Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (65): Petualangan Petang Hari

9 April 2021   04:04 Diperbarui: 9 April 2021   04:04 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segala sesuatu bisa terjadi dengan tak terduga. Situasi yang tenang pun bisa tiba-tiba menjadi gaduh tanpa alasan yang jelas. Harapan pada kesunyian hati pun bisa beralih pada kerisauan jiwa yang sulit terusir. Semua itu menjadi bagian dari sebuah petualangan semesta, manusia siap bergulat dalam kolaborasi rasa dan asa.

Langit sudah mulai menghitam, namun aku masih duduk terpaku di halaman rumahku. Kuamati bintang-bintang yang berpendar di atasku, lalu banyak pikiran yang melintas di benakku. "Sungguh sempurna bila hidup yang kumiliki ini secemerlang bintang," gumamku. 

Tiba-tiba aku merasa ada sepasang mata yang mengawasiku. Cepat-cepat aku menoleh dan kulihat sesosok pria bersembunyi di balik pagar. Dengan panik, aku beranjak dan lari masuk ke rumah, sialnya aku menyenggol jatuh sepeda ibuku. 

Akan tetapi, hal itu tak kuhiraukan, aku hanya ingin segera masuk ke rumah. Berselang beberapa waktu kemudian, aku tergerak untuk menuliskan pengalamanan itu di buku harianku.

Saat mulai kutuliskan pengalaman itu, baru kuingat cerita menyeramkan dari ibuku. Di dekat rumahku ini ada menara angker bekas zaman revolusi industri. Menara itu letaknya dekat desa mati di pinggir sungai yang penuh ilalang, menambah keangkerannya. 

Hatiku semakin mengecil ketika kupikirkan pria misterius yang muncul di halaman tadi. Mungkin saja ia hantu yang mendiami menara angker di pinggir sungai itu.

Aku pun menjadi penasaran, kusingkap korden jendela kamarku dan kuamati lagi pria itu. Kulihat dia masih bersembunyi di tempat yang sama, di atas daun-daun kering yang berserakan. Ketika kuamati dengan saksama baru kusadari tangannya memegang sesuatu yang terbalut kain semerah darah. 

Muncul di benakku tentang koran yang kubaca pagi ini tentang pembunuhan di pinggir jalan raya. Pembunuhnya masih buron seingatku dan tanpa titik maupun koma, tiba-tiba pria itu menghilang. 

Ia berlari menuju kejauhan, segera kutinggalkan buku harianku bahkan sebelum tintanya mengering. Kuambil telepon genggamku dan bergegas keluar mengikuti pria itu.

Ternyata ia berlari menuju rumah tua di ujung jalan dan lagaknya sangat mencurigakan. Kudekati rumah itu dan kutemukan banyak botol bekas berserakan di halamannya. Aku menemukan pria itu bersandar di tembok yang sudah pudar di dalam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun