Mohon tunggu...
Ilmi Fathya
Ilmi Fathya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa aktif Universitas Airlangga angkatan 2023. Memiliki hobi membaca, menonton film, serta mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Busy Culture, Si Pencuri yang Lebih Kejam dari Waktu

17 Mei 2024   07:47 Diperbarui: 19 Mei 2024   10:29 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sibuk kerja. (Sumber gambar: shutterstock via kompas.com)

Di masa yang serba modern seperti sekarang ini, 'sibuk' telah menjadi bagian yang menyatu pada diri masing-masing individu. Ia seakan-akan menjadi sebuah simbol dalam setiap bagian hidup yang mengisyaratkan bahwa kita memfokuskan apa yang ada di depan, sehingga melupakan apa yang ada di belakang bahkan di sekeliling kita saat ini. 

Banyaknya beban tanggung jawab, tugas, hingga pekerjaan yang harus dipenuhi secara tidak sadar membuat kita tenggelam dalam danau kesibukan yang tidak berdasar. 

Yang seiring: dengan berjalannya waktu, menjauhkan kita dengan hal-hal hangat yang seharusnya dapat kita nikmati.

Namun, sejauh ini memang tidak dapat dipungkiri, jika menjadi sibuk merupakan salah satu cara yang dapat membuat kita melupakan sesuatu, yang sekiranya berat untuk diingat-ingat kembali, bahkan tidak sedikit orang yang memilih untuk menjadi sibuk semata-mata untuk melenyapkan kesedihan yang sedang dialami. 

Normal pula apabila kita berasumsi, bahwa semakin sibuk diri kita, maka semakin besar pula dampak yang akan kita hasilkan. Entah itu untuk diri sendiri maupun orang lain. 


Akan tetapi, lama kelamaan hal inilah yang membuat orang-orang menjadi terobsesi untuk menjadi sibuk dengan dalih ingin merubah keadaan yang dialami saat ini. 

Tetapi fakta yang ada, justru menunjukkan bahwa menjadi sibuk malah menjauhkan kita dengan sahabat maupun keluarga, ia justru mendekatkan kita dengan orang-orang yang sebenarnya hanya bersifat sementara dalam hidup.

Menurut Ellyn Casali (2022) dalam karyanya yang berjudul, "Disrupting Hustle Culture: An Explorative Research Project Addressing the Question, "What does It Mean to be Productive?", menjelaskan bahwa budaya sibuk dapat mengarahkan seseorang untuk hidup dalam lingkungan toxic. 

Bahkan organisasi dunia seperti WHO (World Health Organization), telah mengklasifikasikan dampak dari budaya sibuk, yang disebut dengan burnout, sebagai fenomena yang tidak bisa mengapresiasi hasil pekerjaan yang telah dilakukan (Wilkie, 2019). 

Hal ini tentu bukan sesuatu yang baik mengingat tubuh manusia memiliki batasan baik jasmani dan rohani. Tubuh kita membutuhkan waktu untuk istirahat dan menghabiskan waktu dengan orang-orang dekat, sekadar hanya untuk bercerita atau melakukan sesuatu yang menjadi hobi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun