Meski batuknya telah berhenti, tapi tubuh Si Kapten lunglai disandaran kursi. Mulutnya masih ditutupi syal, bahkan berusaha terlihat kuat, ketika berkata,
"Adanya bantuan dari regu Gorasamaja, tentu aku ucapkan terimakasih. Untuk kelancaran tugas mereka, Â maka aku siap melayani dan menyiapkan kebutuhannya."
Rangga Paradasta Lisat anggukan kepala, bibirnya tersenyum lebar. Ingin sekali si Kapten menyobek nyobek bibir itu.
Terengah engah setelah bicara, si Kapten mengatur nafas, lalu beringsut memperbaiki posisi duduknya, menunduk diam sambil menatap meja, semuanya menunggu. Tiba tiba seperti ada yang merasukinya, menyuntikan tenaga, membakar semangatnya, duduknya pun berubah tegak, sorot matanya tertuju ke arah Rangga Paradasta Lisat. Sambil melambaikan surat dari Sekretariat, dia berkata, tentu saja tanpa syal di mulutnya,
"Ini adalah surat dari Sekretariat, baru aku terima tadi pagi. Anehnya di surat ini tidak menyebut nyebut tentang regu Letnan Sen Kambil Rogowungu sebagai pihak yang bertanggungjawab atas keamanan Menteri Kaseti."
 Rangga Paradasta Lisat hendak memotong ucapan Kapten Sen Kasawalan, mencoba menanggapi, namun si Kapten sepertinya tidak ingin memberi kesempatan, melanjutkan ucapannya, bahkan terdengar lebih keras,
" Maka aku minta surat resmi dari Tuan Sekretaris atas tugas ini, bukan sekedar omongan dari mulut seorang rangga tingkat tiga...!"
 " Ini tidak merepotkan anda, bukan..?" desisnya, sambil mencondongkan badannya ke arah Rangga Paradasta Lisat.
Rangga Paradasta Lisat langsung terhenyak. Penjelasan yang hendak diutarakannya sia sia. Apalagi masih sempat didengarnya ucapan Kapten Sen Umbun Kasawalan,
" Bila anda tidak membawa surat itu, jangan harap  Letnan Sen Kambil Rogowungu dan anak buahnya bisa masuk ke permukiman ini...!"
Suasana seketika berubah senyap.