Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Keterkaitan Utang dan Janji

12 April 2021   13:43 Diperbarui: 12 April 2021   14:06 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Adanya kepercayaan antara dua belah pihak dalam konteks keterkaitan antara utang dan janji tidak bergitu saja hadir, melainkan ada proses yang sengaja dikonstruk dan dikonfirmasi langsung oleh pihak yang dimaksud. Proses pembentukan dan konfirmasi itu banyak bertumpu pada pertimbangan yang mencakup persoalan sebelumnya yang telah dibahas. Utamanya, kepercayaan itu banyak dinilai dari segi rekam jejak; kebenaran dalam setiap perkataan, keamanahan, keselaran antara perkataan dan tindakan termasuk di dalamnya kesesuaian dalam menepati setiap janji yang telah dibuat.

Jika seseorang telah berhasil menaruh kepercayaan terhadap orang lain, maka besar kemungkinan proses utang-mengutangi itu akan lancar. Tidak akan ada kecurigaan dan kekhawatiran yang timbul pada diri masing-masing pihak yang terlibat. Bonusnya, kepercayaan itu akan terus berlanjut sepanjang hayat, dengan catatan masing-masing di antara mereka saling memelihara dan tidak menciderai pemberian kepercayaan itu. 

Dalam pandangan Islam, adanya kepercayaan dalam setiap pribadi sangatlah penting. Bahkan saking pentingnya, sikap kepercayaan dijadikan sebagai sikap yang wajib adanya dalam diri setiap utusan Allah SWT., Nabi dan Rasul. Tidak hanya sekadar stagnasi dalam pengkultusan dan seremonial religiusitas melainkan kepercayaan itu harus diimplementasikan pula dalam kontinuitas kehidupan para umatnya. Sampai di sini, mungkin kita pun paham betul kenapa Nabi Muhammad Saw menyandang gelar Al-Amin. 

Begitu juga sebaliknya, tidak adanya kepercayaan dari orang lain dalam urusan utang-piutang ada kemungkinan besar memang kerapuhan dan kelaliman yang ada di dalam diri kita begitu lumrah diumbar terlalu mudah terendus, sampai-sampai orang lain pun begitu sukar menakar. Sebutkan saja kerapuhan dan kelaliman yang ada di dalam diri sendiri itu dengan munafik. 

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, disebutkan; "Rasulullah SAW bersabda; tanda orang munafik ada tiga; apabila berkata ia berbohong, apabila berjanji mengingkari dan bila dipercaya mengkhianati". 

Sementara dalam kitab Riyadhus Sholihin menegaskan; "Dari Abdullah Bin 'Amr Bin 'Ash Radhiyallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda; "Ada empat perkara, jika seseorang memiliki empat perkara ini, maka ia disebut munafik tulen. Dan barang siapa memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu: jika diberi amanat, khianat; jika berbicara dusta; jika membuat janji, mengingkari; jika berselisih, dia akan berbuat zalim", (H. R. Bukhari dan Muslim).

Dari penjelasan matan hadist di atas kita dapat mengambil simpulan bahwa kepercayaan itu tak lain mencerminkan kepribadian seseorang. Mengapa demikian? Sebab dalam kepercayaan itu mencakup perkataan, tindakan, keputusan dan cara pandang yang ditampilkan oleh seseorang. Itu artinya, tidak akan mungkin seseorang menaruh kepercayaan di ruang yang kosong, melainkan sikap itu selalu tumbuh dan berkembang atas dasar setting alasan. 

Sialnya, di zaman edan ini semua orang pandai berkamuflase di mana dan kapan saja. Bahkan sering menjadikan kepercayaan itu sebagai bahan taruhan dengan seenaknya. Pikirnya, harga kepercayaan itu lebih murah daripada bongkahan batu mulia, yang sifatnya mudah diobral begitu saja, lantas menjadikan kepercayaan itu sebagai jaminan ampuh untuk berutang ria. Tidak peduli kalau-kalau ia mengingkari janji dan menyengaja lupa untuk tidak membayar barang yang dipinjamnya. 

Padahal sekali saja seseorang mencederai kepercayaan orang lain terhadap dirinya tamat sudah riwayatnya. Sepanjang pekik nafas penghidupannya itu pula kesempatan yang diberikan oleh orang lain tidak akan pernah lagi menghampiri dirinya. Kecuali ia mengalihkan modus operasi jahatnya kepada target yang sama sekali belum pernah dikenalnya. 

Kesangsian Pamungkas

Tapi, apakah dapat dibenarkan tatkala kita menaruh citra kemunafikan demi tercukupinya kebutuhan mendesak? Apakah dapat dibenarkan tatkala kita hendak mencapai satu tujuan lantas dimulai dengan kebohongan sebagai kalimat sambutan? Apakah dapat dibenarkan melakukan pengelabuan dalam upaya mengikat rasa kepercayaan? Apakah dapat dibenarkan memanfaatkankan kepolosan belas kasih orang lain atas nama kebutuhan hidup? Dan masih banyak lagi pertanyaan lain yang tak mungkin habis ditumpahkan di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun