Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kontroversi HAM di Barat dan AS Terlihat dalam Pandemi Covid-19

8 Maret 2021   14:53 Diperbarui: 8 Maret 2021   15:54 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, mengapa beberapa negara secara khusus bersedia memperlakukan HAM sebagai kartu politik, dan sering menggunakannya di panggung internasional atau acara-acara diplomatik untuk menahan dan mengkritik negara lain?

Perkembangan teori HAM dunia sebenarnya didominasi oleh Barat. Secara umum memiliki beberapa generasi: generasi pertama adalah hak sipil dan politik, generasi kedua adalah hak ekonomi, sosial dan budaya, dan generasi ketiga adalah kesehatan lingkungan dan hak lainnya.

Ini adalah proses perkembangan dan evolusi alami, tetapi hingga saat ini, AS pada dasarnya hanya mengakui hak-hak politik dan sipil, dan telah menempatkannya pada apa yang disebut posisi supremasi.

Negara-negara Eropa pada dasarnya telah menerima hak ekonomi, sosial, dan budaya, tetapi AS tetap tidak menerimanya. Misalnya, setiap orang memiliki asuransi kesehatan sebagai hak sosial, tetapi AS tidak memilikinya. Dengan cara ini, AS adalah yang paling munafik. Menurut para pengamat dan peneliti.

AS adalah yang paling sedikit berpartisipasi dalam Konvensi Hak Asasi Manusia Universal di antara negara-negara besar Barat, dan bahkan tidak berpartisipasi dalam Konvensi Hak Perempuan dan Konvensi Hak Anak.

Jadi mengapa AS mempromosikan hak politik, hak sipil, kebebasan berbicara, kebebasan berserikat, dan hak lainnya? Hanya ingin mengacaukan negara lain. Mereka berharap negara seperti Tiongkok dan Indonesia akan membentuk setidaknya seribu partai politik dan kemudian mendukung salah satunya. Dulu seperti Uni Soviet dan Eropa Timur, hanya mendukung salah satu faksi saja.

Selama yang didukung tidak berkuasa, maka AS akan mengatakan karena negara tersebut bukan negara demokratis. Maka AS akan gunakan pengawas HAM untuk memantau pemilu negara tersebut. Tapi pada akhrinya melakukan campur tangan secara komprehensif. 

Ujung-ujungnya, AS bisa memaksimalkan keuntungannya. Terlihat dari runtuhnya Uni Soviet dan runtuhnya Eropa Timur yang pada akhirnya aset mereka tersapu oleh perusahaan-perusahaan AS, Wall Street, dan Barat. (Mungkin kita masih ingat ketika krismon 1998 di Indonesia, bagaimana Barat bermanuver disini).   

Barat dan AS serng kali mengguna isu  HAM sebagai kartu untuk dimainkan, di belakangnya ada sesuatu yang didorong oleh minat yang kuat untuk suatu tujuan. Ada kepentingan yang sangat beragam di balik HAM.

Misalnya, ketika kapitalisme baru muncul, apa yang paling mereka butuhkan ketika memiliki modal dan berbisnis? Ini adalah pasar tanpa hambatan, diikuti oleh aturan ekonomi pasar, hubungan kontraktual, dan ruang pasar yang stabil dan damai. Untuk mewujudkan hal tersebut, kaum borjuasi awal menciptakan berbagai wacana tentang hak. Mereka menggunakan sistem hukum untuk menggantikan berbagai sistem tradisional atau politik, dan kemudian dapat menjalankan kebebasan pasar tanpa hambatan.

Namun setelah P.D. II, kekuatan kapitalis Barat menghadapi banyak masalah, seperti Perang Dingin dengan Uni Soviet. Untuk terlibat dalam persaingan damai seperti Perang Dingin, orang Barat telah menggunakan beberapa kartu seperti HAM. Faktanya, mereka sebagian besar seperti menghancurkan "cangkang" negara lain, yaitu tatanan politiknya, dan kemudian mengubah mereka menjadi biadab, menggunakan konsep "Hukum Romawi". adalah "tanah tak bertuan", sehingga mereka bisa masuk tanpa hambatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun