Whatever was that, saya tetap setuju untuk tidak mengurangi nilai-nilai perjuangan para pahlawan! Tidak ada yang salah juga dengan curi-curi kesempatan proklamasi itu, itu adalah strategi jitu sehingga tak perlu malu untuk mengakui apalagi tersinggung. Dan sang Proklamator bersama tokoh-tokoh kemerdekaan lainnya tetaplah para pejuang yang hebat dan cerdas!
Saat ini Indonesia telah memiliki kedaulatan bernama resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia, lalu apakah tujuan para pahlawan sudah tercapai? Apakah kita lupa dengan tujuan tertinggi mereka sehingga kita terlalu stagnant pada capaian mereka? Sepertinya kita sudah tahu kokkalau saat ini kita tetap harus berjuang untuk lebih dan lebih sejahtera, untuk itulah negeri ini terus berbenah.
Namun akibat sedikit kesalah-kaprahan dalam memahami perjuangan para pahlawan tadi, kita jadi terlalu takut untuk mengoreksi apa yang telah mereka wariskan. Seakan mereka mewariskan pusaka dengan seperangkat syarat dan pantangan yang berlaku selamanya, tak ada yang boleh melanggarnya. Seolah jika Indonesia tidak lagi Indonesia maka rakyatnya pasti terkutuk pasti tidak sejahtera, seolah jika satu pulau melepaskan diri maka penghuninya akan sekumpulan orang-orang penghianat yang tidak tahu diuntung, seolah jika sebuah provinsi ingin menjadi negara sendiri, maka cita-cita pendiri bangsa ini sudah otomatis musnah. Padahal jika kita mau berpikir jernih, keluar dari belenggu doktrin dan fanatisme, tentu kita lebih mengedepankan asas pengertian terhadap mereka yang merasa dirugikan ketimbang meninggikan ego untuk HANYA berbangga menjadi negara yang blah blah blah itu.
Mempertahankan ketidaksejahteraan dengan alibi menghargai jasa para pahlawan inilah yang justru menciderai perjuangan luhur mereka! Mereka tidak berjuang untuk menjadi beban moral di masa mendatang! Mereka berjuang agar dapat hidup lebih baik, bukan untuk memaksa seluruh rakyat Sabang - Merauke terikat selamanya di bawah satu nama Indonesia!
Jika di kemudian hari Indonesia tak lagi mampu menjamin kesejahteraan, saya yakin mereka membebaskan kita untuk mencari dan menentukan masa depan sendiri.
Well, jika kita konsisten dengan tujuan ketimbang warisan, maka tidak perlu lagi ada phobia akan perubahan. Jika kita konsisten pada tujuan para pendahulu yaitu hidup sejahtera, maka warisan mereka berupa Indonesia bukanlah sebidang lahan padi yang selamanya harus ditanami padi.
Lalu bagaimana dengan Sumpah Pemuda? Bukankah jika sudah bersumpah maka selamanya harus dipegang? Jika tidak maka...
Tuhan maha tahu. Dia tahu bahwa sumpah pemuda tak seharusnya dijadikan jebakan batmandari generasi ke generasi. Paling tidak biarlah seorang anak tumbuh dewasa dan bisa mengambil keputusan barulah dia menyatakan sumpah-sumpah dalam hidupnya. Lagipula, ada kalanya sumpah seseorang terpaksa tidak bisa ditepati manakala keadaan tidak lagi sesuai harapan, dan Tuhan mengerti itu. Lagipula, berapa banyak sih pemuda yang bersungguh-sungguh dengan sumpah ini? Jadi?
Kembali ke laptop!
Apakah anda tidak rela melihat rakyat Aceh bersujud syukur karena cita-cita mereka untuk memiliki negeri yang Islami tercapai? Atau anda risih melihat warga Yogyakarta dapat bebas melakukan ritual dengan mengenakan pakaian adat yang sedikit terbuka tanpa gunjingan dari oknum-oknum agama tertentu? Anda tidak terima Papua menikmati ladang emasnya sendiri? Anda takut dengan berdirinya negara sekaya Brunei Darussalam namun seluas Kalimantan? Atau mungkin anda kepanasan seandainya melihat Bali menjadi lebih terkenal dari Maldives dan Hawaii?
Mungkin sebagian dari anda akan mengingatkan akan kegagalan Timor Leste pasca keluar dari RI. Secara fair saya setuju itu bisa jadi pertimbangan untuk tetap berhati-hati, namun saya kurang setuju bila itu kemudian menjadi stereotip. Ada persiapan yang sangat kurang dalam pendirian negara tersebut, dan yang lebih buruk: nampaknya menjadi tunggangan politik pihak-pihak tertentu. Dan ironisnya, warga Indonesia lalu mengekspos dan seolah menertawakan kegagalan mereka, alih-alih memberikan dukungan atau bantuan. Itulah tabiat bangsa ini, selalu membenci mantan dan menyukai kegagalan mantan.