Mohon tunggu...
Marlianto
Marlianto Mohon Tunggu... Buruh - Apa...

Mencari titik akhir

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sang Warisan Leluhur (Hal 11)

3 Desember 2019   20:35 Diperbarui: 3 Desember 2019   20:42 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Dewi Kembang mengerutkan kening, "Ahh...julukan itu sudah aku lupakan. Dunia sudah menerima tobatku. Kira-kira lebih tiga tahun lalu, memang banyak lelaki rela mengelilingiku, mengikutiku, melayaniku, merangkak dihadapanku, berebut rela ingin menjadi budakku. Hingga aku merasa muak dan jijik kelakuan mereka, dan telah ku usir mereka. Jadi perlu apa, aku harus tahu nama-nama mereka. Termasuk nama yang kau tanyakan itu, bila memang salah satu dari mereka?"

Gemetar tubuh si nona, geram gak ketulungan, menuding tepat ke arah hidung Dewi Kembang, nada suaranya meninggi, "Dasar mulut bau...! Kau cocok hidung mereka dengan racunmu, sehingga mereka rela mengikutimu. Lalu kau usir mereka setelah kau peras harta miliknya, hingga mereka tak memiliki apa-apa, kecuali pakaian menempel di badan. Kemudian kau mencari korban-korban baru, kau pilih-pilih mangsamu, status mereka, derajat mereka, kedudukan mereka. Sekarang mulut baumu dengan entengnya ngomong, kau jijik dan muak dengan mereka, kau tak perlu tahu nama mereka...!" 

Dewi Kembang merasa tersudut dan tidak mampu menahan sabarnya, "Enak aja kalau bicara, mulutmu itu yang bau...aku tidak butuh racun agar dikagumi dan dipelototi para lelaki. Mereka terpikat dan terpesona oleh kecantikanku, perilaku dan sikapku. Dengan hati rela mereka bahkan mau ngintil ngesot dibelakangku. Mungkin orang yang namanya kau sebutkan tadi...Waras Hayampongah. Kau boleh tanyakan ke dia..." 

Si nona serasa tercekik ketika menjawab, "Dia sudah meninggal..."

Dewi Kembang menghembuskan nafas lega, "Sukurlah, kalau dia sudah mati, biar tidak lama-lama hidup merana di dunia ini."

Tiba-tiba si nona memekik, "Kurang ajar...!"      Sambil melontarkan pukulan dahsyat kearah wajah Dewi Kembang, yang masih duduk tegak di kursi.

 Sebenarnya Dewi Kembang sudah siap-siap sejak awal, kalau-kalau si nona ini menyerang, namun dia tidak menyangka sama sekali bila pukulan si nona ini langsung dengan tenaga puncaknya, disertai emosi tinggi. Ini namanya adu jiwa...

Merasakan angin pukulan, Dewi Kembang sudah bisa mengukur, tingkat kecepatan dan kekuatan ilmu si nona ini tingkatnya masih dibawahnya.

Dewi Kembang seketika menghindar pukulan si nona dengan doyongkan badan kebelakang, dan pukulan itupun lewat hanya berjarak sejengkal dari hidungnya. Begitu Dewi Kembang lolos dari hantaman pukulan si nona, dalam sekejap mata, Dewi Kembang melancarkan serangan balasan, sambil miringkan badan dia melayangkan pukulan, sasarannya ke ulu hati si nona.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun