Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghalau Stigma dalam Krisis Pandemi Covid-19

28 Mei 2020   20:31 Diperbarui: 28 Mei 2020   21:05 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun kosong (dokumen pribadi)

Saking takutnya pada COVID-19, muncul berbagai perilaku irasional. Bukan hanya menghindari tertular, bahkan ada yang ketika sudah terjangkit malah menyangkal gejalanya dan tidak segera mencari bantuan kesehatan karena tidak mau ketahuan sakit karena virus ini. 

Akibatnya, orang terdampak COVID-19 yang terselubung seperti ini tidak mendapat bantuan pada waktu yang tepat. Ketika sudah parah dan masuk periode krisis, baru pergi ke rumah sakit.

Dampaknya, tingkat kematian pada orang terdampak COVID-19 menjadi tinggi. Bahkan di beberapa tempat, petugas medis pun mulai dijauhi, karena takut mereka akan menularkan COVID-19. 

Dan lebih buruk lagi, mereka yang menyangkal gejalanya beresiko tinggi menyebarluaskan virus kepada banyak orang, jika hidup tidak sesuai protokol isolasi COVID-19.

Hal-hal ini bukanlah disebabkan perasaan takut obyektif, melainkan takut irasional yang disebabkan adanya stigma. Stigma adalah cara pandang negatif atas karakteristik yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Stigma dilahirkan dari perasaan takut atas sesuatu yang dianggap mengancam, atau sesuatu yang asing dan tidak dipahami. 

Dalam interaksi sosial, stigma digunakan untuk membedakan saya dan mereka. Stigma diberikan pada “mereka” atau di luar “saya” dan “kita”; artinya, stigma digunakan sebagai cara memisahkan diri dari hal-hal yang dianggap negatif – yang dianggap hanya ada di luar diri. 

Perhatikanlah, orang yang menggunakan stigma selalu menunjuk keluar dirinya, akan menjauh dan tidak akan melibatkan dirinya, serta tidak mau memahami apa penyebab stigma secara mendalam. Sering, pengguna stigma adalah orang yang tidak mau mempelajari stigma yang digunakannya.

Maka, cara melawan stigma adalah memahami dan berinteraksi. 

Dalam saat krisis pandemi ini, stigma covid-19 artinya adalah perasaan takut yang lahir dari ketidakpahaman atau kekurangpahaman, dan kurangnya “berinteraksi” yang benar dengan virus COVID-19. Akibatnya, muncul pemahaman yang salah dan rasa takut irasional, lalu melahirkan stigma pada orang-orang yang terkait dengan COVID-19. 

Bagaimana cara menghadapinya? 

1. Membuat psikoedukasi tentang apa penyakit yang disebabkan oleh COVID-19 dengan jelas, informasi akurat, benar, serta mudah dipahami oleh siapapun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun