Mohon tunggu...
Yulius Maran
Yulius Maran Mohon Tunggu... Educational Coach

- Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Emosi Pemimpin adalah Atmosfer Sekolah

27 Mei 2025   06:56 Diperbarui: 27 Mei 2025   06:56 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar diambil dari https://www.shutterstock.com/

Asesmen seperti Leadership Style Inventory atau Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) bisa menjadi alat bantu awal untuk mengenali kekhasan diri. Namun lebih penting dari itu adalah umpan balik dari tim dan refleksi harian atas interaksi dengan warga sekolah.

Mengenali gaya kepemimpinan juga membantu dalam membangun tim yang seimbang. Kepala sekolah yang cenderung perfeksionis bisa melengkapi dirinya dengan wakil yang fleksibel. Pemimpin yang penuh ide butuh mitra kerja yang kuat dalam eksekusi.

Menjadi otentik tidak berarti stagnan. Pemimpin yang baik tetap membuka diri untuk memperluas gaya dan pendekatannya sesuai tantangan yang dihadapi. Kepemimpinan yang hidup adalah kepemimpinan yang terus bertransformasi.

Penutup: Pemimpin Sekolah, Penjaga Iklim Emosional Komunitas

Sekolah bukan hanya tempat belajar bagi siswa, tetapi juga cermin dari kesehatan emosional pemimpinnya. Kepala sekolah yang mampu memimpin dirinya sendiri --- dengan kesadaran, empati, dan kendali emosi --- akan menciptakan ruang aman bagi guru dan siswa untuk tumbuh.

Self-leadership dan emotional intelligence bukan wacana elit akademik, tetapi keterampilan sehari-hari yang menentukan arah dan semangat sebuah komunitas pendidikan. Ketika pemimpin hadir secara utuh, ia menjadi pusat gravitasi yang memanusiakan, bukan sekadar mengatur.

Di tengah perubahan kurikulum, tekanan kinerja, dan kecemasan kolektif, sekolah membutuhkan pemimpin yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijak dan lembut hatinya. Pemimpin yang mampu berjalan masuk ke ruang rapat dan membawa kedamaian. Pemimpin yang tahu kapan harus tegas, kapan cukup diam, dan kapan memberi pelukan.

Dan semua itu dimulai bukan dari luar --- tapi dari dalam diri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun