Beberapa ahli psikologi sosial menilai fenomena ini muncul karena rasa haus validasi.
Media sosial membentuk budaya di mana penderitaan dianggap keren --- semakin "rusak", semakin "relatable".
Kerapuhan emosional kini dijadikan alat untuk menarik simpati, bukan untuk disembuhkan.
Selain itu, ada juga mekanisme pertahanan diri.
Mengaku memiliki gangguan mental bisa menjadi cara untuk mengalihkan tanggung jawab.
Seseorang bisa berkata, "Aku begini karena trauma," agar perilaku negatifnya dimaklumi. Padahal, tanpa diagnosis medis, klaim itu hanyalah asumsi pribadi yang bisa menyesatkan
---
Ciri-Ciri Klaim Isu Mental yang Diragukan
Berikut beberapa tanda yang bisa membedakan antara pengakuan autentik dengan pencitraan:
1. Tidak konsisten. Hari ini merasa "depresi", besok tertawa-tawa di konten berikutnya.
2. Menggunakan istilah medis tanpa pemahaman. Misalnya, menyebut diri bipolar hanya karena sering berubah suasana hati.