Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Senja dari Kekasih

18 Oktober 2018   09:49 Diperbarui: 18 Oktober 2018   13:28 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: muhamadazhari.com

Lain sore. Davina seperti biasa masuk ke kamarnya. Ia duduk di meja belajarnya di depan senjanya. Pikirannya melayang ke sebuah pantai berpasir putih. Di lihatnya seorang laki-laki berambut panjang bertubuh gempal berlari sambil membawa sesuatu, entah apa. Nafasnya terengah-engah. Laki-laki itu melintas di depannya dan lenyap ditelan serombongan turis yang hanya memakai pakaian minim yang bersiap menikmati senja. Tak lama berselang, sejumlah orang mengejar sambil berterik "Pencuri....Pencuri....." yang lain "tankaaaap....tangkaaaap..." Mereka melewati Davina dan salah seorangnya bertanya "apakah Mbak melihat seseorang berambut panjang lewat ke sini berlari membawa sesuatu?"  Entah mengapa kepala Davina menggeleng tanda ia tidak tahu. Padahal jelas ia tadi melihat seseorang berlari melintas di depannya. Sore itu napas Davina ikut terengah-engah seperti orang yang habis berlari dikejar anjing.  

Sore hari yang lain,  Davina masuk kamarnya dan menguncinya dari dalam. Ia tidak mau ritual sorenya ada yang mengganggu. Ia duduk di depan senja dekat jendela kamarnya. Ia memandang senja itu dengan penuh kerinduan, seperti biasa. Pikirannya melayang. Kali ini ia pergi ke sebuah pantai yang indah. Dan senja sebentar lagi datang. Di pantai yang bersih dengan pasir hitam yang berkilauan seorang laki-laki duduk sendiri menanti senja.  Davina berjalan ke arah laki-laki itu. 

Entah magnet apa yang menariknya hingga ia seperti terkena pelet, mendekati lekaki itu dan duduk di dekatnya. Tak ada kata yang terucap dari keduanya. Davina dalam hatinya ia berbicara. Wajah laki-laki ini terlihat tidak sedang bahagia. Meski gurat-gurat ketampanannya masih kentara. Rambutnya yang panjang dibiarkannya tergerai, jatuh dipundaknya. 

Kaosnya hitam bergambar penyair kenamaan Rendra yang sedang membacakan puisi. Matanya terlihat melihat keindahan senja tapi sebenarnya ia tidak melihat apa-apa. Matanya sendu memendam rindu sekaligus kepahitan hidup bagaikan makan empedu.

"Ma'af, apakah saya menggangu duduk di sini?" tanya Davina hati-hati.

"ooh, tidak. Silakan." Kata laki-laki itu.

"Sendiri?"

"Iya. Seperti yang kamu lihat." Kata laki-laki itu ketus.

"Kamu?"

"sama. Seperti kamu."

"Suka menikmati senja?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun