"Fiat justitia ruat caelum" --- Hendaknya keadilan ditegakkan walau langit runtuh.
Kalimat bijak dari filsuf Latin ini sering dikutip untuk menegaskan pentingnya prinsip hukum dan keadilan yang tak bisa diganggu gugat oleh kekuasaan. Namun, bagaimana jika langit itu tak runtuh, justru berganti warna karena putusan hukum yang diintervensi oleh kekuasaan itu sendiri?Â
Itulah pertanyaan besar yang mengemuka setelah Mahfud MD, tokoh yang dikenal sebagai guru besar hukum tata negara dan mantan Menkopolhukam, memuji langkah Presiden Prabowo Subianto dalam memberikan abolisi dan amnesti kepada Thomas Lembong dan Hasto Kristiyanto.
Mahfud menyebut langkah Prabowo sebagai "tepat secara hukum", dengan argumentasi bahwa "pengadilan terhadap keduanya sarat muatan politik". Sebuah klaim yang tidak hanya menyentuh jantung polemik hukum di Indonesia saat ini, tetapi juga menantang logika hukum yang seharusnya dijaga ketat oleh para ahli seperti Mahfud sendiri.
---
Apa Itu Abolisi dan Amnesti?
Secara sederhana, abolisi adalah penghapusan proses hukum terhadap seseorang atas tindak pidana tertentu, bahkan sebelum putusan dijatuhkan. Sedangkan amnesti adalah pengampunan yang diberikan negara terhadap suatu perbuatan pidana, yang berlaku umum (massal) atau individual, dan bisa diberikan kepada seseorang yang sudah divonis.
Keduanya merupakan hak prerogatif presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945. Namun, bukan berarti hak tersebut dapat digunakan semaunya. Dalam praktik kenegaraan, amnesti dan abolisi tidak diberikan tanpa proses.Â
Harus ada permintaan resmi dari pihak bersangkutan, pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung, serta persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Prosesnya rumit, dan syaratnya tidak sembarangan. Maka muncul pertanyaan penting: Apakah Lembong dan Hasto pernah mengajukan permohonan itu?
---
Janggal Sejak Awal
1. Putusan Belum Inkracht Baik Thomas Lembong maupun Hasto Kristiyanto belum menjalani proses hukum hingga tuntas. Putusan pengadilan terhadap mereka belum inkracht (berkekuatan hukum tetap). Dalam konteks ini, keputusan untuk memberikan abolisi atau amnesti menjadi sangat janggal. Karena bagaimana mungkin seseorang dianggap layak "diampuni" atau "dihentikan prosesnya" jika belum jelas apakah ia bersalah atau tidak?
2. Tidak Ada Pengajuan Resmi Sampai artikel ini ditulis, belum ada dokumen resmi atau pernyataan dari Lembong maupun Hasto yang menyatakan bahwa mereka mengajukan permohonan abolisi atau amnesti. Artinya, keputusan Prabowo muncul begitu saja---top-down---bukan atas permintaan pribadi ataupun mekanisme hukum yang seharusnya dilalui.
3. Pengabaian Terhadap Proses Hukum Dengan mengintervensi jalannya hukum, Prabowo telah memberikan preseden berbahaya bahwa pengadilan bisa dikesampingkan jika kekuasaan menganggap proses itu "tidak adil" tanpa melalui uji formil.
---
Mahfud dan Dilema Etika Hukum
Mahfud MD bukan orang biasa. Ia adalah profesor hukum, mantan Ketua MK, dan pernah menjadi Menkopolhukam. Namun, posisinya juga tidak steril dari interseksi politik, terlebih karena dirinya adalah mantan cawapres dari PDIP yang kini menjadi partai tempat bernaung Hasto Kristiyanto. Maka ketika Mahfud menyatakan bahwa "pengadilan itu sarat politik", kita tidak bisa menutup mata bahwa pendapatnya pun tidak bisa sepenuhnya dikatakan netral.
Apakah Mahfud hendak mengatakan bahwa sistem hukum Indonesia begitu rusak, hingga seorang presiden harus turun tangan menyelamatkan para terdakwa yang kebetulan berasal dari partainya? Jika iya, pernyataan tersebut justru menjadi tamparan keras terhadap integritas sistem hukum yang selama ini ia bela, termasuk saat ia menjabat.
---
Benarkah Ini Demi Keadilan?
Prabowo menyebut dirinya ingin "membela keadilan". Tapi pertanyaan filosofis yang harus kita renungkan: keadilan untuk siapa? Jika keadilan hanya berlaku untuk elite politik yang kebetulan berada di lingkaran kekuasaan, maka kita tidak sedang berbicara soal negara hukum, tetapi negara patronase.
Publik tidak lupa bahwa Prabowo adalah lawan politik Lembong dan Hasto di masa lalu, dan kini malah memberikan pengampunan. Sebuah paradoks yang sulit dijelaskan, kecuali jika kita memahami bahwa politik rekonsiliasi dan kompromi elite kerap menihilkan hukum sebagai penyeimbang kekuasaan.
---
Apa Dampaknya bagi Penegakan Hukum?
Kita sedang menghadapi situasi di mana hukum dijalankan seperti permainan catur, bukan sebagai sistem nilai yang adil dan tegas. Ketika presiden dapat menghentikan proses hukum hanya dengan klaim "politik", ketika pakar hukum ikut menyetujui tindakan ini tanpa mengkritisi prosedurnya, dan ketika tokoh-tokoh yang seharusnya menjadi teladan integritas justru sibuk membela kolega politik, maka rakyat akan bertanya:
Untuk siapa hukum itu ditegakkan?
Kita tidak sedang anti terhadap rekonsiliasi politik. Tapi kita anti terhadap rekonsiliasi yang mengorbankan supremasi hukum, dan pengampunan tanpa kejujuran.
---
Akhir Kata: Filosofi, Harapan, dan Teguran
"The law is reason free from passion." -- Aristoteles
Tapi di negeri ini, tampaknya hukum justru dipenuhi oleh nafsu kekuasaan dan kompromi politik. Saat pemimpin tertinggi negara, didukung oleh pakar hukum, justru menumpulkan proses hukum demi alasan yang tidak transparan, maka kita perlu waspada: masa depan pemberantasan korupsi tidak lagi bergantung pada aturan, tapi pada selera penguasa.
Jika Mahfud MD saja sudah kehilangan kepekaan terhadap etika hukum, maka rakyat hanya bisa berharap pada satu hal: kesadaran kolektif bahwa demokrasi bukan soal menang atau kalah, tapi soal menjaga keadilan tetap hidup meski langit hendak runtuh.
---
Daftar Referensi dan Data Tambahan:
Pasal 14 UUD 1945 tentang Abolisi dan Amnesti
Putusan MA dan informasi status hukum Lembong dan Hasto (per Agustus 2025)
Pernyataan Mahfud MD dalam berbagai media (CNN, Kompas, Tempo)
Wawancara dan siaran pers Presiden Prabowo (Sekretariat Negara)
Catatan ICW dan YLBHI tentang ancaman terhadap independensi peradilan (2023--2025)
---
Catatan: Artikel ini ditulis dengan semangat menjaga integritas hukum dan keadilan di tengah derasnya gelombang kompromi politik elite.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI