Â
 Luka yang Menjadi Cahaya
Pernah suatu ketika, amplop hadiah Harun hilang di jalan sepulang lomba.
Uang itu seharusnya jadi ongkos hidup. Malam itu, Harun hanya terdiam  di sudut kamar.
Namun keesokan harinya, ia kembali berlatih membaca puisi.
Seolah setiap luka adalah bahan bakar untuk terus berjuang.
Setelah lulus SMA, Harun berharap kuliah lewat jalur prestasi.
Ia sangat berharap, ratusan piagam, medali dan piala itu akan membuka jalan.
Namun, takdir berkata lain---namanya tak tercantum dalam daftar penerima calon mahasiswa melewati jalur prestasi..
"Saya ingin kuliah, bagaimana pun caranya," ujarnya lirih.
Tapi, sang ayah menahannya menjual piala-pialanya.
"Piala itu bukan logam, Nak. Itu saksi perjuanganmu. Kalau rezeki belum datang dari situ, yakinlah Tuhan menyiapkan jalan lain."
Akhirnya, berkat kegigihan dan pinjaman ke sana-sini, Harun bisa kuliah di jurusan IT di Pekanbaru.
Ia tetap mengikuti lomba---cipta puisi, cerpen, film pendek---semuanya demi meringankan beban keluarga dan membantu ayahnya.
Â
Dari Pena Menuju Cahaya
Kini Harun menjadi pembimbing literasi anak-anak desa, mengajari mereka menulis dan membaca puisi.
Ia dan ayahnya mendokumentasikan kegiatan mereka di kanal YouTube Harun Al Rasyid dan Amriadi---bukan untuk mencari popularitas, tapi agar lebih banyak anak muda percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari mana saja.
Dari rumah kecil di Desa Sabak Permai, mereka menulis kisah yang jauh lebih besar daripada sekadar prestasi.
Mereka menulis tentang harapan.
Â