Mohon tunggu...
Albertus Romario
Albertus Romario Mohon Tunggu... Seniman - PENULIS

Deo Gratias

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Biduk Pelayaran Cinta

26 Oktober 2021   16:27 Diperbarui: 26 Oktober 2021   16:33 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Tak sempat terurai dalam imajinasi, biduk yang kami tumpangi dan nahkodai bersama lantas kandas, meskipun laut terlihat tenang. Dalam sekejap, biduk itu pun menjadi oleng tak terkendali hingga tenggelam dan hilang dari hamparan lautan luas. Meskipun dari kejauhan lampu mercusuar telah nampak. 

Pertanda tak butuh jarak yang panjang dan waktu yang lama untuk sampai pada pelabuhan terakhir. Kami akan menjadi satu selamanya. Kami tak mungkin akan berlayar kembali, karena hati kami telah menetap dan berdiam di bawah satu atap cinta yang telah mendapatkan restu dari sang Ilahi.

Itu terjadi bukan atas dasar terpaan angin yang menghardik, bukan pula oleh hantaman ombak, bukan pula oleh dinding-dinding badan biduk yang lapuk atau bocor apalagi karena kami salah memilih bahan dalam merancangnya.

Nyatanya, kami telah membuat dan membangun biduk kasih pelayaran itu dengan curahan cinta dan harapan yang bersampulkan doa-doa ketulusan. Susah-senangnya telah kami lalui bersama. Namun, tampaknya daya fenomenomogis muncul yang menyatakan bahwa kami memang tak diizinkan untuk terus bersama.

Kini, aku hanya sendirian saja. Tak mungkin aku meneruskan pelayaran kembali tanpa kehadiannya di sampingku.

Namun waktu berlalu, bulan dan tahun berganti pergi. Perasaan-perasaan yang telah tumbuh telah menjadi setapak kecil yang telah menghantarnya pergi ke pelabuhan tak bernama, hingga berlabuh kemudian tenggelam lalu hilang.

Untuk saat ini, hasratku ingin kembali berubah wujud menjadi seorang gadis kecil dengan telapak kaki yang mudah terobati daripada rasa sakit yang mengiris hati yang susah sekali disembuhkan.

Hari-hariku tak seindah langit sedu yang menampung rasa pilunya dengan barisan gemawan, kemudian jatuh berderaikan air mata. Aku hanya ingin berlari sejauh mungkin untuk menghapus semua jejal rasa sakit di hatiku.

Pedih...

Perih...

Kecewa...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun