So far ibu selalu mendapat pelayanan yang baik dari rumah sakit. Kuncinya, ikuti prosedur dan sabar. Jika kurang paham bertanya dengan baik.
Kalau ada yang nyinyir dan berkomentar negatif, abaikan saja. Mereka belum pernah berjalan memakai "sepatu" kita. Di luar biaya rumah sakit, biaya lain-lain untuk perawatan penderita DM itu tidak sedikit.
Hal yang sama terjadi pada almarhum mertua. Kami juga mendaftarkan BPJS mandiri. Saat kedaruratan bisa dipakai, hanya saja saat harus masuk ICU tidak tercover. Jadi, kami membayar sendiri.
5. Tergiur utang
Berutang memang harus dihindari. Siapa sih yang tidak ingin bebas dari utang? Namun, kenyataannya tawaran pinjol, kartu kredit, atau paylater bejibun. Pun dengan rentenir uang, bank keliling, bank tithil, atau tukang kredit barang keliling.
Awalnya tidak ingin berutang dan tidak perlu juga. Tapi dengan adanya tawaran yang gencar, seseorang bisa luluh juga loh. Latah ikut-ikut berutang.
Ada cerita dari teman yang hidup di kampung. Ternyata tidak mudah. Ada seorang rentenir yang selalu berkeliling. Usaha meminjamkan uang memang sumber penghasilannya. Sayangnya, bunganya tinggi sekitar 20% per bulan.
Terkadang di kampung itu tetangga ikut memanas-manasi. "Kita orang kecil, kita hidup dari utang kok!" atau "Pengusaha kaya saja punya utang. Nggak usah gengsi!" "Nanti juga ada rezeki, yakin saja!"
Sekilas ungkapan di atas benar, tapi dari sanalah celah "pembenaran" yang menyesatkan mengenai utang. Bayangkan kalau panci atau ember saja harus utang.
Misalnya, beli panci 30 ribu. Tiap hari mencicil 2000 rupiah selama sebulan. Terlihat murah ya? Cuma noceng. Tapi bukankah total yang dibayar adalah 60 ribu rupiah? Artinya dua kali lipat harga.
Bukankah lebih baik mengumpulkan uang dulu baru kemudian membeli? Lha itu masalah panci. Seringkali tawaran lebih besar. Misalnya biaya pesta nikah.