Mohon tunggu...
Marthinus Selitubun
Marthinus Selitubun Mohon Tunggu... Penulis - Hanya seorang hamba

Seorang warga dari Keuskupan Agats Asmat, Papua. Mencoba menginspirasi orang-orang terdekat lewat doa dan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepucuk Surat untuk Tuhan

17 Mei 2020   13:18 Diperbarui: 17 Mei 2020   13:18 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelabuhan Giulianova, Italia (Dok.pri)

Tuhan,

Masihkah Kau ingat pada kami? Rasanya telah lama tidak bersua. Pertemuan kita terakhir kali entah kapan, kami pun serempak tidak mengingatnya lagi. Yang tersisa ... hanyalah kisah tentang kita, yang dapat kami daraskan pada bayi-bayi mungil yang kami bawa dalam perjalanan ini.

Deru angin dunia menggiring bahtera reyot kami menjauh dari-Mu. Ombak dan gelombang ini membuat kami lebih memilih melabuhkan perahu tua ini di pelabuhan yang tidak kami ketahui. Pekatnya malam menggiring hidup kami, menjadikan cahaya matahari tak berarti. Cahaya bintang pun seakan tidak berpihak pada kami.

Tuhan, telah lama kami berjalan menjauh darimu. Kami lebih sepakat menutup mata ketika melihat lambaian tangan-Mu. Telinga batin kami seakan-akan menjadi hiasan, dari raga-raga yang tak berguna ini.

Dalam kegalauan, kami mengingat-Mu. Dalam duka lara kami berjuang menyebut nama-Mu tak henti. Ada rindu terpendam laksana malam merindukan pagi. Laksana anak burung menantikan induknya kembali, .... atau padang pasir merindukan turunnya hujan. Itulah hasrat jiwa kami pada-Mu.

Masihkah Kau mengingat kami, ya Tuhan ?.

Dari balik lumpur kegagalan, kami menyebut nama-Mu. Dari puncak gunung dosa, kami senandungkan mazmur pengharapan yang dibaluri air mata, agar kami bisa berlindung di balik kepakkan sayap-Mu yang suci.

Tuhan, ingatlah .... ada senandung doa Ibu kami di ujung sana. Sebuah doa penuh harapan dari seorang perempuan renta, agar kami kembali dengan selamat, atau setidak-tidaknya menemui-Mu suatu saat nanti.

Tuhan, .... berbicaralah, sekalipun Engkau sibuk memikirkan semesta. Tengoklah, sekalipun tangan-Mu sedang menata bintang dan arah angin. Mampirlah sejenak di dalam bahtera kami, sekalipun kaki-Mu yang suci, sedang berpijak pada salah satu bintang terjauh. Engkau mengetahui ketakutan kami. Engkau mengetahui bahwa mulut kami tidak memuja-Mu lagi. Tetapi Engkau tahu, bahwa Engkau berada di dalam bahtera ini bersama kami, dan kami pun mengabaikan-Mu dalam persahabatan dan hangatnya persaudaraan, dan segera melupakan-Mu dalam setiap kemenangan di hari yang baru.

Tuhan, masih maukah Engkau kembali?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun