Mohon tunggu...
S. Marindra
S. Marindra Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pendidik dan Pegiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jauhkan Anak-Anak Anda dari Komentar 'Debat Capres'

19 Februari 2019   17:52 Diperbarui: 19 Februari 2019   19:09 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti yang sedang ramai di negeri kita, debat capres menjadi bahan warganet untuk mengomentari kedua pasangan calon. Alih-alih memberi pendidikan, malah sebaliknya yang ditampilkan. Barangkali memang sebaiknya anda menjauhkan anak-anak dari postingan demikian.

Barangkali banyak dari kita sangat menyayangkan beberapa kawan yang sebelumnya memandang positif segala sesuatu, akhir-akhir ini malah berbalik memandang salah satu pasangan selalu dari sudut paling negatif.

Sekarang pertanyaannya adalah siapakah kira-kira dari kita yang paling benar?

Pertama, pendukung kedua paslon sama-sama merasa lebih religius dibandingkan yang lain, didukung ulama-ulama terkenal, paling mengerti agama, dan paling berpihak ke agamanya. tapi bisakah anda menjamin kebenaran tentang siapa yang lebih alim?

Kedua, bahwa pasangan yang satu mengedepankan pengalamannya, paslon yang kedua menjagokan strateginya. Lalu pertanyaannya lagi, jika pun bagus atau tidak, apakah anda bisa menjamin bahwa paslon petahana bisa mempertahankannya atau anda bisa menjamin tidak bisa memperbaikinya? Lalu strategi penantang, bisakah anda menjamin pula bahwa mereka bisa melaksanakannya atau tidak? Bahwa kita tidak berbicara di ranah masa depan, baiklah. Sekarang kita bicarakan saja visi misi mana yang paling mujarab. Tapi barangkali klaim bahwa jagoanmu yang paling ampuh, tak ada yang pasti bukan?

Selanjutnya, para pendukung kedua paslon begitu banyak yang lebih suka menebar kebencian. Lewat status, lewat meme, lewat video dan semua akses yang mereka punyai di medsos. Lebih parah lagi jika mereka menyebarkan sesuatu yang belum pasti kebenarannya sehingga membuat persepsi beragam di tengah masyarakat. Hal tersebut bahkan dilakukan pula oleh sosok yang selama ini dikagumi. Mereka ikut pula membagikannya, ikut pula membuat hal serupa. Lalu siapa lagi yang harus jadi penyeimbang?

Tentang hoax, barangkali anda tak terima jika paslon dukungan anda disebut melakukan hal memalukan itu. Tapi cobalah kita membuka mata, siapa dari mereka yang tak pernah keliru dalam ucapan atau tindakannya? Anda mungkin berdalih lagi bahwa paslon dukungan anda melakukannya lebih sedikit. Wow, sungguh pemakluman yang luar biasa. Lebih sedikit bukan berarti tidak pernah. Lalu apakah itu lantas membuat anda, para pendukung, pantas mencacimaki?

Bahwa kita berhak punya pilihan masing-masing, itu benar. Tapi anda sama sekali tidak punya hak menjadi tuhan bagi orang lain.

Untuk itulah, bila anda memang menyayangi anak anda dan benar-benar peduli pendidikannya, barangkali anda dituntut berbohong untuk saat ini. Bahwa komentar-komentar yang berupa cacian, makian, sumpah serapah, suka memastikan, merasa paling benar, dan postingan semacamnya hanyalah gurauan warganet yang mencoba menghibur teman-temannya. Sebab bila anda berkata jujur, kemungkinan sikap-sikap luhur yang dididikkan di rumah dan di sekolahnya selama ini bisa luruh begitu saja.

Ah, boleh jadi pula kekurangajaran siswa yang akhir-akhir ini ramai diberitakan dan dihujat adalah bentuk ejawantah dari postingan kasar yang selama ini kita berikan di media sosial.

Saya hanya berharap paragraf terakhir di atas semoga tak dibaca oleh Bang Syafawi. Dia sudah pasti akan berteriak "Sok tau, Lu!" dan jawabanku, "Memang. Saya sedang berusaha sok tau, Bang! Maafkanlah diriku yang tak bisa membuat syair untuk petang yang mendung ini,"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun