Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bali: Tempat Budaya, Agama, dan Wisata Berpadu, Dijaga Indonesia, Dirusak Wisman

5 Mei 2022   03:24 Diperbarui: 6 Juni 2022   22:11 1971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pura dan Perahu di Tengah Danau/by Oleksandr Pidvalnyi/Sumber :Pexels.com 

Kasus pelecehan terhadap benda-benda suci di Bali merupakan fenomena yang menggambarkan betapa buruknya adab wisatawan yang berkunjung ke sana.

Seperti yang terjadi pada kawasan Pura Babatan dimana seorang wisatawan asing berpose tanpa busana pada pohon yang berada di kawasan Pura tersebut (link berita). Perilaku buruk ini bukan baru terjadi, akan tetapi dari beberapa berita, perbuatan tak patut sudah berulang kali terjadi di kawasan-kawasan suci Umat Hindu Bali.

Kira-kira apa penyebabnya ? Budayakah ? Atau cara pandang mereka yang keliru ? atau mungkinkah sikap "Tamu adalah Raja" yang melatar belakangi sikap semaunya dewe tersebut ?

Namun sebelumnya kita lebih dulu lihat arti penting Budaya dan Agama Hindu Bali serta peranannya terhadap pariwisata di sana.

Ritual Hindu Bali/by Artem Beliaikin/Sumber:Pexels.com 
Ritual Hindu Bali/by Artem Beliaikin/Sumber:Pexels.com 

Budaya dan Agama Hindu Bali

Bali terkenal dengan panorama alam yang indah. Bali punya wilayah gunung yang mana karena usaha pertanian, ukiran terasering dan permadani hijau dari tanaman memanjakan mata setiap pengunjung. Bali punya pantai dimana beberapa lokasi pantai menawarkan wisata surfing bagi penggemar olahraga adrenalin tersebut.

Bali juga punya kampung wisata, dimana ada pertunjukan kesenian gamelan, tarian, kerajinan tangan dan ukiran-ukiran patung yang indah. Bali juga punya tempat nongkrong berupa kafe kecil sampai bar gede dengan berbagai pilihan hiburan.

Jadi, boleh dibilang Bali itu unik dari sisi tempat wisata. Di sisi lain, keunikan Bali juga datang dari seni budayanya. Contoh, penerapan konsep Tri Hita Karana dalam mendirikan tempat ibadah Umat Hindu.

Konsep ini melihat tentang hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan sesama. Dengan konsep ini daharapkan mendatangkan kesejahteraan.

Mengapa budaya (termasuk konsep dan falsafah hidup) penting dalam agama ? Bukan lagi rahasia umum bahwa seni dan budaya Bali tak bisa dilepaskan dari Agama Hindu.

Sebab, pertunjukan seni dan budaya pada awalnya digunakan dalam upacara keagamaan. Dengan kata lain, seni dan budaya ini merupakan ekspresi religius masyarakat Bali.

Sehingga benda, lokasi atau tempat-tempat yang dianggap suci, sangat disakralkan. Tempat, benda, dan lokasi-lokasi tersebut menjadi core dari ritual-ritual keagamaan yang sangat dijaga kesuciannya.

Pelinggih/Sumber : sarinpelinggihbangli.com
Pelinggih/Sumber : sarinpelinggihbangli.com

Dunia Pariwisata dan Budaya Bali

Pariwisata Bali bertumpu pada budayanya, sementara budaya tidak dapat dipisahkan dari agama Hindu Bali.

Di Bali, tari dan drama adalah bagian dari perayaan dan ritual peribadatan yang diselenggarakan secara sakral. Kecak misalnya, diciptakan Wayan Limbak berdasarkan tradisi Sang Hyang dan bagian-bagian kisah Ramayana.

Bali juga memiliki banyak Pura yang bersejarah dan telah berusia ratusan tahun, dirancang dan dibangun dengan menerapkan konsep-konsep kehidupan budaya yang luhur sarat makna dan sangat berarti bagi masyarakat Bali sendiri.

Pariwisata Bali dengan sendirinya dibangun atau berdiri pada budaya yang kuat, sudah teruji, dan tidak kehilangan jati diri.

Wisata pantai juga tak lepas dari kepercayaan masyarakat Bali. Nuansa budaya yang magis religius terlihat di beberapa pantai yang ada.

Laut di pesisir Bali dianggap sakral karena diyakini sebagai tempat penyucian diri yang dikenal dengan istilah Melukat. Sementara untuk wisata alamnya, pada beberapa jalur pendakian misalnya dapat dijumpai tempat pemujaan ditandai dengan pendirian Pelinggih Jero Gede sebagi simbol rasa syukur.

Ada juga tempat lain seperti batu besar, pohon besar dan benda-benda lainnya yang dainggap sakral dan diberikan kain Poleng (kain motif hitam-putih) yang menandakan tempat itu keramat.

Hal inilah yang sudah tentu menarik bagi wisatawan untuk melihat, dan merasakan keindahan, suasana dan kesakralan tempat wisata di Pulau Dewata ini.

Akan tetapi, beberapa wisatawan sering mengalami masalah karena adab mereka sendiri yang merusak kesakralan dan kesucian tempat-tempat wisata yang tergolong suci bagi masyarakat Bali.

Merapikan Banten/by Artem Beliaikin/Sumber: Pexels.com 
Merapikan Banten/by Artem Beliaikin/Sumber: Pexels.com 

Di mana Bumi Di pijak, Di situ Langit Dijunjung !

Pemberlakuan bebas visa karena hubungan diplomatik Indonesia dengan beberapa negara dianggap sebagai penyebab kurang terseleksi dengan baik wisatawan yang masuk ke Indonesia.

Sementara itu dengan terbukanya akses perjalanan wisata, penggunaan aplikasi dan kemajuan teknologi di bidang pariwisata, kelihatannya tidak diimbangi dengan informasi tentang tempat tujuan wisata tersebut.

Maksudnya begini, sebelum wisatawan berkunjung, alangkah baiknya dibekali dengan informasi destinasinya. Jika berkunjung ke Bali ada hal yang do and don't do yang mesti diketahui mereka. Mengapa ?

Penelitian yang dilakukan Tunjungsari (2018) menemukan bahwa wisatawan yang datang ke Bali sebagian besar berusia aktif dan relatif muda dengan lokasi favorit tujuannya adalah wisata alam berupa pantai (Tunjungsari, 2018).

Sementara itu, peneliti lain menemukan bahwa wisatawan yang berusia tua memilih menghabiskan harinya dengan mengunjungi bar atau kafe yang secara fisik tidak memerlukan tenaga yang besar.

Jika dilihat, beberapa wisatawan yang bermasalah, umunya merupakan wisatwan yang tergolong aktif dan relatif muda. Pada usia ini cenderung idealis dan ingin mendapatkan perhatian. Akibatnya, banyak melanggar norma yang ada di masyarakat atau bertindak kriminal

Perilaku wisatawan yang kurang baik juga dilatar belakangi oleh banyak faktor misalnya faktor kesehatan, kehabisan bekal dan uang, pengaruh minuman keras dan konsumsi obat-obatan sampai yang paling anyar eksis di sosial media.

Tapi, kelihantannya melihat peristiwa tak senonoh yang baru terjadi ini, benang merahnya ada pada cara pandangnya yang liberal.

Maksudanya bukan cara berpolitik liberal ya, tapi lebih kepada kebebasan melakukan apa saja yang diinginkan. Mungkin di tempat asalnya pemikiran yang liberal itu sudah mendarah daging, sementara di Indonesia, sekalipun memiliki kebebasan, namun adab, dan norma masih sangat dijunjung tinggi.

Perbedaan latar belakang budaya tersebut bisa menyebabkan beberapa kemungkinan. Diantaranya, wisatawan mengalami culture shock atau pemikiran bebas dari negara asal, digunakan di negara tujuan wisata sehingga menabrak norma yang sudah ada.

Betul, beberapa diantara mereka yang berulah akhirnya dideportasi, diberi hukuman adat dan sebagainya tapi tetap saja tidak dijadikan pelajaran bagi wisatawan lainnya.

Sehingga sangat baik jika informasi destinasi wisata tujuan, harus sejalan dengan penerapan aturan dan sangsi yang tegas agar wisatawan paham betul bahwa Indonesia ini selain punya warga yang ramah, tapi juga punya norma dan aturan yang harus dijunjung.

Referensi :

[1], [2], [3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun