Sejak disahkan tanggal 5 April 2022, Keputusan Menteri Agama Nomor 347 Tahun 2022 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka Pada Madrasah, pihak Kementerian Agama bersepadu untuk melakukan sosialisasi Kurikulum Merdeka (Kumer) mulai dari pejabat Pusat, Wilayah, Kabupaten/Kota yang berkompeten mengurus pendidikan madrasah.
Guru madrasah sebagai ujung tombak implementasi kurikulum menduduki posisi krusial. Pertanyaannya adalah apakah para guru madrasah telah benar-benar memahami goal yang diharapkan oleh pemerintah? Jawaban atas pertanyaan ini tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut dan memastikan validitas tingkat representasi atas fenomena yang benar-benar terjadi di lapangan.
Kurikulum Merdeka Pada Madrasah Di Era Society 5.0
Penelitian oleh  Suci Uswatun Hasanah dkk (2022) dengan judul "Kurikulum Merdeka Pada Madrasah Di Era Society 5.0". mengungkap bahwa proyek profil pelajar pancasila dan profil rahmatan lil alamin yang terdapat dalam kurikulum merdeka pada madrasah, diharapkan mampu menjadi sarana untuk menjadikan peserta didik dalam lingkungan madrasah dapat mengintegrasikan ilmu pengetahuan, keterampilan hidup, dan teknologi dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip moderasi beragama, toleransi dengan segala kemajemukan dari berbagai ras, suku, agama, dan latar belakang sosial budaya.
Apa relasi KUMER dengan Society 5.0?
     Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan suatu kelompok yang diwariskan kepada satu generasi dan diwariskan kepada generasi lainnya. Ini diimplementasikan melalui pengajaran, pelatihan, dan penelitian. Pendidikan diwujudkan dalam bentuk bimbingan dari orang lain, namun juga tidak menutup kemungkinan otodidak. Pengalaman yang dialami seseorang turut membentuk pola pikir, perasaan, dan tindakan yang bisa kita sebut juga pendidikan kehidupan. Dalam kehidupan, pendidikan merupakan aspek penting, peran besar yang memberikan kemajuan dalam berpikir dan bertindak merupakan dampak positif dari pelaksanaan sistem pendidikan yang baik. Sistem pendidikan yang baik tentunya berasal dari kurikulum yang baik pula. Kurikulum memiliki peran yang sangat penting dalam proses memajukan pendidikan di suatu negara.
      Pendidikan di Indonesia cenderung menggunakan kurikulum dari zaman kolonial. Hal ini membuat Indonesia harus melakukan pembenahan dalam hal kurikulum. Perkembangan kurikulum di Indonesia setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, adalah pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013 hingga pada tahun 2022 lahirlah kurikulum Merdeka. Perubahan kurikulum sering terjadi karena diselaraskan dengan perubahan sistem politik, sosial, budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
      Pendidikan memiliki substansi yang disebut kurikulum. Untuk mencapai tujuan tertentu, kurikulum dipandang sebagai rencana kegiatan pembelajaran bagi siswa di satuan pendidikan. Tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadwal, dan evaluasi semuanya mengacu pada kurikulum. Dokumen tertulis yang merupakan produk pembuat kebijakan dan pembuat kurikulum disebut sebagai kurikulum.
     Hal yang berbeda juga harus dilakukan, karena pada dasarnya perubahan zaman juga telah membuat dunia pendidikan bertransformasi dari segi perangkat pembelajaran. Di era society 5.0 saat ini, masyarakat perlu hidup berdampingan dengan teknologi untuk mempertahankan hidup dan kehidupan.
 Posisi Pendidikan di era Society 5.0
      Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membawa arus yang drastis baik dalam kehidupan masyarakat maupun dalam dunia industri. Transformasi digital yang menciptakan tatanan baru dalam kehidupan telah mempengaruhi regulasi di berbagai negara. Era Society 5.0 merupakan era dimana manusia hidup berdampingan dengan teknologi. Kita telah hidup di era baru di mana globalisasi dan evolusi pesat teknologi digital seperti Kecerdasan Buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan robotika membawa perubahan signifikan bagi masyarakat.
      Era disrupsi telah membuat perubahan yang sangat mendasar pada sektor kehidupan. Di era Society 5.0 segala aspek kehidupan terkait dengan teknologi, hal ini membuat manusia harus berpikir kritis dan mampu beradaptasi serta berinovasi. Kehadiran era baru ini diharapkan manusia dapat terus mengembangkan diri di saat teknologi berkembang pesat. Tentunya, pendidikan juga harus bertransformasi di era Society 5.0. Pendekatan bakat dan minat Indonesia merupakan salah satu teknik pembelajaran yang disebutkan dalam kurikulum Merdeka. Sesuai dengan bidang yang diminati, para siswa dapat memilih disiplin ilmu yang ingin dipelajari.
      Dalam hal ini dunia pendidikan memiliki peran penting, diharapkan di tempat-tempat terpencil atau desa untuk mengatasi kesenjangan pelayanan dunia pendidikan dan teknologi harus diberikan kepada masyarakat luas. Society 5.0 yang terbentuk melalui data diharapkan mampu menjadi jembatan dalam mengatasi kesenjangan di dunia pendidikan. Bukan sebaliknya, justru memperluas kesenjangan pendidikan akibat relasi kuasa pendidikan dengan teknologi digital.
      Di era Society 5.0, siswa tidak hanya harus dibekali dengan pemikiran kritis, tetapi juga analisis dan kreasi (kreatif), Higher Order Thinking Skills (HOTS) atau cara berpikir tingkat tinggi merupakan terobosan dalam menemukan konsep pengetahuan yang tepat dengan cara praktek langsung dan merasakan bagaimana menghadapi masalah yang ada di lingkungan. Inquiry Learning, Discovery Learning, Project Based Learning, dan Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang akan mengubah kemampuan penalaran berpikir kritis.
      Pendidik dalam konteks ini tentunya harus memberikan arahan kepada siswa untuk menemukan masalah dan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dalam hal ini harus diberikan wawasan tentang masalah-masalah universal, hal ini akan menambah pengetahuan baru bagi siswa. Di era Society 5.0, pendidik dan siswa tentunya tidak akan jauh dari ponsel dan laptop. Kedua perangkat ini tentunya menjadi salah satu aset penting dalam melaksanakan pembelajaran. Jaringan internet yang sangat mendukung tentunya menjadi support system dalam memaksimalkan hasil pembelajaran di era Society 5.0.
      KUMER, dipandang akan membuka peluang baru pada inovasi pembelajaran di madrasah dan sekolah. Kurikulum Merdeka dikembangkan sebagai bagian dari upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengatasi krisis pembelajaran yang berkepanjangan, yang diperburuk oleh pandemi. Tentu saja, mengubah kurikulum tidak akan menyelesaikan masalah sistem pendidikan dan krisis pembelajaran. Beragam upaya untuk memperkuat dan mendukung siswa, guru, orang tua, dan pendidik juga diperlukan. Padahal, kurikulum juga memegang peranan penting. Kurikulum memiliki pengaruh yang besar terhadap apa yang diajarkan oleh guru maupun hasil dari proses pembelajaran. Akibatnya, kurikulum yang dirancang dengan baik akan membuat pengajaran lebih mudah bagi guru sekaligus memberikan hasil yang baik bagi siswa. Disinilah KMA 347/2022 mengambil posisinya.
Di Indonesia, Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum baru. Kurikulum ini bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat anak sejak dini dengan menekankan pada materi esensial, pengembangan karakter, dan kompetensi siswa. Kurikulum Merdeka telah diadopsi oleh 2.500 sekolah percontohan dan berbagai institusi lainnya. Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek, Kurikulum Merdeka telah diterapkan di 143.265 sekolah hingga saat ini. Dalam rangka pemulihan pembelajaran pasca pandemi, Kurikulum Merdeka akan digunakan sebagai opsi tambahan terlebih dahulu selama tahun 2022-2024. Alhasil, sekolah dapat mulai menerapkan kurikulum baru ini secara bertahap sesuai dengan kesiapannya.
Kurikulum merdeka juga sangat sejalan dengan era society 5.0 karena didorong menciptakan pembelajaran yang tidak monoton dengan memaksa siswa mengambil pelajaran yang tidak mereka minati. Siswa dalam kurikulum merdeka ini dapat 'secara mandiri' memilih mata pelajaran yang ingin dipelajari berdasarkan minat dan bakatnya. Inilah yang dimaksud dengan konsep Freedom to Learn.
Kurikulum ini berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang juga menekankan strategi pembelajaran berbasis proyek. Siswa diminta untuk melakukan pengamatan, penelitian dan menganalisis masalah dalam konteks lokal mereka, dan memberikan solusi nyata untuk masalah tersebut sebagai bagian dari proyek ini. Artinya, siswa akan mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari melalui proyek atau studi kasus. Siswa dapat menjadi lebih kreatif dan inovatif dengan cara ini, menghasilkan pemahaman konsep yang lebih baik.
Untuk mempersiapkan diri menghadapi era society 5.0, siswa setingkat sekolah menengah pertama dituntut untuk mengambil mata pelajaran informatika dimana mereka tidak hanya belajar mengoperasikan komputer, tetapi juga berbagai landasan berpikir komputasional untuk memecahkan berbagai masalah di masa perkembangan teknologi. Akibatnya, siswa harus selalu melek teknologi dan mampu memanfaatkan teknologi dengan baik sebagai bentuk persiapan siswa menghadapi era yang serba digital.
Kurikulum Merdeka diyakini dapat membantu memperbaiki krisis belajar siswa akibat pendidikan pasca pandemi. Kurikulum merdeka juga sejalan dengan era society 5.0 yang mensyaratkan empat kemampuan utama yang harus dimiliki individu untuk menghadapi abad 21 atau dikenal dengan Empat "C ", yaitu Creativity (kreativitas), Critical Thinking (berpikir kritis), Communication (komunikasi), dan Collaboration (kolaborasi).
Kurikulum Merdeka merupakan bentuk implementasi konsep pedagogi kritis, yang akan selalu mengkritisi pembelajaran demi mendukung pendidikan Indonesia yang lebih berkualitas. Kurikulum merdeka tidak hanya mengubah paradigma belajar siswa dan konsep pembelajaran menjadi lebih mandiri, tetapi juga merupakan jawaban atas upaya mempersiapkan siswa menghadapi era masyarakat 5.0. Karena kurikulum yang baik adalah yang terkini dan terus disempurnakan serta disesuaikan dengan konteks dan karakteristik peserta didik guna membangun kompetensi yang sesuai dengan kebutuhannya saat ini dan masa depan.
Kurikulum Merdeka pada Madrasah harus menekankan Fleksibilitas
Kurikulum merdeka itu adalah kurikulum yang membawa semangat fleksibilitas yang tinggi. Fleksibilitas dalam kurikulum dan proses penilaian harus terwujud melalui Kurikulum Merdeka. Kurikulum yang fleksibel merupakan indikator kurikulum yang efektif dan ketat yang memungkinkan pendidik untuk mendukung siswa memenuhi kebutuhan masing-masing dan memfasilitasi pengembangan keterampilan hidup (F. Huzefa:2020). Kurikulum yang fleksibel, dipandang mampu merespon semua kebutuhan individual dan kolektif siswa dalam belajar dan berlatih. Kurikulum yang fleksibel itu adalah kurikulum yang tidak mengubah konten kurikulum konvensional. Namun mengarus-utamakan pedagogi dalam implementasi kurikulum berdasarkan kebutuhan belajar siswa. Kurikulum yang fleksibel juga dimaknai sebagai mengubah pendekatan, strategi, alat pembelajaran, alat belajar, agar pengarusutamaan hasil belajar lebih maksimal. Karena fleksibilitas kurikulum itu membawa spirit pembelajaran yang efektif dan efisien, namun berhasil guna secara maksimal. Sehingga tujuan-tujuan kurikulum dapat tercapai sesuai dengan ide dasar penyusunan kurikulum.
Makna Kurikulum Fleksibel untuk Madrasah
1. Kurikulum yang menyediakan "Menu Katalisator" bagi rasa "Penasaran akan Ilmu Pengetahuan" Peserta Didik
Harus disadari bahwa silabus apa pun yang ditentukan oleh Madrasah, harus diikuti dan dilakukan. Namun dalam kurun waktu waktu 40 menit atau 45 menit, apakah guru memuaskan keingintahuan para siswa dari A hingga Z? Mungkin, banyak pertanyaan yang tidak terjawab karena waktu yang terbatas dan pembelajaran yang terbatas. Kurikulum yang fleksibel akan menjamin bahwa para siswa mendapat paparan ekstra luas dan mendalam melalui pembelajaran yang dirancang oleh guru melalui sesi (waku belajar) yang tidak terikat oleh konsep teoretis. Sehingga, kelas suatu mata pelajaran, tidak terbatas hanya pada ruang dan waktu yang terbatas itu. Akhirnya, kelas yang diciptakan oleh guru mata pelajaran atau guru kelas akan menjadi "Laboratorium Pembelajaran". Kondisi ini akan memberikan pelayanan maksimal berupa brainstorming alami dan memenuhi minat belajar topik tertentu dari siswa. Jadi, peran guru dalam hal ini tidak secara sengaja mengatur kelas sebagaimana yang terjadi saat ini, namun peran guru lebih kepada menyediakan umpan berupa pra-kondisi sekaligus peluang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk memenuhi rasa keingin-tahuan mereka yang sangat tinggi melalui plot-plot kunci yang disediakan oleh guru. Sehingga "rasa penasaran" peserta didik dijawab sendiri oleh peserta didik akibat "Menu Katalisator" yang disediakan oleh guru.Â
2. Kurikulum Yang mampu menghubungkan Kepentingan Jangka Panjang Peserta Didik
Kurikulum yang fleksibel lebih mengutamakan kebutuhan siswa daripada apa yang perlu diajarkan oleh kurikulum. Inklusivitas semua mata pelajaran yang banyak diperdebatkan saat ini dan penekanan yang sama (melalui kurikulum), memicu kebutuhan kurikulum yang fleksibel di madrasah. Fleksibilitas kurikulum akan menyelaraskan fokus pada mata pelajaran yang memenuhi minat dan bakat peserta didik dalam jangka panjang dibanding "memaksakan kurikulum" secara seragam untuk semua siswa yang berbeda kebutuhannya. Kurikulum yang fleksibel akan memberikan kepada siswa bagaimana prinsip-prinsip dalam nahwu dan sharaf dapat menjelaskan kepada siswa kelas awal (pemula) bagaimana prinsip-prinsip dalam mata pelajaran bahasa Arab sangat membantu peserta didik untuk mengetahui fungsi tarkib yang fasih dan interaksi setiap tarkib dalam Ta'bir Kitabi maupun  Ta'bir Lisani. Demikian pula, seorang peserta didik  yang tertarik pada pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) tidak perlu mempelajari panjang dan lebar Hukum Archimedes, tetapi cukup fokus dan harus mengetahui dengan baik sejarah misi kenabian Muhammad SAW dan tonggak bersejarah serta perkembangan Islam di belahan bumi Arab dan Non Arab.
3. Kurikulum yang Mengembangkan Keterampilan Terintegrasi
Kurikulum madrasah selama ini dinilai belum mengintegrasikan secara holistik semua kompetensi melalui sejumlah mata pelajaran. Karena keterlibatan mata pelajaran yang terpisah dan bukan integrasi holistik dari mata pelajaran inilah yang diduga menjadi penyebab "kaku"nya kurikulum untuk mengembangkan semua potensi peserta didik. Misalnya, untuk mempelajari Tata Bahasa Arab serta untuk membangun keterampilan kosa kata, daripada mendedikasikan lembar kerja secara terpisah atau sesi terpisah, peserta didik dapat dikembangkan kompetensinya melalui mata pelajaran Fikih, SKI, Akidah Akhlak, Qur'an Hadits dan lainnya. Misalnya, siswa dapat diminta untuk menulis seluruh konsep Pidato berbahasa Arab dengan tema Akhlak Karimah dalam Bermoderasi Agama di komputer mereka, kemudian peserta didik diminta untuk presentasi di hadapan peserta didik yang lain. Kegiatan ini akan memadukan keterampilan lunak (soft skill), keterampilan komputer, penguasaan kosa kata, dan keterampilan komunikasi tertulis dan lisan dengan konsep dasar pembelajaran dalam Pendidikan Agama Islam. Inilah diantara strategi agar kurikulum yang fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kemampuan multi-tasking peserta didik di abad ke-21!
4. Kurikulum yang memungkinkan implementasi pendekatan Self-Paced Learning
Â
Pendekatan Self Paced Learning mengintegrasikan materi belajar dengan media pembelajaran yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja secara online. Metode pembelajaran ini cukup dikenal di beberapa belahan dunia, bahkan disebut sebagai pembelajaran yang sangat efektif. Telah banyak kampus di Indonesia yang menggunakan pendekatan pembelajaran Self-Paced Learning ini dan atau bahkan Blended Learning. Di kampus-kampus kita juga telah mengenal pembelajaran hybrid. Pada dasarnya, pembelajaran hybrid dirancang untuk menjaga keseimbangan antara pembelajaran online dan offline, sedangkan pembelajaran campuran (blended learning) dirancang untuk memberikan materi online kepada siswa secara tatap muka virtual untuk melengkapi pengalaman di kelas mereka. Sementara pembelajaran virtual adalah pembelajaran yang berlangsung tanpa menggunakan pertemuan tatap muka (luring), melainkan melalui penggunaan jaringan seperti internet. Formatnya bisa video conference, web based e-learning, atau social media live chat.
Salah satu kelemahan utama dari pemberian pembelajaran selama satu dekade saat ini adalah bahwa para guru melayani setiap siswa dengan umpan informasi yang sama terlepas dari kapasitas yang dikonsumsi para siswa. Akhirnya, pembelajaran menjadi tidak efektif kecuali kita mengajarkan apa yang sudah dipahami siswa daripada apa yang perlu dipelajari siswa. Pembelajaran Self Paced Learning, seperti yang didefinisikan oleh metode kurikulum yang fleksibel, memerlukan pengajaran dan modifikasi sistem pembelajaran untuk memastikan bahwa semua siswa memiliki tingkat pemahaman yang sama di akhir semester. Seorang siswa dengan ketidakmampuan belajar tertentu, misalnya, mungkin membutuhkan lebih banyak waktu untuk memahami konsep yang rumit. Kuncinya adalah mengubah formula tradisional dan 'diterapkan untuk semua', kemudian mengubahnya menjadi sebuah trik jitu meskipun sederhana yang terhubung ke dasar pemahaman siswa agar lebih efektif dan efisien bekerja untuk pembelajar yang memiliki keterlambatan belajar. 'Fleksibilitas' akan membebaskan anak lamban belajar dari kungkungan hafalan dan beban mata pelajaran yang memberatkan mereka.
5. Kurikulum yang menyediakan Transformasi Pedagogi
Â
Sebagian besar institusi pendidikan sekarang beralih ke metode pembelajaran tanpa kertas yang berorientasi pada hasil. Misalnya, untuk meningkatkan keterampilan penelitian, mahasiswa diminta menulis laporan tentang topik tertentu menggunakan internet (media sosial atau web blog), kunjungan langsung ke lapangan, dan pengetahuan praktis yang diperoleh selama proses tersebut. Saat ini Kementerian Agama juga telah menyediakan ebook dan elearning untuk mendorong perubahan mindset mengajar dan pembelajaran di madrasah.
 Daripada terbatas pada bab dalam silabus, ada baiknya mengunjungi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) dan menyaksikan langsung latihan manasik haji dan umroh untuk memahami tatacara haji dan umroh beserta penjelasan hukum dan syarat rukunnya dibanding guru hanya ceramah di atas kursi guru sambil melambai-lambaikan tangan yang berakibat menjenuhkan. Kegiatan Manasik haji juga dapat menjadi solusi alternatif untuk mencapai tujuan pembelajaran materi haji dan umroh. Kegiatan semisal itu tidak melanggar garis besar silabus, namun justru menyulut transformasi pedagogi sekaligus membuat perbedaan yang signifikan untuk hasil belajar peserta didik.
Manfaat Kurikulum yang Fleksibel
Melawan arus konvensional dalam implementasi kurikulum dan menerapkan kurikulum yang fleksibel untuk peserta didik membutuhkan usaha sadar dan terprogram dari kepala madrasah dan para guru. Meskipun ada kekhawatiran akan ketergelinciran peserta didik pada hal-hal negatif akibat sering bersinggungan dengan internet, namun, semua itu bergantung pada manajemen kepala madrasah dan guru dalam mengelola kurikulum. Alasan ini tentu juga tidak boleh menjadi argumentasi atas ketidak-mampuan guru dan kepala madrasah dalam mengeksplorasi semua potensi peserta didik hanya karena adanya kendala pada kelemahan sumber daya guru dan kepala madrasah.  Intinya, bahaya internet bagi pendidikan tidak dapat menjadi alasan bagi madrasah untuk tidak menerapkan kurikulum yang fleksibel di madrasah.
Salah satu manfaat paling signifikan dari kurikulum yang fleksibel adalah menghubungkan pendidikan yang bermakna dengan peserta didik dan menghasilkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan keseluruhan pendidikan di madrasah. Peserta didik tidak lagi memiliki persepsi yang salah sebagai outlier karena keterlambatan mereka dalam menangkap materi pelajaran. Setiap peserta didik akan setara dan percaya diri dengan pembelajaran yang efektif melalui kurikulum yang fleksibel.
Last but not least, orang tua akan semakin yakin tentang kecenderungan alamiah setiap anak mereka terhadap mata pelajaran tertentu dan berupaya keras untuk menyediakan peluang berkembangnya potensi kecerdasan tiap anak melalui kurikulum fleksibel di Madrasah.
Melalui implementasi kurikulum merdeka di madrasah, maka spirit Keputusan Menteri Agama Nomor 347 Tahun 2022 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka Pada Madrasah dapat tercapai secara maksimal. Karena madrasah diharapkan memaknai regulasi tersebut agar setiap madrasah membangun "ruang bakar" pendidikan melalui paradigma pendidikan kritis berupa kurikulum fleksibel bernama"kurikulum merdeka" pada madrasah.
Semangat Membangun Madrasah Hebat, Madrasah Bermartabat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI