Mohon tunggu...
Sukman Umar
Sukman Umar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hoaks Lebih Kejam Dari Pembunuhan

9 November 2017   16:39 Diperbarui: 9 November 2017   18:25 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Anti Hoax Sang Pendidik"

Oleh Sukman, SE

Pendahuluan

Hoax sama dengan fitnah yang artinya berita bohong. Menyebarkan hoax berarti menyebarkan fitnah. Salah satu ciri-ciri akhir zaman adalah meraja lelanya fitnah. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan, oleh karena itu hoax juga lebih kejam dari pembunuhan. Mengapa hoax dikatakan lebih kejam dari pembunuhan? Karena pembunuhan menghilangkan  nyawanya seseorang, setelah mati habis perkara. Tetapi hoax adalah pembunuhan karakter. Rumah tangga bisa hancur gara-gara isu perselingkuhan yang berlebihan, karier bisa hancur gara-gara berita kelam masa lalu yang penuh rekayasa politik.

Kejatuhan presiden soekarno pada tahun 1966 setelah peristiwa G 30 S adalah salah satu dampak yang paling mengerikan dari hoax. Ia di tuduh berkonspirasi dengan PKI padahal sampai hari ini tidak ada satupun bukti yang sahih yang membenarkannya. Jadi hoax adalah metamorposa dari  fitnah gaya baru. Fitnah versi hoax ini lebih luas dampaknya daripada betuk aslinya, karena penyebarannya melalui media sosial, yang sekali sharesaja akan menembus antar benua.

Kebiasaan hoax berawal dari opini pribadi, opini berasal dari sentimentil terhadap seseorang, kelompok orang atau golongan atau dengan maksud-maksud tertentu. Misalnya maksud menjatuhkan lawan politik pada Pilkades, Pilkada, Pilpres dan atau Pemilu Eksekutif. Opini sering disebut isu, isu dihembuskan dari rasa benci atau sentimen pribadi atau dengan maksud menjatukan lawan politik. Hoax adalah bentuk konspirasi sentimen berjamaah.  


Guru adalah kaum itelek yang selalu hadir dari masa kemasa dalam membangun budaya bangsa yang lebih baik. Guru adalah jawaban atas semua persoalan bangsa. Setelah kejatuhan Jepang pada tahun 1945, maka pemimpinnya bertanya "berapa banyak lagi guru yang tersisa ?". Jadi yang ditanya bukan berapa banyak pengusaha, pejabat, politisi atau bahkan tentara, tetapi "guru". Karena guru adalah pelita harapan semua bangsa. Dipundak gurulah masa depan bangsa terpatri. Sayang jika guru ikut tergerus kebiasaan hoax, oleh karena itu guru tidak boleh membiasakan hoax karena kita adalah cendikia.

Cara mengidentifikasi hoax

Mengindetifikasi hoax harus mengenal ciri-cirinya. Diantara ciri-ciri hoax adalah:

  • Berita tersebut diluar nalar kita;
  • Berita tersebut biasanya bersifat provokatif dan berlebihan;
  • Bertentangan dengan kaidah ilmu dan norma yang berlaku;
  • Meyerang kelompk tertentu, orang, agama atau pejabat tertentu;
  • Sering mengangkat isu agama, karena pada mayoritas muslim Indoensia jika sudah urusan agama, panatisme akan bangkit.Disamping itu sentimen etnis seperti Tiong Hoa sering menjadi isu empuk para hoaxer karena sentimen anti china sudah pernah ada sejak zaman dahulu.

Cara mengatasi hoax

Ada cara jitu mengatasi hoax dinataranya:

  • Sebelum buka medsos, persipakan emosional, karena ketika kita membukanya nanti, dimunginkan banyak berita-berita atau pernyataan teman yang membuat emosinal kita meningkat. Sehingga tanpa fikir panjang kita akan membalas pernyataan tersbeut atau mengs-shere-kannya kepada teman yang lain;
  • Jangan meng-shere berita yang kita tidak memiliki pemahaman utuh tentang berita teersebut;
  • Cek and recek bertia yang kita dapatkan sebelum di-share ke teman lainnya;
  • Ingat ada polisi cyber yang selalu memata-matai anda;
  • Gunakan geget anda untuk bersilaturrahmi, mencari teman yang baik, berbisnis mengembangkan jaringan positif, untuk ilmu dan lain-lain.
  • Netizen harus dewasa menilai suatu berita, hoax atau bukan.

Dampak negatif hoax

Hoax jika sudah meraja lela, maka akan berdampak pada:

  • Pemerintah akan kehilangan kepercayaan, karena apapun program kerja pemerintah akan mendapat penolakan dari rakyatnya, akan terjadi apatisme yang berlebihan,
  • Membahas berita hoax memang menarik, oleh karena itu akan membung-buang waktu seperti dikutip dari cmsconnect.com, meyatakan bahwa "dengan melihat hoax di sosial media bisa mengakibatkan kerugian bagi individu itu sendiri maupun kelompok dikantor tempat ia bekerja". Setiap pertemuan mereka membahas berita hoax yang lagi hangat, akhirnya waktu habis dan produkstifitas menurun.
  • Berita hoax akan menanamkan benih-benih kebencian. Misalnya kebencian kepada pemerintah yang sedang berkuasa, atau kebencian kepada seseorang biasanya kepada pejabat pejabat tertentu;
  • Hoax juga akan meyebabkan perpecahan antar warga, etnik, suku, ras agama atau golongan tertentu.
  • Bahkan tidak jarang terjadi pertengkaran, saling caci dengan kata-kata kotor di medsos.
  • Dampak bidang politik akan menurunkan elektabilitas seorang bejabat atau calon eksekitf seperti pada proses pilkada DKI yang lalu. Dengan opini yang disebarkan melalui sosial media, maka akan dapat mempengaruhi masayarakat yang akan memilih. Namun lain halnya pada proses Pilkada Provinsi Bengkulu yang lalu. Berita hoax tentang calon unggulan justru meningkatkan elektabilitas sang calon, hal ini karena masyarakat pemilih penasaran dan justru ingin membuktikan berita palsu tersebut.

Cara mengedukasi siswa, keluarga, kolega, untuk memerangi hoax

Berita hoax sangat berpengaruh pada siswa dan kehidupan keluarga ataupun kolega, oleh karena itu ada beberapa tips mengedukasi siswa, keluarga atau kolega terhadap berita hoax.

Tips dibwah ini dapat dijadikan alternatif mengedukasi siswa, keluarga ataupun kolega.

  • Pertama, sebagai seorang guru, maka lagi-lagi kita diminta tampil sebagai garda terdepan meyelamatkan masyarakat bangsa dan negara dari segala ancaman. Meski untuk menikmati hasil pembangunan guru adalah kelompok terkhir yang merasakannya, namun itulah takdir sang guru. Ketika negara dalam keadaan bahaya, maka  diminta atau tidak diminta ia secara sadar tampil sebagai poros penyelamat.
  • Demikan pada saat ini masyakat, bangsa dan negara kita sedang dilanda demam hoax, maka guru diminta meyelamatkan mental generasi mudah sebagai harapan masa depan dari gerusan badai yang bernama hoax. Bahkan kebiasaan hoax itu berlu dikikis habis dari benak para siwa. Kebiasaan hoax akan mengorbankan masa depan anak, waktu mereka terbuang untuk membicarakan  hal yang tidak bermanfaat, bahkan akan menimbulkan masalah. Untuk menekan kebiasaan hoax, maka HP atau geget dilarang untuk dibawa kesekolah, jika terpaksa, maka HP tersebut harus ditipkan di ruang guru atau guru piket pada hari itu. Sosialisasi dampak hoax harus senantiasa dilakukan oleh pihak sekolah, serta siswa harus diperkenalkan ciri-ciri berita hoax atau bukan hoax. Kedewasaan bersosial media harus selalu dipupuk, pemahaman bahwa sosial media adalah ajang meningkatkan silaturrahmi, peningkatan kualitas keilmuan dan wawsan hendaknya menjadi agenda utama sekolah khususnya bidang kesiswaan.
  • Pernah suatu ketika di sekolah kami terjadi perkelahian antar dua orang pelajar gara-gara hoax. Ceritanya begini, ada seorang siswa namanya Ani (bukan nama sebenarnya), Ani berpacaran dengan Rinto (bukan nama sebenarnya). Rinto adalah seorang anak yang pemalu, untuk memperlancar urusannya dengan si Ani, maka Rinto berteman dengan temannya Ani bernama Rina (bukan nama sebenarnya). Suatu ketika Rinto dan Rina bertemu, pertemuan mereka diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Diantara teman-teman mereka tersebut ada yang melaporkan kepada Ani bahwa Rinto dan Rina bermain api dibelakang dibelakang Ani. Ani medengar berita tersebut merasa cemburu. Kesokan harinya Ani menemui Rina dan langsung memarahinya, Rina yang merasa tidak bersalah ia tentu membela diri, sehingga mereka teribat perkelahian. Kejadian tersebut dilaporkan kepada guru piket, dan keduanya dibawa keruang BK, untuk dimintai keterangan. Kebetulan saya piket pada hari itu, dan saya minta mereka mencerita kronologis kejadian. Saya langusng memanggil pihak-pihak yang terkait. Dari proses penggalian informasi tersebut, terungkap bahwa Rinto dan Rina tidak berpacaran, justru Rinto minta tolong kepada Rina untuk menyampikan suratnya kepada Ani. Dari kejadian tersebut saya sampaikan kepada siswa-siswi saya bahwa cekdan recek terlebh dahulu informasi yang kita dapatkan, jangan main hakim sendiri. Dan kepada pihak yang menyebarkan hoax, diberi hukum skor selama 3 hari karena termasuk pelanggaran berat, kemudian dibuat surat perjanjian yang ditanda tangani oleh orang tua mereka agar jangan terulang lagi. 
  • Kedua, edukasi hoax sedini mungkin terhadap keluarga. Karena keluarga adalah merupakan pendidikan dasar pertama bagi seorang anak. Karakter anak dibangun dari pendidikan keluarga, oleh karena itu membangun lingkungan keluarga yang bebas hoax akan menentukan kebiasaan anak diluar keluarga. cara yang dapat dilakukan adalah dengan membatasi penggunaan geget. Anak kita boleh bermain geget, tetapi harus sepengetahuan kita. Anak harus diberi pemahaman dampak hoax bagi mereka. Kemudian akun anak kita harus terhubung dengan akun kita, sehingga kita bisa melihat aktivitas mereka. Disamping itu membangun keakraban antara orang tua dan anak adalah sangat penting. Mendidik anak zaman sekarang jauh berbeda dengan zaman orang tua kita dahulu. Dahulu keakraban antra orang tua dan anak, apalagi anak perempuann dengan bapak jarang terjadi. Kalau dahulu keakraban antara anak perempuan dan bapak adalah sesuatu yang tabuh, tetapi sekarang adalah sebuah keniscayaan, jika kita menginginkan kebaikan untuk mereka. Keakraban akan melancarkan komunikasi dua arah antara anak dan orang tua, sehingga anak tidak segan menceritakan permasalahan yang dihadapinya. Apalagi anak kita sudah duduk dibangku SLTA, dimana saat itu masa-masa perkembangan libido mereka sangat cepat dan memuncak. Usia tersebut merupakan periode penentuan jati diri dan pencarian bentuk pengakuan. Emosional tidak stabil, hal yang tidak biasa dianggap lumrah, ketakutan mulai hilang semua serba "aku", karena ego. Pembentukan karakter siswa sangat dipengaruhi lingkungan dimana anak tersebut berproses. Jika lingkungan hoax lebih dominan, maka sang anak akan cenderung melakukan hoax pada setiap kesempatan interaksinya. Kebiasaan tersebut jika sudah menjadi karakter, maka sulit akan berubah sampa tua.
  • Ketiga, disamping lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan formal atau sekolah, maka lingkungan yang juga tidak kalah pentingnya yang mempengaruhi kebiasaan hoax adalah kolega. Kolega adalah teman sepermainan, teman kerja, bisnis, organisasi sosial, politik dan lain-lain. Bersama kolega orang suka curhat, bercerita bermacam persoalan mulai dari perosalan pekerjaan, bisnis, ekonomi, keuangan, politik sampai masalah pribadi. Dalam mencari teman, seseorang tentu mencari teman yang cocok dan seide dengannya. Teman yang seide adalah teman yang dapat diajak bercerita bahkan curhat sampai pada persoalan rahasia sekalipun. Oleh karena itu, dalam interaksinya sering timbul upatan dan pujian atau sering diistilahkan ngerumpi. Dalam rumpian tersebut akan dibicarakan berbagai macam isu. Isu yang dibicarakan tergantung pada kehobian mereka. Bagi yang hobi poitik maka mereka akan membicarakan isu politik. Momentum Pemilu 2019 akan banyak isu politik kekinian yang berkembang mulai dari fakta sampai hoax. Para pegiat isu akan meramu materi apa yang menarik untuk dijadikan isu sentral menjelang pemilu. Kampanye hitam terhadap seorang pesaing berat tak jarang dilancarkan untuk menjatuhkan lawan. Berita hoax akan bersliwiran wara-wiri mencari sasaran melaui media masa, media sosial, WA, Istagram dan lain-lain.
  • Sebagai kolega yang baik, maka tugas kita mengedukasi kolega agar jangan terjerumus pada tindakan hoax. Tugas ini memang berat, karena tidak semua teman yang senang dengan kita, dan tak jarang kita dijauhi oleh kolega kemudian dianggap tidak sepaham. Tetapi demi kebaikan selanjutnya, maka meski berat tugas ini harus kita lakukan. Ada dua cara yang mungkin dapat dilakukan diantaranya:
  • Pertama, jika teman anada meng-share sebuah berita yang kita tidak jelas alasan, sumber dan kebenarannya, maka sebaiknya berita tersebut jangan diteruskan ke kolega lainnya. Tanyakan kepada teman tersebut kebenaran atas berita itu, jika ia juga tidak dapat menjelaskannya, maka cek and recek ke jaringan lain. Jika anda yakin berita tersebut hoax, maka sampaikan dengan logika yang benar kepada kolega kita bahwa berita tersebut hanya hoax belaka dan jangan lagi diteruskan. Jika ia ngotot, maka sampaikan akibat yang akan ia terima dan anda tidak akan ikut capur dengan urusan tersebut.  
  • Kedua, jika teman meng-share isu hoax, maka balasnya dengan berita yang tidak hoax, yang lebih mendidik dan bermanfaat. Usahakan info yang kita sampaikan tersebut info yang bermanfaat bagi dirinya. Misalnya dia hobi bisnis, maka sampaikan peluang bisnis yang menarik, dengan demikian pembicaraan isu hoax tadi akan terhenti dengan sendirinya.    

Pengalaman kami.

Pertama, diawal pemerintahan Jokowi-JK, beredar isu tentang penghapusan Tunjangan Setifikasi Guru. Kawan-kawan guru hampir setiap hari membahwas isu tersebut. Kebetulan pembayaran tujangan sertifikasi triwulan 1 dibayar pada awal bulan Juli. Sementara periode satu tersebut adalah Januari --Maret. Harusnya pada bulan Mei harus sudah di bayar, sedangkan saat itu sudah menjelang lebaran baru dibayar. Situasi ini dimanfaatkan oleh hoaxer untuk menebarkan isu negatif yang menyatakan bahwa Tunjagan Sertifikasi akan dihapus. Setiap hari dimana guru-guru berkumpul pasti mereka membahas berita yang belum tentu benar tersebut. Teman guru lain bilang sama kawan-kawan, bahwa sertifikasi ini di atur oleh undang-undang. Bukan gampang mengubah undang-undang dalam waktu sekejab. Pasti ada pembahasannya, oleh karena itu para guru harus tenang dan jangan percaya pada pada isu yang belum tentu benar itu. Sampai akhirnya sertifikasi benar-benar dicairkan, maka terbukti isu tersebut hanya hoax belaka. Rekan guru percaya bahwa ada kelompok tertentu yang ingin memperkeruh suasana.

Kedua, dimasyarakat berkembang isu bahwa makan gulai rebung dicampur dengan telur akan membuat mandul. Padahal gulai tersebut bagi orang Sumatra merupakan makanan pavorit. Sampai hari ini belum ada yang berani mencoba. Sebagai seorang guru yang selalu berfikir ilmiah, saya mencoba untuk menjawab isu ini dengan meminta guru kimia dan guru pembimbing KIR untuk meneliti kebenaran anggapan tersebut. Sampai saat tulisan ini di buat, belum ada hasil yang dapat dipertanggung jawabkan.

 

Penutup

Guru adalah profesi yang paling berpengaruh dalam dunia pendidikan, dan merupakan ujung tombak pembangunan budaya bangsa. Oleh karena itu anti hoax dikalangan guru adalah suatu keniscayaan. Jika guru terserang hoax, maka bagaimana murid-muridnya yang masih labil tentu akan ikut hancur. Sekolah harus membentengi diri dari hoax dan membiasakan budaya yang baik dikalangan siswa yaitu budaya literasi. Selamatkan guru, selamakan siswa dan selamatkan dunia pendidikan..!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun