Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Keterkaitan Utang dan Janji

12 April 2021   13:43 Diperbarui: 12 April 2021   14:06 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Seperti halnya rindu yang harus tuntas terluapkan, utang pun tak akan pernah lunas sekadar ditebus dengan janji imajinatif melainkan hanya butuh cukup bukti yang konkret. Ajining diri soko lathi. Ajining janji soko ati lan driji", Dewar Alhafiz.

Mengurai Bongkah Kesangsian

Kenapa setiap orang lebih gemar mengobral janji manis di kala membutuhkan pinjaman uang atau materi? Kenapa manusia rela hati menghabiskan waktu dengan basa-basi hanya untuk mengutarakan satu maksud yang dikehendaki? Mengapa dengan sengaja manusia mempertaruhkan harga kata hanya untuk merajut sepenggal kalimat janji supaya orang lain mau menaruh simpati?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus saja menampakkan batang hidungnya dalam klise kusut pikiran saya. Hingga akhirnya berhasil menarik rasa penasaran saya yang kian membuncah di pucuk ubun. Pendek kata, pertanyaan itu justru menjerumuskan saya pada kehendak mengurai kembali persinggungan benang merah di antara keduanya; keterlibatan antara utang dan janji itu terletak di mana.

Keterlibatan di antara keduanya tentu bukan sekadar asumsi khalayak belaka yang kemudian menyeruak dan mengerak begitu saja di banyak kepala. Atas dasar itu pula maka saya meyakini akan adanya indikasi-indikasi yang mampu menunjukkan bagaimana polarisasi dan proses interkoneksi antara utang dan janji itu terbentuk. Bahkan, lumrahnya orang menganggap keterlibatan di antara keduanya adalah hal yang biasa saja. Sehingga persoalannya tidak sangatlah penting untuk dibicarakan ataupun diuraikan kembali di hadapan orang banyak. 

Ah, meskipun khalayak ramai sedemikian permisif mempersepsikan tak ada keterlibatan di antara keduanya namun izinkanlah saya mencoba "menarik ulur" kembali kebiasaan, kelumrahan dan kebudayaan kita yang mempersepsikan keterlibatan di antara utang dan janji yang tak ada gunanya. Atau mungkin justru bisa saja upaya ini dipandang sebagai satu hal yang sia-sia belaka. Betapapun demikian, namun sungguh tak apa, apapun itu yang keluar dari benak Anda, saya menerimanya dengan lapang dada.

Indikasi Keterlibatan Antara Utang dan Janji

Secara umum, kita bisa mengetahui keberadaan indikasi-indikasi dalam keterlibatan antara utang dan janji dari bagaimana pola kebiasaan itu terjadi. Itu artinya tahapan-tahapan, cara dan proses atau bahkan strategi dalam konteks urusan utang-mengutangi menjadi bahan pertimbangan yang mesti dikaji. Tidak sekadar cukup diobservasi melainkan diperlukan pula menganalisis dan menggali bagian-bagian kecil yang berlaku dalam proses negosiasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang terlibat.

Dalam proses negosiasi utang-mengutangi yang dilakukan oleh kedua belah pihak terkait sudah barang tentu akan mengandalkan pada struktur bahasa yang digunakan, keadaan psikis personal, cara pandang dan adanya kepercayaan antara satu sama lain. 

Pertama, penggunaan struktur bahasa yang tepat. Seperti halnya yang kerap kali kita lihat, orang-orang yang hendak berutang pada seseorang yang lain akan berusaha begitu ramah dan sangat berhati-hati dalam bertutur kata. Bahkan jikalau perlu dideskripsikan secara detail, seseorang (red; pengutang) akan dengan sengaja meluangkan waktu khusus sekadar untuk memilah-milah kata. Mematangkan struktur bahasa itu telah tepat atau tidak. Sekadar memastikan apakah susunan kalimat itu sudah sesuai dengan tatakrama (kode etik, adab) dalam berbicara atau belum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun