Mohon tunggu...
Martina Prativi
Martina Prativi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Seni Tari Universitas Universal

Dosen Seni Tari Uvers yang menyukai membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Peran Fast Fashion di Era Digital Sebagai Perilaku Komsumtif di Masyarakat

20 Mei 2022   09:00 Diperbarui: 20 Mei 2022   14:21 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Fast fashion atau mode cepat merupakan konsep baru yang di kenalkan oleh satu gerai mode yang mampu menjual tren dengan kecepatan rekor dan harga yang terjangkau. Fast fashion adalah istilah yang diberikan terhadap sistem produksi dan telah mendapatkan momentum sejak tahun 1800-an. Indutri pakaian ready to wear dunia kini di dominasi oleh bisnis berkonsep fast fashion sejak tahun 1960an hingga saat ini. Harga terjangkau yang ditawarkan oleh gerai-gerai fast fashion menghasilkan persaingan yang ketat. Fast Fashion menjadi pujaan dan dipuji sebagai model bisnis yang inovatif berkat management supply chain mereka yang membuat jaringan produksi dan distribusinya yang efektif secara efisien. Munculnya fenomena tren yang berkonsep fast fashion tak lepas dari peran media. Seorang filsuf sekaligus sosiolog terkenal asal perancis Jean Baudrillard telah mengembangkan teori yang berusaha memahami sifat dan teori pengaruh komunikasi massa. Baudrillard mengawali tulisannya sebagai upaya memperluas kritik terhadap komoditas dan mode produksi. Hal ini sesuai dengan permasalahan yang akan ditimbulkan terhadap konsep fast fashion sebagai sistem yang memproduksi busana dalam jumlah masal untuk diperjualkan kepada masyarakat

Masalah sampah plastik telah menjadi isu besar yang banyak dibahas di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di indonesia. Tapi yang seringkali luput dari perhatian banyak orang bahwa sebenarnya industri fesyen terutama fast fashion juga menghasilkan sampah yang tak sedikit tak jarang jika baju-baju bekas itu dibuang dan menumpuk. Konsep fast fashion merupakan suatu sistem produksi dalam industri busana yang cukup menguntungkan ini menyebabkan juga fast consumer dimana konsumen dapat dengan cepat memilih produk yang mereka inginkan. Penjualan dengan tren-tren kekinian yang disukai oleh konsumen telah masuk ke indonesia juga. Indonesia justru menjadi salah satu negara yang tingkat konsumerisme menduduki peringkat ketiga dari 106 sampel negara yang diambil. Hal ini memberi dampak buruk dan sebagai tanda budaya konsumerisme menjakiti penduduk Indonesia, khususnya masyarakat kota Batam yang menyebabkan seseorang akan mengosumsi produk-produk trending dan terbaru. Sosiolog terkenal asal perancis Jean Baudrillard telah mengembangkan teori yang berusaha memahami dampak yang timbul akibat pengaruh komunikasi massa. Baudrillard mengawali tulisannya sebagai upaya memperluas kritik terhadap komoditas dan mode produksi atas bermunculannya produk-produk trending dan terbaru secara cepat.

Saat ini, karya – karya Jean Baudrillard yang provokatif dan kontroversial sangat populer saat ini. Ia adalah sosiolog yang sangat menyukai dan memiliki banyak gagasan serta tulisan-tulisan yang menawarkan banyak wawasan dan inspiratif. Karya-karyannya penting, karena mengembangkan teori yang berusaha memahami sifat daan pengaruh komunikasi massa. Baudrillard memulai tulisannya sebagai upaya memperluas kritik kapitalisme marxis sampai ke wilayah yang melampaui ruang lingkup teori mode produksi. Ia menemukan bahwa metafora produktivitas dalam marxisme tidak memadai lagi untuk memahami status komoditas pada zaman pascaperang yang nanti akan melihat bagaianana secara bertahap meninggalkan marxisme dan mengadopsi pendirian postmodernisme (Sarup, 2011).

Baudrillard mengatakan media massa menyimbolkan zaman baru di mana bentuk produksi dan konsumsi lama telah memberi jalan bagi semesta komunikasi yang baru. Maksudnya adalah layar dan jaringan serta periode produksi ini membuat perilaku konsumsi berubah. Sehingga terjadi hubungan umpan balik pada zaman baru yang tergiur akan pengaruh komunikasi massa. Ini berakibat candu menjadi sebuah ekstasi pada komunikasi yang membuat carut marut ruang publik. Baudrillard mendasarkan pemikirannya dalam sketsa historis transisi dari modernitas ke postmodernitas. Ia menulis tentang dunia yang dikontruksi dari model atau simulacra, yang tidak merujuk atau mendasarkan diri pada “realitas” apapun, selain dirinya sendiri (Sarup, 2011).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau (KBBI, 2010), kata konsumsi memiliki dua arti, yaitu pemakaian barang-barang hasil produksi, dan pemakaian barang-barang yang langsung memenuhi keperluan hidup manusia. Seseorang mengosumsi suatu barang berarti bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna barang tersebut, baikberupa benda maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Orang yang melakukan kegiatan konsumsi diebut dengan konsumen. Konsumen berarti pembeli dan pemakai dari barang-barang hasil produksi. Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa konsumen mengeluarkan atau membelanjakan pendapatannya untuk memeperoleh apa yang dibutuhkn, baik berupa jasa. Namun sangat disayangkan jika konsumen membeli barang atau jasa bukan karena kebutuhan melainkan karena keinginan, yang lama – kelamaan menuju pola hidup yang konsumtif (Kushendrawati, 2006).

Budaya konsumsi dilatarbelakangi oleh munculnya masa kapitalisme yang diusung oleh karl Marx, kapitalisme yang dikemukakan Marx adalah suatu cara produksi yang dijalankan oleh kepemilikan pribadi sebagai sarana produksi. Kapitalisme bertujuan untuk meraih keuntungan sebebsar-besarnya dengan cara mengeksploitasi para pekerja. Tahapan selanjutnya dalam merealisasikan keuntungan tersebut dalam bentuk uang, hasil produksi yang ada dijual, dan dipasarkan kepada masyarakat sebagai komoditas. Marx menjelaskan bahwa komoditas hanya memiliki dua aspek, yaitu use value dan exchange value. Nilai guna atau use value tidak lain merupakan kegunaaan suatu objek dalam pemenuhan kebutuhan tertentu, sedangkan exchange value menekankan pada nilai tukar yang terkait dengan nilai produk itu di pasar atau objek yang bersangkutan (Lechte, 2001).

Baudrillard menyimpulkan bahwa konsumsilah yang menjadi inti dari ekonomi, bukan lagi produksi (Fadilah, 2011). Cara hidup masyarakat saat ini telah mengalami perubahan, menuju budaya konsumsi dan perilaku kehidupan yang konsumtif. Masyarakat konsumerisme adalah masyarakat yang menciptakan nilai-nilai yang berlimpah ruah melalui barang-barang konsumerisme, serta menjadikan konsumsi sebagai pusat aktivitas kehidupan (Piliang, 2003). Konsumen tidak lagi melakukan tindakan ekonomi suatu objek atas dasar kebutuhan atau kenikmatan, tetapi juga utuk mendapatkan status sosial tertentu dari nilai tanda atau sign value yang diberikan objek tersebu, seperti yang dikemukan Baudrillard berikut “one of the strongest proofs that the principal and finality of comsuption is not enjoyment or pleasure is that isnow something which is forced upon us, something institusionalized, not as right or pleasure but as the duty of citizen” (Baudrillard, 1998).

Baudrillard mendefinisikan simulasi sebagai proses penciptaan bentuk nyata melalui model- model yang tidak ada asal-usul atau referensi realitasnya, sehingga membuat manusia selalu merasa berada dalam dunia supranatural, ilusi, fantasi atau khayalan yang menjadi tampak nyata. Baudrllard berpendapat bahwa dunia ini telah kehilangan keasliannya dan yang ada hanyalah simulasi. Simulasi merupakan dunia yang terbentuk dari hubungan berbagai tanda dan kode, tanpa ada referensi yang jelas “Simulation is no longer that of a territory. A referental being, or a substance. It is the generation by models of a real without origin or reality (Baudrillard, Simulacra and Simulation, 1994).

Pengaruh Fast Fashion terhadap Perilaku Konsumtif Masyarakat Di Era Digital.

Masyarakat Kota merupakan sekumpulan masyarakat dengan unsur masyarakat yang heterogen. Hal ini dibuktikan dari suku bangsa, adat istiadat, serta agama yang dianut oleh masyarakat kota Batam yang berbeda-beda. Keberagaman ini dapat terbentuk karena masyarakat di Kota didominasi oleh pendatang yang berasal dari seluruh Indonesia. Contohnya saja Kota Batam dimana saya berdomisili saat ini, dimana masyarakatnya sampai dengan tahun 2019, dengan jumlah penduduk di Kota Batam mencapai 1.376.009 jiwa dan dapat terus meningkat seiring perkembangan serta perluasan industri yang sangat pesat (bpbatam.go.id). Kota Batam dapat dikatakan sebagai kota yang besar, walaupun dengan luas pulau yang sangat kecil di antara pulau besar lainnya seperti Pulau Sumatra dan Kalimantan, kota Batam memiliki lokasi yang strategis. Pulau Batam berada dekat dengan Negara Singapura dan Malaysia. Kedekatan ini membuat lokasi kota Batam sangat strategis untuk perdagangan dan industri.

Masyarakat kota memiliki fasilitas yang lengkap dibandingkan dengan masyarakat daerah. Saat ini masyarakat memiliki sebuah sarana komunikasi dimana kebutuhan belanja seperti pakaian sangatlah mudah. Masyarakat kota serta daerah memiliki akses yang sama untuk berbelanja melalui online yang disebut dengan online shop. Masyarakat memiliki kemudahan untuk berbelanja saat ini, contoh saja mereka berbelanja dengan layanan gratis ongkir atau pay later yang dimana meninggalkan kebiasaan lama dengan datang ke sebuah pusat pembelanjaan dengan aktivitas transaksi tradisional antara pembeli dan penjual yang bertukar barang dengan uang. Aktivitas ini merupakan aktivitas konvensional yang sekarang mulai di barengin dengan aktivitas belanja online melalui smartphone.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun