Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penyikapan Bencana di Jagat Maya

8 Februari 2021   23:27 Diperbarui: 8 Februari 2021   23:33 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sementara di pihak lain terdapat kelompok nyinyir yang berusaha menghubung-hubungkan bencana alam dengan elektabilitas kinerja pemerintahan. Tentu dengan kalimat komparasi sarkastik yang memihak.

Terlebih lagi netizens tahu-menahu bahwa Ibu Kota Jakarta yang biasanya berperan sebagai pemain utama dalam konteks bencana banjir kini masih saja berstatus siaga. Banjir belum melanda Jakarta namun debit air terus saja meningkat menghantam bendungan Katulampa. Pun Badan Nasional Penanggulangan Bencana terus-menerus menghimbau warga Jakarta dan sekitarnya.

Lucu memang, di saat genting seperti ini masih saja ada segelintir orang yang hobinya melawak. Itulah rupa-rupa wajah netizens plus enam dua. Ah, mau diapa? Toh itu wajah asli sebagian dari kita. Mereka tumbuh dalam gempuran stigma; antara merajut citra eksistensi yang tak ada habis-habisnya dengan keluasan menerka-nerka kebebasan menafsirkan satu persoalan yang disuguhkan di jagat Maya. Sampai-sampai asyiknya menguliti kebablasan bukan kepalang.

Dalam hal ini kita harus mampu menggarisbawahi bahwa persoalan dalam bentuk apapun yang telah diunggah ke media sosial selalu lepas dari konteks makna asali yang melibatkan kesadaran pelaku di dalamnya. Sehingga siapapun netizens yang melihatnya berhak menilai dan memberi tafsiran bebas dengan leluasa.

Tidak hanya demikian, lebih jauh justru respon netizens yang "menanggalkan jejak" di kolom komentar itu turut mendefinisikan kembali pemilik akun media sosial tersebut itu seperti apa sekaligus menegaskan posisinya berada di mana. Apakah dia seorang yang bijak, buzzer atau memang sumbu kompor yang mudah tersumet begitu saja.

Menimbang hal itu, mungkin kita masih ingat dengan beberapa kasus oknum yang tersandung jeratan undang-undang informasi dan transaksi elektronik (ITE) karena berusaha menempatkan diri sebagai haters atas satu postingan netizens yang lain. Tentu persoalannya sepele, bermula dari meramaikan cuitan di kolom komentar. 

Namun sialnya, jari-jemari kita memang tidak pernah punya otak dan mata, sehingga tidak mampu mengontrol setiap kalimat yang diketiknya. Bagi jemari, kalimat yang mengandung emosi, kata-kata yang penuh kebencian dan memancing timbulnya permusuhan serta kerugian bagi orang lain tetaplah sama. Tidak pernah ada bedanya. Entah itu dalam bentuk, warna dan rasa. Maklum saja, namanya juga jemari yang hanya bergerak karena naluriah dan instruksi akal pikiran-hati pemiliknya.

Padahal bila kita lebih berhati-hati dengan memfungsikan akal dan mengikuti pertimbangan hati nurani sudah pasti UU ITE menjadi neraca pertimbangannya. Dalam UU ITE pasal 45 ayat 1-5 ditegaskan bahwa setiap orang yang mendistribusikan atau mentransmisikan muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan dan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan atau pengancaman maka atas delik aduan akan terjerat pidana dan denda sebagaimana yang telah ditetapkan, (UU RI No. 19 Tahun 2016: 12).

Selain itu dalam pasal 45A signifikansi hukum terkait penggunaan media sosial lebih spesifik lagi. Ayat 1, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong (hoaks) dan menyesatkan orang lain sehingga menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana yang dimaksud pasal 28 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak satu miliar, (UU RI No. 12 Tahun 2016: 12).

Redaksi ayat 2 pasal 45 A lebih menegaskan bahwa siapa saja yang sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi dengan tujuan menimbulkan rasa benci atau permusuhan individu maupun kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) mendapatkan sangsi yang sama dengan ayat sebelumnya, (UU RI No. 12 Tahun 2016: 12).

Sementara pasal 45 B mewanti-wanti kita agar tidak sembrono dalam mengirimkan informasi elektronik. Baik itu berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi kepada seseorang, (UU RI No. 12 Tahun 2016: 12).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun