Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Barang Sitaan Dibakar, Rakyat Kelaparan: Dimana Nurani Negara?

4 Oktober 2025   06:35 Diperbarui: 4 Oktober 2025   06:35 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surabaya, awal Oktober 2025. Asap mengepul dari ribuan batang rokok ilegal yang dibakar. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berdiri menyaksikan pemusnahan senilai Rp210 miliar itu. Negara ingin menunjukkan ketegasan: rokok ilegal harus diberantas, industri legal dilindungi, penerimaan negara diamankan.

Sekilas, pemandangan itu memberi rasa puas. Aparat tegas, hukum berjalan. Tetapi di balik api pemusnahan itu, ada pertanyaan yang menggelitik nurani: bagaimana dengan barang sitaan lain—bawang putih, beras, elektronik—yang sering ikut dimusnahkan? Padahal sebagian masih layak, masih bisa dipakai, bahkan bisa menyelamatkan banyak orang dari kelaparan dan kesusahan.

Ketegasan yang Membawa Dilema

Tidak ada yang membantah, barang ilegal memang harus ditindak. Tetapi persoalannya bukan pada penindakan, melainkan pada nasib barang-barang itu setelah disita. Pemerintah biasanya memilih jalan paling cepat: musnahkan. Dengan alasan, lebih aman, tak bisa kembali ke pasar gelap, dan administrasi dianggap selesai.

Namun, cara “jalan pintas” ini sering terasa miris. Bagaimana mungkin di negeri dengan angka kemiskinan dan stunting yang masih tinggi, kita rela membakar beras atau bawang putih yang bisa mengisi perut rakyat kecil? Bagaimana mungkin laptop sitaan ilegal dihancurkan, sementara sekolah di pelosok masih kekurangan perangkat belajar?


Tuduhan Miring yang Muncul

Tak jarang, masyarakat menuding ada “oknum” yang justru mengambil keuntungan dari barang sitaan. Kecurigaan ini muncul karena minimnya transparansi. Publik tidak pernah tahu detailnya: berapa banyak barang yang benar-benar dimusnahkan, mana yang dialihkan, dan siapa yang mengawasi.

Jika semua serba tertutup, wajar bila muncul bisik-bisik miring. “Jangan-jangan sebagian masuk ke gudang pribadi,” kata orang. Entah benar, entah hanya prasangka, tapi bayang-bayang itu akan selalu ada selama tidak ada keterbukaan.

Islam Menolak Mubazir

Islam punya pandangan yang tegas soal ini. Allah SWT berfirman:

 “Makanlah dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
” (QS. Al-A’raf: 31)


Ayat ini tidak sekadar tentang makanan. Ia menegur semua bentuk pemborosan, termasuk membiarkan barang berguna menjadi abu. Rasulullah ﷺ pun mengajarkan bahwa harta harus dipergunakan untuk kebaikan, bukan disia-siakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun