Mohon tunggu...
Maria Kristi
Maria Kristi Mohon Tunggu... Dokter - .

Ibu empat orang anak yang menggunakan Kompasiana untuk belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyoal Pernyataan Pendiri Gerakan Indonesia Tanpa Pacaran

2 Mei 2020   08:03 Diperbarui: 2 Mei 2020   08:12 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokter sehat dot con

Ada yang sudah dengar tentang gerakan Indonesia Tanpa Pacaran? Pastinya sudah ya. Gerakan yang diinisiasi oleh La Ode Munafar pada September 2015 ini mengajak masyarakat Indonesia untuk tidak pacaran.

Ide tentang tidak pacaran sebelum menikah ini sebenarnya bukan ide baru dan tidak monopoli umat muslim. Ingat buku "I Kissed Dating Goodbye"? Buku karangan Joshua Harris ini terbit di tahun 1997 dan ditujukan pada remaja Kristen. Intinya sama: jangan pacaran. Oya, Joshua Harris sendiri akhirnya bercerai dari istrinya di tahun 2019 lalu. Mempraktikkan khotbah sendiri memang sulit, Kawan.

Apakah pacaran itu jelek? Pertanyaan ini sebenarnya memiliki jawaban yang sama dengan pertanyaan "apakah media sosial itu jelek?" Semua kembali lagi ke orangnya. Tergantung pada orangnya.

Apakah media sosial jelek? Ya dan tidak. Media sosial jelek jika digunakan untuk menyebarkan berita palsu, membuat keresahan, mem-bully orang, dan sebagainya. Sebaliknya, media sosial bagus jika digunakan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, memberikan manfaat bagi lingkungan, melakukan kebaikan.

Demikian pula dengan pacaran. Apakah pacaran jelek? Tergantung pada orangnya. La Ode Munafar berkilah bahwa ia mendirikan gerakan Indonesia Tanpa Pacaran karena menerima banyak curahan hati dari remaja yang mengakui masa depannya rusak karena berpacaran. Ya itu kan karena mereka pacarannya di luar batas. Pacaran tapi grepe-grepe, pacaran tapi melakukan hubungan suami istri. Ya rusak lah.

Coba kalau pacaran itu digunakan untuk mengenal pribadi orang yang nantinya akan diajak menikah, atau setidaknya dipertimbangkan untuk diajak menikah. Bagaimana cara dia menghadapi masalah, bagaimana cara dia marah, bagaimana pengaturan keuangannya, bagaimana kebiasaan di keluarganya. Pacaran model ini justru akan mempersiapkan kita masuk ke jenjang pernikahan dengan lebih baik. Sama sekali bukan beli kucing dalam karung.

Ok, jadi melantur. Sebenarnya artikel ini tidak berencana untuk membahas boleh-tidaknya berpacaran atau bagaimana cara pacaran yang sehat. Sama sekali bukan itu.

Sesuai dengan judul, saya menilai bahwa salah satu pernyataan pendiri gerakan Indonesia Tanpa Pacaran itu jahat. Apakah itu? Pernyataan bahwa anak perempuan 12 tahun boleh menikah.

Dalam suatu wawancara dengan media asing, La Ode Munafar menjawab bahwa menurutnya, tidak masalah menikah muda selama sudah baligh dan siap untuk menikah. Sayangnya dia tidak menyebutkan siap dalam hal apa. Siap secara ekonomi kah? Siap secara intelektual kah? Atau hanya sekedar siap membuahi pasangannya?

Dari pernyataan setelahnya bisa dikatakan "siap" yang dimaksud hanya sebatas sudah baligh saja. Sebab ia mengatakan bahwa anak 14 tahun jika sudah baligh dan siap (sekali lagi, siap apa???) Sudah boleh menikah.

Bukan wartawan namanya jika tidak mengejar dengan pertanyaan lain yang tricky. "Anak perempuan biasanya masuk masa puber lebih cepat daripada anak laki-laki. Katakanlah banyak anak perempuan yang puber di usia 12 tahun. Bagaimana pendapat Anda tentang hal itu?" Tentu saja pertanyaannya tidak persis seperti itu, ini kan wartawan asing. Itu adalah pertanyaan yang saya terjemahkan sebisa saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun