Mohon tunggu...
Mario F. Cole Putra
Mario F. Cole Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Siapa-siapa

Orang yang Biasa-biasa Saja

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tawaran Tumpangan dari Seorang Sederhana

9 Mei 2022   09:11 Diperbarui: 9 Mei 2022   09:25 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: yudibatang.com

Pagi ini (Senin, 9 Mei 2022), saya berjalan menuju kampus. Jarak rumah tempat saya tinggal dengan tempat saya mengenyam pendidikan tidaklah jauh. Kalau berjalan kaki dengan santai, bisa memakan waktu hanya 15 menit. Jika berjalan agak cepat, bisa memakan waktu 10 menit. Seperti biasa, setiap pagi saya berjalan kaki menuju kampus.

Saya keluar dari rumah pukul 06.55. Saya keluar lebih awal agar saya bisa berjalan dengan santai. Mula-mula saya mengambil earphone, lalu mencolokkannya ke handphone. Ini adalah kebiasaan kalau saya berjalan sendiri, dengan maksud supaya menikmati perjalanan dengan lagu-lagu kesukaan.

Tidak lupa dengan masker saya angkut dari box. Masker ini tidak hanya dipakai untuk menghindari diri dari kejaran virus corona, tetapi sudah memuat fungsi lain, yakni menghindari hidung dari debu tanah putih dan asap knalpot yang bertebaran selama dalam menuju kampus.

Tidak lama setelah keluar dari rumah, seperti biasa, saya menyapa beberapa pedagang sayur. Ucapan "selamat pagi" adalah kata-kata yang sapaan harian. Tidak hanya saya yang mengucapkan kata-kata itu, para pedagang sayur pun juga mengucapkan kata-kata yang sama.

Setelah itu, saya meneruskan perjalanan menuju kampus. Telinga saya masih meikmati lagu-lagu kesukaan.  Kendati banyaknya kendaraan yang lalu lalang melintasi Jl. Claret yang didominasi jalan tanah putih dan berlubang, saya tetap menikmati perjalanan pagi. Saya berusaha untuk tidak terpengaruh dengan jalan yang rusak dan arus padat lancar kendaraan.

Hingga tibalah saya pada cabang jalan besar. Saya baru beberapa langkah dari cabang, tiba-tiba seorang pria menggunakan sepeda motor berhenti di depan saya. Saat itu, saya baru saja menikmati salah satu lagu kesukaan saya, yakni Dear God dari Avenged Sevenfold. Pria paru baya ini terlihat sangat sederhana.

Ketika dia menawarkan tumpangan, terlintas pikiran bahwa orang ini adalah orang baik. Bagi saya, suaranya mewakili kepribadiannya.

"Pi di atas ko?", tanya bapak itu.

"Iya bapa", jawab saya.

Segera setelah itu, dia langsung menyuruh saya naik motor dan duduk di belakang dia. Dengan segera saya lalu melepaskan earphone dari telinga saya.

Selain menampakan diri sebagai seorang yang sederhana, motornya juga sederhana. Tampaknya motor yang dipakainya itu sudah punya jam terbang tinggi dalam hal pelayanan terhadap pemiliknya. Motor itu tampak tidak dipakai untuk bergaya-gayaan demi menaikan status sosial. Lebih dari sekadar itu, motor tersebut dipakai untuk menyambung hidup.

"Bapa mau pi mana?", saya mencoba membuka percakapan di atas motor dan mencoba untuk mengakrabkan diri dengan pria yang menawarkan bantuan tanpa pamrih itu.

"Mau pi pasar. Pasar Oeba", demikian jawabannya singkat tetapi menjawab apa yang saya tanyakan.

"Pi jual ko bapa?", saya mencoba menerka karena tujuannya adalah pasar.

"Iya. Saya mau ke sana. Setiap pagi saya harus ke pasar", jawab bapak itu.

Hanya itu saja percakapan yang bisa terjadi di atas motor. Saya bukannya tidak ingin bicara lebih lebar dengan bapak penawar tumpangan ini, melainkan karena memang kampus sudah dekat. Sebab ketika saya berjalan kaki, kampus sudah sangat dekat. Tapi, tumpangan itu sangat lumayan karena kendati kampus sudah dekat, jalan yang saya lalui adalah mendaki. Jadi, dengan senang hati saya menerima tumpangan itu.

"Saya turun di sini bapa", kata saya sambil menunjuk gerbang kampus.

"Ooo, turun di sini ko? Saya pikir kampus masih di atas lagi", katanya dengan nada yang agak terkejut karena barangkali dia tidak tahu letak kampus tempat saya kuliah.

"Iya bapa. Di dalam dini ada kampus juga. Baik bapa, terima kasih banyak. Hati-hati".

Itulah kata-kata terakhir yang saya bisa ucapkan lewat mulut. Tetapi dalam hati, saya mengatakan "Tuhan memberkati bapak" karena kebaikan hati yang bapak itu tawarkan kepada saya. Sebuah bantuan yang tanpa pamrih.

Memang sejak awal keluar dari rumah, saya berharap agar ada yang mau menawarkan tumpangan. Dari sekian banyak kendaraan yang lalu lalang, bapak yang tidak diketahui namanya ini mau menarkan bantuan. Ada banyak kendaraan yang lewat tanpa penumpang, tetapi dilewati begitu saja. 

Tapi bapak ini mau menawarkan bantuan untuk saya. Seorang yang sangat sederhana mau membantu saya. Betapa saya sangat bersyukur karena ada seorang yang sederhana mau membantu saya.

Saya yakin bahwa rahmat Allah bekerja untuk saya di pagi ini. Dan semoga rahmat Allah bekerja atas bapak itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun