Mohon tunggu...
Mariemon Simon Setiawan
Mariemon Simon Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Silentio Stampa!

Orang Maumere yang suka makan, sastra, musik, dan sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu yang Disembunyikan

28 Mei 2021   11:32 Diperbarui: 28 Mei 2021   11:35 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Wallpapercave)

Maya bangun dari tempat duduk, lalu membuka jendela ruangannya. Ia berdiri di sana, menatap jauh ke luar jendela. Angin yang berhembus pelan seakan berebut masuk, meniup anak-anak rambutnya, dan mengeringkan titik-titik keringat di dahinya. Ivan pun bangun, lalu berdiri di belakang Maya. Ia terkagum melihat sosok sahabatnya itu, rambut panjang dengan kulit kecoklatan yang makin bersinar ketika terkena cahaya matahari, dan dua lesung pipi yang selalu timbul ketika tersenyum; itu satu-satunya wajah perempuan yang paling lama melekat di kepalanya (selain ibunya). Maya selalu cantik, bahkan ketika dilihat dari belakang sekalipun.

"May, kau seorang perempuan. Kecantikan dan manis sikapmu sanggup menghadirkan rindu dari banyak laki-laki di luar sana. Bagaimana perasaanmu jika kau dirindukan oleh seseorang yang sama sekali tidak kau rindukan?"

"Jangan kau alihkan pembicaraan kita, Van. Lihatlah ke bawah, dan amati bayanganmu sendiri. Kau tahu, bayangan tidak akan pernah hilang selama ada cahaya, ia bahkan mengikutimu di mana pun kau berada, ke mana pun kau pergi. Bayangan tidak pernah ada dalam gelap. Jika kau ingin melenyapkan bayangan itu, halaulah cahayanya. Atau matikan cahaya itu."

"Tidak ada pilihan lain? Ayolah, May. Bantu aku membunuh semua rindu yang tak terbalas itu."

"Kau hanya punya dua pilihan, Van. Lupakan atau luapkan."

"Tapi itu pilihan yang sulit."

"Tergantung, mana yang terbaik untuk kau yang merindukan seseorang yang sama sekali tidak mencintaimu,  bahkan sama sekali tidak merindukanmu."

Ivan terdiam. Apa yang diucapkan Maya barusan memang menusuk. Ia lalu mendekat, membiarkan rambut Maya yang tertiup angin sesekali menyentuh wajahnya.

"Kau terlalu asyik menikmati kesendirian, Van. Makanya, ketika perasaan-perasaan itu muncul, kau kebingungan. Ingin mengungkapkan, tetapi takut hatimu patah. Ingin memendam, tetapi yang kau raih hanya bayang."

Air mata Maya tiba-tiba jatuh, dan ia buru-buru menghapusnya, berharap Ivan tak menyadarinya.

"Jadi, kau bisa sembuhkan penyakitku itu, May?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun