Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sarkat Itu Apa Sih?

24 Juli 2021   14:46 Diperbarui: 24 Juli 2021   17:25 1341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Kedua, atribut hashtag harus lengkap dan tepat. Dalam setiap unggahan Sarkat, masing-masing kader harus mencantumkan hashtag yang telah ditetapkan. Adapun hashtag itu meliputi: #Sarapankata, #KMOIndonesia, #KMOBatch (disesuaikan dengan batch berapa yang diikuti),
#Kelompok27AksaraRasa (nama kelompok disesuaikan dengan kelompok yang diikuti),
#Jumlahkata348 (banyaknya kata disesuaikan dengan jumlah yang ada dalam tulisan kita), serta #Day (hari keberapa kita menunaikan Sarkat).

Kelengkapan atribut dalam setiap unggahan Sarkat itu sangat diperhatikan dengan serius. Manakala ada saja satu hashtag yang tertinggal atau keliru, maka admin yang bertugas mengkurasi tulisan akan langsung mengkonfirmasi kepada ketua kelas. Sementara ketua kelas langsung melayangkan chat di mana kekeliruan itu terletak kepada yang bersangkutan, sembari mengirimkan screenshot yang telah dilingkari detail kekeliruannya.

Ketiga, tag penjabat Sarkat (meliputi panitia korlap struktural KMO) harus berwarna biru. Pejabat Sarkat yang dimaksud ialah penanggung jawab (PJ) kelompok, Neng atau Abang Jaga dan ketua kelas. Ketiga jabatan itu tidak sembarang orang mampu menempatinya, sebab untuk mengampu posisi itu ada proses seleksi yang ketat. Bahkan, untuk menjadi PJ dan Neng atau Abang Jaga harus melalui proses seleksi berhari-hari. Step by step. Dari mengobok-obok wawasan tentang literasi hingga beradu argumen dalam sesi perdebatan.

Tidak berbeda jauh dengan pencantuman hashtag yang hukumnya fardu 'ain, maka hukum itu berlaku juga pada adanya tag penjabat Sarkat. Tidak terpenuhi salah satunya saja, maka unggahan Sarkat kita dipending. Postingan itu akan disetujui oleh admin manakala telah diperbaiki, direvisi. Itu pun dengan catatan, jangan sampai lupa mencantumkan hashtag revisi pada unggahan.

Selanjutnya, tag penjabat Sarkat itu diikuti dengan judul tulisan dan nama penulis. Untuk lebih jelasnya, ambil saja contoh tag itu dari Sarkat yang telah saya unggah pada batch ke-33 dua bulan yang lalu.
"PJ: Sabrina Arianita
Neng Jaga: Pelangi Hujan Gerimis
Ketua Kelas: Dewar Alhafiz
Judul: Istilah Momentum dan Fomenal yang Berlaku di Bulan Ramadan
Penulis: Dewar Alhafiz".

Dalam pandangan saya, pemberlakuan hashtag dan tag penjabat Sarkat tersebut tak ubahnya keyword yang tertampung dalam search engine, yang kemudian akan muncul ke permukaan tatkala kita browsing di mesin pencarian seperti google. Ataupun laiknya tag yang berlaku dalam beberapa platform menulis online pada umumnya. Itu artinya, dengan pencantuman hashtag dan tag itu memungkinkan pengguna lain untuk mudah mencari keyword tersebut, sehingga booming di dunia Maya.

Keempat, sosial media yang digunakan harus disetting publik. Apapun media sosial yang menjadi media untuk menunaikan Sarkat maka hukumnya wajib setiap akun kader dapat dilihat oleh khayalak. Pemberlakuan aturan ini tidak lain bermaksud untuk melatih mental penulis dalam ranah yang lebih luas. Sebab, dengan aturan itu, tanpa memilah-milah, siapapun orangnya dapat memberikan kritik dan saran dengan leluasa.

Hadirnya kritik dan saran terhadap buah pena kita dalam pandangan yang positif tentu dapat menjadi jembatan untuk kebaikan tulisan yang lebih mapan. Baik itu dari segi penempatan: kosa kata, bahasa, istilah, klausa, paragraf maupun dalam penegasan argumentasi dan paradigma.

Pendek kata, kritik dan saran di sini dapat dijadikan sebagai ajang introspeksi diri bagi penulis itu sendiri. Hemat saya, respon apapun yang muncul terhadap buah pena kita sebaiknya terima dengan lapang dada, ambil hikmahnya, terus positif thinking dan perbaiki kesalahan itu letaknya di mana. Dan yang terpenting, kencangkan proses penempaan potensi itu dengan penuh dahaga. Terus berlatih hingga hasil itu menampakkan batang hidungnya.

Sebaliknya, dalam pandangan yang negatif, kemunculan kritik dan saran juga mampu menjadi bumerang bagi penulis itu sendiri. Negatif dalam hal apa? Misalnya, kemunculan kritik dan saran itu malah menjadikan mental si penulis melempem, kurang percaya diri, merasa down duluan sebelum menulis, hingga menjadi trauma tersendiri. Pada level yang akut, hal itu justru dapat menjadikan mental si penulis enggan menyalurkan bakat menulis yang ia miliki. Alias, ia memilih untuk berhenti.

Cara menyikapi kritik dan saran terhadap buah pena itu sebenarnya bersifat personal. Dalam artian, tergantung bagaimana masing-masing kita memandang, memahami dan mengeksekusinya. Bisa saja, kritik dan saran itu menjadi tenaga tambahan, pemantik melipat gandakan semangat dan kesadaran untuk terus meningkatkan proses belajar serta kualitas. Bisa pula, menjadi batu sandungan yang lambat lain menghentikan langkah kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun