Kini, sudah saatnya kita kembali pada cerita yang akurat dan mendidik: kisah para nabi, sahabat, dan ulama. Kisah-kisah ini bukan karangan imajinasi, melainkan bersumber dari Al-Qur'an dan kitab para ulama yang terpercaya. Bahkan tokoh yang kurang populer sekalipun, kisahnya dapat ditelusuri dan dipertanggungjawabkan.
Allah berfirman:
"Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Itu bukanlah cerita yang dibuat-buat." (QS. Yusuf: 111)
Kisah-kisah dalam Al-Qur'an bukan hanya menghibur, tetapi juga menyinari hati, menumbuhkan iman, dan membentuk akhlak. Nabi Musa yang membelah laut, Nabi Sulaiman yang berbicara dengan hewan, Nabi Yunus yang selamat dari perut ikan --- semua itu nyata dan penuh hikmah yang relevan sepanjang zaman.
Menyaring dan Memilih Cerita
Bukan berarti semua dongeng dan budaya lokal layak dipelihara. Memang ada yang berharga sebagai warisan bahasa dan identitas, tetapi banyak pula yang justru menghabiskan waktu tanpa memberi manfaat. Karena itu, kita harus pandai memilih: hanya mengambil cerita yang membawa pelajaran dan menguatkan iman, serta meninggalkan yang sekadar memuaskan rasa ingin tahu atau menanamkan nilai yang keliru. Fantasi tidak boleh menggantikan fakta, dan hiburan tidak boleh menggerus akhlak.
Kisah-kisah para nabi, sahabat, dan ulama adalah pelita yang memandu generasi. Bedanya dengan fiksi jelas: sumbernya sahih, nilainya tinggi, manfaatnya nyata. Ia tidak membangun angan kosong, melainkan membentuk keyakinan, keberanian, dan akhlak mulia.
Jika dulu radio menjadi jendela imajinasi, semoga kini kisah-kisah teladan menjadi jendela hati --- membukakan pandangan kita pada kebenaran yang abadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI