Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

"Sircularity Gap", Tanggung Jawab Barang Masih Berhenti di Titik Penjualan

10 Oktober 2020   00:53 Diperbarui: 3 April 2022   15:27 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Thinkstock)

Selama 150 tahun terakhir, ekonomi-industri kita masih didominasi oleh model produksi dan konsumsi satu arah, di mana barang-barang diproduksi dari bahan mentah, dibuat, dijual, digunakan, dan kemudian dibakar atau dibuang sebagai limbah---ekonomi linier.

Ekonomi linier tak ubahnya seperti "ekonomi koboi", menimbulkan perilaku eksploitatif dan kekerasan. Memunculkan kompetisi manusia dan antar negara yang tidak jarang disertai dengan kekerasan guna merebut minyak bumi serta mineral berharga yang jumlahnya kian terbatas di bumi. 

Di sisi lain, bumi menjadi reservoir dari semua emisi dan polusi barang-barang yang kita gunakan. Barang yang kita konsumsi dengan cara sekali pakai buang.

Populasi dunia dan jejak karbon (footprint)

Dalam laporan Sircularity GAP 2020 disebutkan, saat ini ada 7,6 miliar orang di seluruh dunia dengan 11,3 ton konsumsi per kapita. 

Sebesar 2.010 juta ton limbah padat per tahun hanya di perkotaan saja. Konsumsi energi sebesar 13,1 miliar ton setara minyak per tahun untuk seluruh dunia.

Perumahan dan infrastruktur merupakan kebutuhan yang mewakili jejak pemanfaatan sumber daya alam terbesar dengan jumlah 38,8 miliar ton untuk konstruksi dan pemeliharaan rumah, kantor, jalan, dan infrastruktur lainnya --terutama di negara berkembang. Bahan konstruksi yang digunakan sebesar 28,7 miliar ton di seluruh dunia. 

Ada 30 persen kegiatan agrikultur dari semua jenis pekerjaan di seluruh dunia yang memanfaatkan pupuk dan input pertanian lainya. Baru 10,7 persen limbah didaur ulang, rata-rata di seluruh dunia.

Infografis 7 elemen ekonomi sirkular (Sircularity Gap Report 2020, p.36)
Infografis 7 elemen ekonomi sirkular (Sircularity Gap Report 2020, p.36)

Technical cycle dan biological cycle

Mengoreksi cara produksi liner tersebut, paling tidak ada dua model yang dikembangkan para ahli sejauh ini yakni; technical cycle dan biological cycle.

Grafis oleh Thilbaut Wauttelet, 2018 dalam The Concept of Circular Economy: it Origins and its Evolution
Grafis oleh Thilbaut Wauttelet, 2018 dalam The Concept of Circular Economy: it Origins and its Evolution
Aliran pemikiran technical cycle berpendapat bahwa sistem ekonomi melingkar merupakan prasyarat untuk pemeliharaan keberlanjutan kehidupan manusia di Bumi. 

Aliran material dan energi (disebut metabolisme industri) perlu diatur dan bagaimana ia berinteraksi dengan biosfer. menangani masalah pencemaran dan lingkungan dengan melihat aliran energi dan material dari satu produk dan satu perusahaan.

Jaringan sumber daya dan limbah yang cerdas di mana residu dari satu perusahaan dapat menjadi input dari proses industri lain, sehingga mengurangi penggunaan bahan baku, limbah. dan polusi.

Hambatanya, pendekatan ini belum berjalan ideal. Sinergi antar-perusahaan tidak tercipta secara alami. Oleh karena itu, intervensi regulator dalam hal ini pemerintah diperlukan untuk memfasilitasi implementasi sinergitas antar industri tersebut.

Dalam laporan Circularity Gap 2020 yang dirilis baru-baru ini menyebutkan bahwa ekonomi global hanya 8,6 persen sirkuler turun dari posisi 9,1 persen  dari tahun 2018.

Isi laporan Circularity Gap 2020 antara lain menyebutkan:

Tren negatif secara keseluruhan dapat dijelaskan oleh 3 hal yang mendasarinya: tingkat ekstraksi yang tinggi; penumpukan stok yang sedang berlangsung; serta tingkat pemrosesan dan siklus akhir penggunaan yang rendah. Tren ini tertanam jauh di dalam tradisi "ambil-buat-buang" dari ekonomi linier - masalahnya sudah tertanam. Dengan demikian, prospek untuk menutup kesenjangan sirkularitas tampak suram di bawah tangan buntu bisnis biasa.

Mahzab biological cycle ingin mendesain ulang barang material yang kita gunakan melampaui konsep eko-efisiensi. Pengertian sampah dihapuskan dan fokusnya bergeser dari pengurangan kuantitas untuk dampak negatif ke peningkatan kualitas untuk dampak positif. Sabun misalnya, kalau kita pakai akan memcemari air. 

Aliran tersebut berpikir untuk mencipta ulang produk. Sabun misalnya, bagaimana membuat sabun yang tidak memiliki emisi negatif bagi air---sabun dengan emisi yang positif (tidak justru mencemari) air. 

Di mana kita sekarang?

Kita berada dalam jaringan konsumsi yang tanggung jawab barang dari pihak produsesn masih berhenti di titik penjualan. 

Realistisnya kita bisa bergerak ke technical cycle, yakni mengendalikan aliran energi (material yang terbuang) untuk memperpanjang usia produk. Dengan demikian dapat menghemat penggunaan sumberdaya alam.

Gambar ilustrasi carbon footprint (Sumber: www.tunashijau.id)
Gambar ilustrasi carbon footprint (Sumber: www.tunashijau.id)
Bergerak ke biolocial cycle rasanya masih utopia. Kalau pun hal itu kita adopsi, berarti memformat ulang semua desain barang dan manufakturnya serta menemukan sumber-sumber energi yang terbarukan yang nol emisi.

Masalahnya, memanen sinar matahari, angin, ombak, panas bumi, dan lain sebagainya untuk energi terbarukan masih mahal.

Barangkali itu alasan mengapa negara dan dunia usaha terlambat serta masih sedikit yang berivestasi di energi terbarukan. Menggusur orang agar bisa menyekopi batu bara masih lebih menguntungkan dalam jangka pendek bagi pengusaha.

Industri daur ulang ---kita sebut komunitas 3R (reuse, reduce, recycle) sejatinya masih menyumbang sedikit dalam upaya memperkecil gap menuju ekonomi melingkar atau ekonomi sirkular. 

Inisiatif masyarakat ini yang sebagian besar tumbuh dalam bingkai idealisme menjaga lingkungan dan nilai ekonomi dari sampah. Namun, pemerintah belum hadir seperti yang seharusnya serta dunia usaha (produsen) tidak peduli dengan sampah produknya.

Plastik jenis PP dan HD dari riwayat penggunaan minuman ringan dan kemasan oli motor dan mobil (Dokumentasi Marahalim Siagian)
Plastik jenis PP dan HD dari riwayat penggunaan minuman ringan dan kemasan oli motor dan mobil (Dokumentasi Marahalim Siagian)
Produsen barang belum memiliki sensitifitas terhadap kemasan mereka agar mudah untuk proses daur ulang. 

Pemerintah, alih-alih meregulasi kemasan produk ini, malah hanya menargetkan adanya pengurangan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga sebesar 30 persen yang diterjemahkan oleh pemerintah daerah dalam Jakstrada Persampahan. 

Sudah adakah daerah tingkat dua dan provinsi yang mampu mencapai ini? 

Kalaupun sudah ada, dua atau tiga daerah di Indonesia, sebagian besar daerah tingkat (kabupaten/kota madya dan propinsi) belum sanggup mencapai pengurangan 30 persen sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga melalui fasilitas pemrosesan.

Umumnya masih dengan paradigma lama: sampah diangkut lalu disembunyikan ke ke TPA (tempat pembuangan akhir). Indutri-industri pemrosesan belum didorong agar dapat tumbuh lebih banyak serta mandiri.

Sementara itu, pelaku 3R berkutat soal modal yang kurang, alat dan teknologi yang minim, pengembangan kapasitas yang lambat  dan dalam keadaan itu, mereka berupaya melakukan usaha pendaurulangan sampah yang sebetulnya cukup rumit.

Plastik jenis PET riwayat penggunaan kemasan air minum mineral dan soda (Dokumentasi Marahalim Siagian)
Plastik jenis PET riwayat penggunaan kemasan air minum mineral dan soda (Dokumentasi Marahalim Siagian)
Botol plastik PET ini misalnya, terdiri dari beberapa bagian: tutup, cincin, label, serta botolnya. Plastik labelnya belum ekonomis untuk di daur ulang. 

Cicinya terlalu kecil serta menghabiskan banyak waktu untuk melepaskannya. Tutupnya cukup kecil serta ringan. Memerlukan waktu agar dapat diproses dengan volume yang cukup untuk selanjutnya didaur-ulang.

Satu kemasan produk air minumum saja memiliki hingga 4 komponen yang berbeda dengaan jenis plastik tidak seragam. Hal semacam ini kita mudah temukan dalam eneka kemasan produk yang membuat penanganannya menjadi sulit.

Komunitas 3R, alih-alih tumbuh, membesar serta mandiri, saya khawatir, demi tujuan ekonomi praktis, bisa terjebak dalam lingkaran jual beli sampah; dari pemulung ke pelapak; atau dari nasabah ke bank sampah. 

Melalui rantai yang sangat panjang, barulah sampah yang akan didaur-ulang itu sampai ke industri pengolahan yang industrinya masih berpusat di Pulau Jawa. 

Hal ini juga membuat sampah yang menyebar menjadi tidak ekonomis jika dikirimkan ke industri daur ulang yang berpusat di Pulau Jawa.

Botol jamu, energy drink, hingga bir dan minuman bersoda yang menggunkan kemasan beling/kaca tidak akan ekonomis lagi jika dikirimkan dari luar Pulau Jawa menggunakan kargo ke industri daur ulang yang berpusat di Pulau Jawa. 

Komunitas 3R-bank sampah (Dokumentasi Marahalim Siagian)
Komunitas 3R-bank sampah (Dokumentasi Marahalim Siagian)
Jangan lupa, fakta hari ini bahwa usaha daur ulang sampah sesunguhnya masih bergerak dalam dunia yang "gelap". Mengapa kita sebut gelap? 

Jika virgin plastik seharga 1 hingga 1.5 dollar per kilonya, berapa harga beli indutri daur ulang untuk bahan plastik recycle agar sampah sampah tersebut masih ekonomis bagi pelaku usaha?

Sepertinya kita belum bergerak jauh hingga 10 tahun yang akan datang jika paradigma ekonomi sirkular tidak diadaptasi dalam cara kita berproduksi dan mengkonsumsi barang. 

Regulasi persampahan yang ada memang menyebutkan bahwa sampah didayagunakan untuk sumberdaya (resourches) namun gap antara regulasi dengan implementasinya masih jauh dan pihak produsen belum memiliki sentitifitas lingkungan atas produk mereka, tanggungjawab mereka masih berhenti sampai di titik penjualan***)

Bacaan:

  1. The Sircularity GAP Report 2020, diterbitkan oleh Cycle Economy. Dapat diakses di sini. 
  2. The Concept of Circular Economy: it Origins and its Evolution, Thilbaut Wauttelet, working paper, 2018. Dapat diakses di sini. 
  3. Braungart, M., McDonough, W., and Bollinger, A. 2006. Cradle-to-cradle design: Creating healthy emissions -- a strategy for eco-effective product and system design.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun