Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pesta Makan Madu ala Orang Rimba

24 November 2019   00:30 Diperbarui: 2 April 2022   00:03 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Madu dari pohon Sialang untuk membedakannya dengan madu ternak (Doc. Marahalim Siagian)

"Pancunglah ikuk pancung kepalo
anak sawo mandi berendam
turunlah siku turun segalo
orang menalo rindu dendam"

Seuntai tomboy (pantun) keluar dari mulut seorang pemuda Rimba, namanya Melabatu. Orang Rimba adalah penghuni hutan dataran rendah Sumatera pada percabangan sungai Batang Hari. Kawasan hidup mereka antara lain di Taman Nasional Bukit Duabelas, Propinsi Jambi.

Pemuda itu sudah akil balik, sudah bujang. Ia sedang bersiap memanjat pohon besar yang daun dan rantingnya disarangi lebah penghasil madu. Pohon itu tinggi, sekitar 30-40 meter tingginya. Batang bawahnya besar, perlu empat orang dewasa agar dapat memeluk banirnya.

Menurunkan madu dari pohon Sialang bukan perkara gampang. Biasanya dilakukan orang yang yang sudah terlatih disebut piawang. Ada ratusan ribu atau bahkan jutaan individu lebah bersarang di pohon Sialang. 

Jumlah koloninya antara 30-35, menempel pada dahan serta ranting sebuah pohon Kedundung. Pohon Kedungdung dan pohon jenis lain yang biasa disarangi oleh lebah disebut pohon Sialang.

Lebah Apis dorsata pada dahan pohon Sialang (Doc. Marahalim Siagian)
Lebah Apis dorsata pada dahan pohon Sialang (Doc. Marahalim Siagian)
Memanjat pohon Sialang adalah salah satu cara bagi pemuda Orang Rimba untuk membuktikan diri pada tetua dan rerayo (orang dewasa) serta gadis-gadis yang ikut dalam pesta makan madu. 

Tradisi memanjat pohon Sialang atau nyialong hanya terjadi sekali dalam setahun. Ada kalanya lebih lama, jika hutan sedang meradang karena dilanda musim kemarau. Biasanya bunga-bunga tidak menjadi, sehingga lebah enggan datang dan bersarang.

Nyialong dilakukan di kala bunga-bunga pepohonan di rimba sudah bermekaran. Bunga-bunga pepohonan itu dihinggapi lebar besar Sumatera, Apis dorsata. Apis dorsata mengambil nectar dan pollen dari beratus macam jenis bunga-bungaan di hutan, lebah-lebah pekerja membawanya berkilo-kilo meter, lalu menimbunnya dalam koloni. 

Sarang koloni itu berisi madu yang lezat, sumber protein dari alam yang bisa langsung dimakan. Selain madu, sarang lebah itu mengandung larva dan lilin. Lilin juga bernilai. Sedikit pengolahan dapat dijual kepada pengrajin, mereka membutuhkannya untuk membuat batik tulis. Lilin olahan itu di pasar dikenal dengan nama malam. 

Lilin lebah yang sudah diolah, di kalangan pembatik dikenal dengan 'malam' (Dokpri)
Lilin lebah yang sudah diolah, di kalangan pembatik dikenal dengan 'malam' (Dokpri)
Sebatang pohon Sialang bisa menghasilkan madu murni 100-200 kilo gram, lilinya kira-kira 5 persen dari berat sarang. Nilai pohon Sialang bagi Orang Rimba setara dengan satu nyawa manusia. 

Hukum adat mereka mengaturnya dengan jelas. Sama seperti manusia, jika seseorang luka maka dia harus di pampas, jika mati maka dia harus di bangun. Seloka adat menyebut 'kalau luka di pampas, kalau mati di bangun'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun