Sesampainya di kawasan gerbang perbatasan Indonesia – Malaysia. Kami memutuskan untuk berhenti di sebuah warung kopi. Tanah masih basah saat saya dan Bapak turun dari mobil.
Di depan warung kopi, kami disambut oleh seorang pria. Mungkin sang pemilik warung kopi. “Mau minum apa, Pak?” tanyanya pada Bapak. “Satu kopi, satu teh” jawab Bapak. Saat menunggu minuman, Bapak bercerita panjang lebar tentang Jagoi Babang dan seputar hubungan mutualisme antara masyarakat Indonesia dan Malaysia. Sambil mendengarkan Bapak bercerita, mata saya asyik menelusuri warung kopi ini.
Perhatian pertama saya jatuh pada pria pemilik warung. Selain memiliki logat berbicara yang unik, pria itu memiliki warna rambut yang cukup menarik perhatian saya yaitu perpaduan warna pirang, cokelat dan sedikit kehijauan. Di bagian depan, rambutnya dimode ala - ala cepak sedangkan rambut bagian belakang dibiarkan sedikit gondrong.
Lumayan nih bisa jadi inpirasi mode. Lalu perhatian saya jatuh pada makanan – makanan ringan yang dijual di warung ini. Selain menjual snack - snack Indonesia, warung ini juga menjual snack - snack asal negeri tetangga. Ingin rasanya saya mencicipi snack itu satu per-satu.
Secangkir teh panas sangat cocok dinikmati saat suasana mendung dan dingin seperti ini. Di depan saya, sekitar 20 meter dari tempat saya duduk, tampak gerbang yang menjadi batas antara Indonesia dan Malaysia. Gerbangnya cukup sederhana, bukan gerbang besar nan megah seperti yang saya bayangkan sebelumnya.
Di kanan dan kiri gerbang, saya melihat banyak tentara yang berjaga. “Ayo foto !” ajak Bapak sambil berdiri dari kursinya. Malu - malu, saya ikut berdiri dan mengikuti langkah Bapak.
“Lagi tugas, mas ?” tanya Bapak pada salah seorang tentara. “Iya, Pak” Jawab tentara tersebut sambil tersenyum. Seketika saya memperhatikan para tentara tersebut. Sebagian besar dari mereka menggunakan perpaduan celana army dan baju kaos.
Sebagian kecil menggunakan seragam tentara lengkap. Saat saya dan Bapak mendekati mereka, mereka tersenyum dan menyambut kami. Ramah sekali. Unexpected..
Saya pikir, tentara penjaga perbatasan akan menggunakan pakaian tentara lengkap dengan senjata, menggunakan loreng - loreng pada wajah dan memiliki watak yang mudah marah. Seperti di film-film. Ahhh lagi – lagi saya menjadi korban film.
Setelah beberapa waktu bercakap – cakap dengan para tentara, saya dan Bapak kembali ke warung kopi. Langit menurunkan hujannya lagi. Untunglah warung kopi ini cukup luas sehingga dapat melindungi kami beserta pelanggan lainnya dari hujan.