Mohon tunggu...
Merciana
Merciana Mohon Tunggu... Dokter

Dokter. Penulis. Editor. Reviewer. Menghubungkan kesehatan dan humaniora lewat kata-kata yang jernih dan bermakna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Sebuah Desa di Siak, Api Literasi itu Menyala

12 Oktober 2025   07:00 Diperbarui: 11 Oktober 2025   22:32 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harun al Rasyid dan Amriadi-sang ayah(Sumber: Amriadi,Dok)

 

 Luka yang Menjadi Cahaya

Pernah suatu ketika, amplop hadiah Harun hilang di jalan sepulang lomba.
Uang itu seharusnya jadi ongkos hidup. Malam itu, Harun hanya terdiam  di sudut kamar.
Namun keesokan harinya, ia kembali berlatih membaca puisi.
Seolah setiap luka adalah bahan bakar untuk terus berjuang.

Setelah lulus SMA, Harun berharap kuliah lewat jalur prestasi.
Ia sangat berharap, ratusan piagam, medali dan piala itu akan membuka jalan.
Namun, takdir berkata lain---namanya tak tercantum dalam daftar penerima calon mahasiswa melewati jalur prestasi..

"Saya ingin kuliah, bagaimana pun caranya," ujarnya lirih.
Tapi, sang ayah menahannya menjual piala-pialanya.
"Piala itu bukan logam, Nak. Itu saksi perjuanganmu. Kalau rezeki belum datang dari situ, yakinlah Tuhan menyiapkan jalan lain."

Akhirnya, berkat kegigihan dan pinjaman ke sana-sini, Harun bisa kuliah di jurusan IT di Pekanbaru.
Ia tetap mengikuti lomba---cipta puisi, cerpen, film pendek---semuanya demi meringankan beban keluarga dan membantu ayahnya.

 

Dari Pena Menuju Cahaya

Kini Harun menjadi pembimbing literasi anak-anak desa, mengajari mereka menulis dan membaca puisi.
Ia dan ayahnya mendokumentasikan kegiatan mereka di kanal YouTube Harun Al Rasyid dan Amriadi---bukan untuk mencari popularitas, tapi agar lebih banyak anak muda percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari mana saja.

Dari rumah kecil di Desa Sabak Permai, mereka menulis kisah yang jauh lebih besar daripada sekadar prestasi.
Mereka menulis tentang harapan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun