Kenyataan, sekarang negara-negara non-Barat menyumbang lebih dari setengahnya, fondasi ekonomi menentukan suprastruktur, dan struktur kekuatan ekonomi telah berubah, dan struktur pemerintahan politik seharusnya juga berubah sesuai dengan perubahan ini.
Jadi (saat ini) struktur intelijensia yang merepresentatifkan itu seharusnya G20, bukan G7. (G 7) sepertinya menggunakan kerangka kemarin untuk menyanyikan lagu besok dan ingin memperhatikan yang kemarin, banyak pengamat rasa ini tidak akan berhasil.
Kanselir Jerman Angela Merkel, yang menghadiri KTT G7, mengatakan bahwa di bidang-bidang seperti mengatasi pemanasan global, "jika Anda mengesampingkan Tiongkok", Anda tidak akan pernah menemukan solusi untuk masalah tersebut.
Faktanya, Kanselir Jerman Merkel bukan satu-satunya yang mengucapkan kata-kata baik untuk Tiongkok pada KTT G7 ini. Presiden Prancis Macron mengatakan bahwa NATO perlu mengenali siapa musuh mereka dengan melihat posisi geografis mereka sendiri. Dari posisi geografis Eropa, NATO harus mempertimbangkan bagaimana menghadapi Rusia daripada memprioritaskan Tiongkok.
Pada saat yang sama, Michelle, Presiden Dewan Eropa, salah satu dari dua pemimpin utama Uni Eropa, juga membela Perjanjian Investasi Tiongkok-UE sebelum KTT yang diadakan oleh Presiden AS Biden.
Suara-suara ini tidak hanya berarti bahwa Prancis dan Jerman memiliki ketidak sepakatan tentang bagaimana menghadapi Tiongkok pada KTT G7 ini, tetapi mereka juga mencerminkan perbedaan serius dalam bagaimana menangani Tiongkok di dalam UE.
Beberapa waktu lalu, alasan mengapa hubungan Tiongkok-Eropa telah terjadi badai karena UE menjatuhkan sanksi kepada empat pejabat Tiongkok menyangkut masalah hak asasi manusia di Xinjiang. Selain itu UE berulang kali melakukan intervensi dalam masalah Hong Kong, dan bahkan beberapa negara Eropa mulai sering mengirim pasukan ke kawasan Indo-Pasifik, juga menunjukkan tanda-tanda intervensi dalam masalah Taiwan.
Alasan alasan lain Perjanjian Investasi Tiongkok-UE ditangguhkan terutama karena beberapa sayap kanan di dalam UE sedang berperan untuk mempengaruhi atau bahkan mendominasi hubungan Tiongkok-UE selama periode ini.
Atas dorongan pemerintahan Biden, mereka berusaha melibatkan seluruh UE dalam "Perang Dingin baru" yang diluncurkan oleh AS untuk melawan Tiongkok.
Selain itu, kekuatan ini tidak hanya muncul dengan sangat gencar, tetapi pernah begitu kuat sehingga kekuatan tradisional sayap kiri di dalam UE, termasuk Merkel Jerman, Presiden Prancis Macron, tidak terpengaruh oleh kebenaran politik ini untuk Tiongkok dan mempertahankan hubungan Tiongkok-UE.
Sebagai partai Merkel yang memang layak berkuasa di kancah politik Eropa, Macron tidak berani angkat bicara terkait hubungan Tiongkok-Eropa, juga terkait erat dengan kebangkitan kekuatan sayap kanan di Jerman dan Prancis. Kekuatan sayap kanan ini bahkan dapat merebut kekuasaan di pemilu berikutnya.