayan. 

Ceruk suara akan semakin seru diperebutkan oleh parpol-parpol di luar 6 besar (hasil survei Litbang Kompas), dengan istilah kerennya akan terjadi "play-off" di antara mereka. 

Dan untuk parpol pendatang baru dan parpol yang baru "lahir" di Pemilu 2019 sepertinya akan sulit bersaing dengan para parpol langganan ke Senayan. Ibaratnya mesin partai yang digunakan parpol besar, ada yang "Roll Royce, Mercedez" sehingga kekuatan, kemampuan konsolidasi dan ketahanan mereka lebih siap menghadapi pemilu demi pemilu. 

Sinergitas di akar rumput sangat solid, kepemimpinan ketua umum dan pengurus sangat teruji, serta bisa memanaje isu-isu yang terjadi di parpol tersebut dan kader-kader yang sangat militan membuat partai politik yang besar tersebut bukan saja berharap jumlah kursi bertambah namun percaya diri untuk tetap menjadi penghuni Senayan.

Sepertinya Pemilu 2024 yang secara hitung mundur sekitar 2 1/2 tahun lagi masih merupakan persaingan parpol papan atas, yaitu PDIP, Golkar dan Gerindra. PKB-Demokrat dan PKS mungkin hanya berharap lebih baik dari pemilu 2019, dengan perebutan posisi ke-4 serta raihan kursi yang lebih banyak. 

Sementara Nasdem-PAN-PPP akan berjuang menembus 4% untuk kembali ke Senayan di 2024. 

Potensi kejutan seperti kecil kemungkinan, kalau melihat situasi seperti sekarang ini. Selain alasan di atas, dimana kebanyakan parpol lebih banyak mewacanakan "pengusungan Calon Presiden", lupa bagaimana mengendorse "brand" partai, juga kemampuan juru kampanye parpol tersebut juga hanya sekedar "heboh" menjelang perhelatan pemilu, seperti penggunaan artis, tokoh ternama, media dan pencitraan partai di 'last minute" semata. 

Seharusnya parpol dari sekarang sudah bisa merekrut juru kampanye yang mumpuni dan memiliki kemampuan orasi, sebagai narator ulung dan memiliki kemampuan "public speaking" yang handal. 

"Road to Senayan" harus sudah dirancang oleh partai politik yang berharap menempatkan legislatornya di Senayan sejak dini. Seandainya parpol hanya berharap di tahun terakhir menjelang pemilu 2024 mereka dor-doran berkampanye, hasil survei Litbang Kompas dan mungkin survei yang dikeluarkan lembaga survei lain yang kredibel, akan tidak mengalami perubahan yang signifikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun