Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Artikel Utama

Mengajarkan Kebaikan untuk Mencegah Siklus Kekerasan

3 Desember 2020   06:31 Diperbarui: 7 Februari 2021   17:33 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebaikan intensional untuk menghentikan kekerasan - www.deseret.com

Pengawasan masih perlu dilakukan, apalagi jika anak belum mampu mengendalikan perilakunya sendiri. Hindari tayangan penuh kekerasan, atau yang mendukung kekerasan.

Jika terpaksa melihat, pastikan kita menjelaskan dampaknya dan berdiskusi dengan anak untuk memunculkan pemahaman bahwa kekerasan bukan jalan keluar yang adaptif.

Jika ada pengaruh negatif dari tetangga, teman sebayanya atau tokoh di komunitas yang mempropaganda kekerasan.

Maka, upayakan untuk melawan pengaruh buruk dengan meningkatkan paparan contoh-contoh perilaku baik yang jelas dan konkret. Edukasi anak dan remaja bahwa perilaku baik lebih kuat daripada perilaku kekerasan. 

Ajak berdiskusi, atau membaca buku atau menonton film tentang perilaku welas kasih dan empati. Ajari anak bahwa ia adalah manusia yang berharga, samahalnya orang lain juga adalah manusia yang juga perlu dihargai. Bantu anak mampu berpikir dengan kritis dan melakukan perilaku yang manusiawi. Jika ada akses, ajak anak untuk terlibat menjadi relawan membantu orang lain yang membutuhkan.

Ketika anak telah melakukan tindakan kekerasan, kita pun perlu mengajak anak bicara tentang perilakunya ini agar dia paham apa dampak kekerasan, bahwa hal ini salah, dan bagaimana bertanggungjawab atas tindakannya ini (termasuk menerima penalti/hukuman sebagai konsekuensinya).

Namun, yang lebih penting lagi adalah mengajak anak memiliki empati pada orang yang mengalami penderitaan, agar muncul rasa bersalah yang akan membuatnya kelak berpikir ulang atau tidak mau lagi melakukan kekerasan.

Anak dengan harga diri memadai dan konsep diri positif akan lebih mungkin membantu orang lain dan tidak mau melakukan kekerasan pada orang lain. Sebaliknya, anak dengan harga diri rendah dan konsep diri negatif, lebih mungkin terlibat dalam kekerasan.

Sangat penting membuat anak dan remaja belajar memahami dampak perilakunya pada orang lain. Jika orang peduli pada orang lain, maka kelak, ia tidak mau menyakiti orang lain.

Simpulan

Kekerasan terjadi di sekitar kita. Kekerasan berpotensi mengembangkan siklus kekerasan yang terus-menerus memunculkan korban dan pelaku jika tidak ditangani dengan baik. Sekolah adalah tempat strategis untuk melakukan program pencegahan kekerasan dan perundungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun