Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gadis Penjual Pukis

9 Juni 2025   06:22 Diperbarui: 9 Juni 2025   06:27 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Celengan ayam jago miliknya harus dipecahkan dengan terpaksa. Tapi Freya berada di persimpangan; antara membopong sang ibu ke rumah sakit karena kondisi yang kian memburuk atau ia memaksakan diri tetap ikut lomba.

Freya benar-benar dalam kondisi kalut. Perasaannya terombang-ambing bak di tengah samudera yang antah-berantah. Entah ke mana ia akan berlabuh. "Mungkin keraguan dan kegetiran hidup ini tidak akan menimpa dirinya manakala ia terlahir dari rahim keluarga berada", gumam Freya penuh nestapa. 

Kendati begitu Freya tetap yakin akan pertolongan sang Pencipta. "Bukankah semua kebaikan senantiasa menemukn jalannya?" Freya berhusnudzan kepada Allah SWT. Sebab keyakinan itulah ia tetap berlatih setiap malam penuh kesungguhan dan harapan. Berharap keajaiban itu benar-benar datang kepada dirinya. 

Benar saja, saat ia tiba pagi hari di sekolah, tiba-tiba Lita memberikan nomor urutan lomba. "Loh... nomor apa ini, Lit?" tukas Freya. "Itu nomor lomba impianmu, Fre! Kemarin aku menceritakan tentang tekad dan keuletanmu untuk ikut lomba kepada ayahku. Lantas, ayahku terenyuh dan berinisiatif mendaftarkanmu ikut lomba, Fre", timpal Lita. 

"Ahhh..... Litaaaaa. Makasih banget ya... Maaf sudah merepotkan ayahmu, Lit", jawab Freya. "Bukan apa-apa, Fre. Itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan ketangguhan dan pengabdianmu untuk keluargamu. Aku doakan semoga kamu menang ya...", ucap Lita sambil memeluk Freya. Air mata berurai menghiasi pipi kedua sahabat itu. 

Seketika wajah Freya berbinar-binar penuh kebahagiaan. Haru dan suka cita menjadi satu. Sungguh kabar gembira yang dijanjikan sang MahaPenghasih itu benar adanya. Kini ia tak sabar untuk menikmati setiap detik momentum perlombaan. 

Hari perlombaan tiba. Pagi itu Freya sedikit cemas dengan kondisi sang ibu yang sudah kehilangan nafsu makan. Terlebih berlauk garam. Tapi itu tidak menyurutkan niatnya untuk bergegas berangkat ikut kompetisi menulis cerita pendek tingkat kecamatan. Adiknya ia titipkan tetangga untuk berangkat bersama ke sekolah. Sedangkan Freya harus berjimbaku menuju lokasi lomba dengan mengayuh sepeda butut andalannya. 

Berpacu dengan waktu memang rutinitas Freya setiap hari. Tapi pagi ini sedikit berbeda karena perutnya belum terisi. Hanya tiga gelas air putih saja yang ia teguk sebab nasi di rumah hanya cukup untuk sarapan sang adik dan ibu tercinta yang terus berbaring. 

Seiring bentang jalan yang harus ia lewati kedua kakinya pun mulai terasa lemas. Kayuh demi kayuh itu mulai melemah. Sampai tak terasa saat tiba di pertigaan jalan Freya terserempet motor penjual ayam yang ugal-ugalan. "Brukkk", suara sepeda Freya ambruk. Kedua lutut Freya nbercucuran darah namun ia segera bangkit tatkala melihat cahaya matahari kian memedar. 

Rasa sakit seketika teralihkan rasa khawatir. Freya khawatir perlombaan telah dimulai. Maklum saja selama hidupnya Freya tidak pernah memiliki jam tangan. Satu-satunya jam keluarga mereka tertempel di ruang tengah rumah. Jadi, untuk memastikan waktu Freya lebih banyak membaca pergerakan matahari yang menghasilkan titik bayang.

Freya bangkit, pedal sepeda segera dikayuh. Sepuluh menit kemudian sampailah ia di lokasi kompetisi. Ia bergegas menghadap meja petugas registrasi. Freya duduk di antara deret peserta lain. Meja sesuai nomor urutnya sudah sedari tadi kosong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun