Meski angka survei kadang menunjukkan apresiasi, kenyataan di lapangan sering jauh berbeda.
Masyarakat masih menyimpan luka kolektif akibat kasus besar seperti Cicak vs Buaya yang mempertemukan Polri dan KPK dalam konflik terbuka. Tragedi Sambo juga mengguncang kepercayaan publik pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, keluhan soal pungutan liar, pemerasan, hingga diskriminasi pelayanan masih kerap terdengar. Pepatah lama mengatakan, melapor kehilangan kambing ke polisi bisa berakhir kehilangan seekor sapi, karena biaya "tambahan" yang diminta.
Sarkasme publik pun lahir: hanya ada dua polisi yang benar, yakni polisi Hoegeng dan "polisi tidur."
Upaya Reformasi yang Layu di Tengah Jalan
Berbagai upaya reformasi sebenarnya sudah pernah digulirkan. Tilang elektronik diluncurkan untuk menutup celah suap di jalan. Ujian SIM berbasis komputerisasi digadang-gadang agar transparan.
Bahkan ajang penghargaan Hoegeng Award digelar untuk mencari figur teladan.
Tetapi banyak program berhenti di tengah jalan, layu sebelum berkembang. Usaha itu tampak lebih sebagai pencitraan ketimbang pembenahan struktural yang menyentuh akar masalah.
Kompolnas dan Masalah Pengawasan
Di atas kertas, Polri sudah memiliki Kompolnas sebagai pengawas eksternal.
Namun lembaga ini sering dianggap sebagai "macan ompong", hanya bisa memberikan penilaian dan saran tanpa kewenangan untuk menjatuhkan sanksi.