Mohon tunggu...
MamikSriSupadmi
MamikSriSupadmi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Anggota Bank Sampah Desa. Anggota Fatayat Muslimat NU Ranting

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Daun Nangka untuk Aksesoris Drama, Kenangan Lucunya...

13 Januari 2023   12:50 Diperbarui: 13 Januari 2023   13:02 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latto latto saya pernah melihat di sebuah konten adalah sejenis permainan tradisional lama yang membawa kenangan harubirunya revolusi politik sosial budaya di Indonesia. Ada sedikit wejangan tentang bunyi latto latto yang seakan memberi penanda. Penanda isyarat tentang kejadian kejadian besar yang akan terjadi di alam sekitar kita. Bahkan boleh jadi kejadian sosial politik negara. Mungkin karena kehadiran permainan latto latto ini pernah ada dimasa pergolakan sosial budaya bangsa kita dulu.  Menjadi bagian sejarah.  Kalau leluhur kami meng ibaratkan suara latto latto seperti suara tokek yang bersahutan. 

Di zaman dahulu saat belum ada penerangan yang memadai suara tokek tentu saja menambah seram alias wingit suasana sekitarnya.  Tetapi lepas dari hal yang saya tulis sebelumnya, namanya permainan tentulah menyenangkan. Latto latto meningkatkan skill pemainnya dalam hal cekatan. Kalau sudah fasih, yang melihat permainan ini juga senang melihat ketrampilan dan kelihaian pemain. Trus ujungnya ya itu tadi punya keinginan untuk belajar memainkan sendiri. 

Bergantian memainkan latto juga seru karena menunggu giliran memainkan alat tersebut kadang bisa lama atau sebentar. Lama ini yang bikin greget, karena pemain asyik untuk mempertahankan ritme latto nya sementara pemain giliran berikut harus sabar menanti. Beradu ketangkasan lamanya permainan juga menjadi keasyikan tersendiri. Nah greget bermain beramai ramai alias dibuat dalam berkelompok itulah yang membuat latto latto menyenangkan. 

Sewaktu kecil permainan saya standar saja. Ada beberapa yang saya ingat.  Memakai karet gelang untuk ditumpuk dan ditiup langsung yang teringat pertama kali. Dan karet yang dikumpul diikat menjadi satu dan kemudian menjadi bola yang memantul menjadi permainan sambungannya. Tahu kan bola bekel tradisional tersebut? Ditemani pecahan genting dan kerikil jadilah kita bermain. Atau dengan bola kerikil yang kecil kecil untuk bermain adu ketangkasan meraup jumlah bola kerikil tersebut. Jumlah kerikil bisa kita tentukan atau sebanyak banyaknya. Keterampilan berhitung dan kekuatan tangan terlatih disini. Saat ini karet gelang identik dengan pembungkus makanan dan tali plastik eceran gula pasir. Hmmm... 

Untuk kebugaran badan, sudah pasti permainan sudah mandah atau melompat lompat di segi empat yang kita gambar ditanah. Jangan lupa pecahan genteng sebagai alat pelengkapnya. Seru ya kalau kita harus melompati kotak yang sudah menjadi milik lawan kita. Agak lupa saya bagaimana cara bermainnya, tetapi permainan berkeringat ini saya sukai karena setelah permainan ini, kita pasti beramai ramai membeli es lilin. Maklum kehausan saudara saudara... 

Oh ya, yang termasuk permainan kebugaran lain  adalah lompat tali, permainan pembela petak umpet juga termaduk didalamnya karena badan harus bergerak dan  sedikit berlari.  Dan masih banyak sekali permainan lain. Media kayu dalam bentuk kayu atau memukul dan melempar dengan menggunakan kayu juga pernah sebentar saya mainkan. Disebutnya Bentik kayu.  Estafet kayu yang dipertandingkan dengan lawan kelompok juga seru. Nah tahu banget kan estafet kayu, lari karung, makan kerupuk adalah lomba lomba yang sering kami ikuti saat perayaan 17 Agustusan. Kenangan yang sama yang mungkin kalian alami juga. 

Paling memorial sebenarnya adalah bermain Drama dengan menggunakan daun nangka. Masing masing harus berkreasi dengan daun nangkanya yang dironce sedemikian rupa menggunakan kayu lidi. Jadilah aneka bentuk mahkota dikepala, gelang dan kalung. Skenario bisa muncul dengan dadakan alias begitu saja ide didapat. Menjadi raja, patih, prajurit dan warga kerajaan sering kita mainkan.  Kalau berkumpul banyak teman, pura pura nya ada yang menjadi tamu kerajaan seberang dengan personel lengkapnya, pelayan kerajaan dan lain sebagainya. 

Sungguh terharu kalau saya mengingat hal tersebut karena alamiahnya bahan untuk bermain. Dan tentu saja skenario dadakan pastilah akan menimbulkan kelucuan dan terkadang kekonyolan tersendiri. Bahasa Indonesia yang dicampur dengan Bahasa Daerah medok sering membuat kami tertawa terpingkal pingkal. Juga improvisasi gerakan, style gaya yang kadang out of the box saat itu. Tidak terpikr darimana ide berasal, mengalir saja. 

Oh ya jangan lupakan juga batang daun pisang yang menjadi aksesori pelengkap untuk senjata, alat masak pelayan dan sebagainya..  Haduh senang sekali rasanya kami bisa berkreasi dan kreatif sesuka hati saat itu. Alhamdullilah bersyukurnya disetiap permainan saya biasanya mendapatkan titah wangsit sebagai putri Raja atau Tamu untuk Sang Raja. Yang lain sih bergiliran dan tidak boleh protes. Karena paling improve dalam permainan ini tentu saja prajurit, pelayan baik dayang dayang maupun abdi dalem tukang masak yang dalam dialognya sering memancing tawa. Terhibur habis judulnya.  Sampai hari ini barangkali dengan modifikasi tertentu permainan ini masih ada? Pengen sekali deh melihatnya.... 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun