BADUT PESTA
Secangkir Teh Melati tanpa gula mengepul ketika kureguk setengah gelasnya.
Dari balik jendela, pekerja tebu bergegas turun dari bak mobil terbuka melewati Bunga Tabebuya di depan rumah yang belum juga berbunga sejak kutanam beberapa bulan lalu. Tawa mereka riuh memecah pagiku yang sepi.
Aku baru terbangun dari tidur panjang dengan mimpi yang menggelikan.
Dalam mimpi itu, aku datang ke pestamu, bukan sebagai Dewi seperti rayuanmu kala itu, tapi sebagai Badut Kelinci.
Kulihat kau tertawa, bercengkerama dengan pengunjung pesta. Kembang api membuat warna langitmu cerah.
"Kau cantik sekali." Bisikmu di telingaku. Membuatku terkesiap takjub. Ternyata kau mengenali diriku meski berkostum badut.
"Ayo! Lekaslah menari untukku!" Serumu dari kejauhan. Aku menurut. Adakah hal yang tidak mungkin aku lakukan untukmu? Maka aku menari mirip kelinci agar kau tertawa senang.
Begitu semangatnya menari hingga aku jatuh terjerembab. Sakit tentu saja. Dari kejauhan kudengar tawamu semakin keras. Aku berusaha bangun, tapi kembali jatuh. Berkali-kali. Kali ini bukan hanya kau yang tertawa, tapi semua orang.
Aku memilih sedikit merangkak, lalu berpegangan pada tiang. Begitulah caraku bangun. Barulah kusadari bahwa ternyata kau sama sekali tak mengenaliku. Dan pujian tadi, hanya untuk kostumku saja.
Tepukan tangan darimu mengiringi langkah kakiku yang tertawa kecut menjauh dari pestamu.
Tanpa bayaran, tanpa ucapan terima kasih.