Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengurai Pesan Prabowo Dalam Pidato ke - 80 Sidang Umum PBB

24 September 2025   07:40 Diperbarui: 24 September 2025   07:40 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo Subianto di sidang umum PBB (Kompas)

Momen Bersejarah di Panggung Dunia

Pada 23 September 2025, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto tampil langsung di panggung Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. 

Banyak yang menyebut momen ini sebagai titik balik diplomasi Indonesia, mengingat lebih dari satu dekade tidak ada presiden RI hadir langsung di forum tersebut. 

Kehadiran Prabowo bukan sekadar protokoler, melainkan simbol niat Indonesia untuk kembali memainkan peran strategis dalam percaturan global.

Pesan Keadilan dan Perdamaian

Isi pidatonya sarat dengan pesan penting. Prabowo menggarisbawahi perlunya multilateralisme yang adil, sebuah tatanan internasional yang tidak hanya menguntungkan negara-negara kuat. 

Perdamaian dan kemakmuran, tegasnya, bukanlah hak istimewa, melainkan hak semua bangsa. Dalam konteks konflik Palestina--Israel, ia menegaskan komitmen Indonesia pada solusi dua negara. Palestina harus merdeka, sementara Israel juga berhak atas keamanan. 

Bahkan, ia membuka peluang pengakuan Indonesia terhadap Israel secara kondisional, asalkan Israel terlebih dahulu mengakui kemerdekaan Palestina.

Isu Iklim, Energi Bersih, dan Pangan

Isu perubahan iklim juga mendapat porsi penting. Prabowo menyatakan bahwa ancaman perubahan iklim nyata adanya, dan Indonesia siap berperan dalam transisi energi bersih menuju target net zero emission. 

Di bidang pangan, ia menegaskan pencapaian Indonesia dalam swasembada beras sebagai contoh nyata kemandirian, seraya menyerukan agar negara-negara lain menjadikan ketahanan pangan sebagai bagian integral dari keadilan global. 

Tidak ketinggalan, ia menyoroti pentingnya reformasi PBB. Menurutnya, penggunaan hak veto selama ini menjadi batu sandungan besar dalam pengambilan keputusan yang adil. Reformasi struktur dan fungsi PBB perlu dilakukan agar lebih demokratis dan berpihak kepada seluruh anggota.

Mengapa Hal Ini Ditekankan?

Pertanyaan yang muncul kemudian: mengapa Prabowo menekankan hal-hal tersebut? 

Pertama, tentu saja demi legitimasi diplomatik. Setelah lama absen, hadirnya presiden Indonesia di forum PBB merupakan sinyal bahwa negara ini ingin mengambil peran lebih aktif dalam urusan multilateral. 

Kedua, karena dunia tengah dihadapkan pada berbagai krisis, mulai dari perang berskala regional, kerusakan lingkungan, hingga krisis pangan. Pesannya, "kita harus bertindak sekarang," mencerminkan urgensi yang tidak bisa ditunda.

Di sisi lain, Indonesia secara historis memposisikan diri sebagai jembatan antara dunia berkembang dan maju. Prabowo tampak ingin menegaskan kembali peran itu, terutama di tengah perubahan geopolitik global. 

Namun, pernyataannya mengenai pengakuan Israel secara kondisional memicu reaksi keras di dalam negeri. Ada yang menilai itu sebagai langkah diplomatik berani, ada pula yang menyebutnya kurang hati-hati. 

Dengan menambahkan isu hak veto, perubahan iklim, dan pangan, ia berusaha membangun narasi bahwa Indonesia tidak semata fokus pada isu politik tertentu, tetapi juga menyuarakan agenda struktural yang menyentuh masa depan umat manusia.

Respons Dunia dan Kritik Publik

Respons terhadap pidato ini pun beragam. Banyak pemimpin dunia, termasuk Raja Yordania Abdullah II dan Presiden Brasil Lula da Silva, menyampaikan apresiasi. 

Mereka melihat Prabowo membawa energi baru bagi diplomasi global. DPR melalui BKSAP menilai pidato itu memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional, terutama dalam isu reformasi hak veto.

Namun, kritik tak terhindarkan. Sebagian masyarakat menilai gaya penyampaiannya kurang diplomatis, terutama pada isu Israel. Janji-janji besar di panggung dunia juga sering dipertanyakan: mampukah benar-benar diwujudkan dalam kebijakan nyata? 

Gangguan teknis saat mikrofon mati ketika Prabowo menyampaikan kesiapan Indonesia mengirim pasukan penjaga perdamaian turut mencuri perhatian, membuat pesan yang seharusnya kuat menjadi kurang mengena.

Peluang dan Keterbatasan

Meski demikian, pidato ini membuka peluang besar. Dengan sikap tegas terhadap isu Palestina maupun reformasi PBB, Indonesia berpotensi membangun koalisi dengan negara-negara yang selama ini merasa terpinggirkan. 

Namun, potensi itu tetap dibatasi oleh realitas praktis. Reformasi PBB bukan pekerjaan satu negara, melainkan pertarungan panjang dengan kekuatan besar yang selama ini menikmati status quo. 

Aspirasi besar juga harus berhadapan dengan keterbatasan domestik: anggaran, birokrasi, serta tekanan publik dalam negeri.

Filosofi Diplomasi dan Kemanusiaan

Pidato di PBB ini sejalan dengan filosofi diplomasi yang sering diungkapkan: "Diplomasi adalah seni membiarkan orang lain memiliki apa yang kita inginkan." 

Kata-kata ini menekankan bahwa diplomasi bukan hanya soal retorika, melainkan seni memperjuangkan kepentingan dengan tetap memberi ruang bagi pihak lain. 

Filsuf Cornel West bahkan menyebut, "Justice is what love looks like in public"---keadilan adalah wujud cinta dalam ranah publik. 

Pesan yang dibawa Prabowo pada dasarnya ingin menegakkan keadilan global, agar diplomasi bukan hanya panggung kekuasaan, tetapi juga arena kemanusiaan.

Bung Karno pernah berkata bahwa Indonesia tidak boleh sekadar menjadi penonton, melainkan harus tampil sebagai aktor dalam panggung dunia. 

Kehadiran Prabowo di forum PBB menunjukkan semangat itu. Namun, sebagaimana kata Lao Tzu, "Action speaks louder than words." Pidato sekuat apa pun harus diterjemahkan ke dalam aksi nyata.

Akhir Kata

Pada akhirnya, pidato Prabowo di PBB menyampaikan pesan sederhana namun fundamental: dunia tidak bisa lagi berdiam diri menghadapi ketidakadilan, baik dalam politik, ekologi, maupun pangan. 

Indonesia ingin berdiri bukan hanya sebagai negara yang didengar, tetapi juga sebagai negara yang memberi solusi. 

Tantangannya adalah bagaimana mewujudkan kata-kata di forum global itu menjadi tindakan yang benar-benar berdampak bagi dunia.***MG

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun