Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menerawang Kebijakan Trump dan AS Kembali ke Timur Tengah

25 Mei 2017   09:17 Diperbarui: 25 Mei 2017   10:13 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: http://www.nbcnews.com

Donald Trump telah menjabat resmi sebagai Presiden AS lebih dari 100 hari, dan tata kelola pemerinthannya dianggap non-tradisional. Untuk kunjungan kenegaraan pertama ke luar negeri dipilih untuk mengunjungi Timur Tengah, ini dianggap suatu kejutan lain.

“The Washington Post” melihat ada dua hal tidak biasa tentang kunjungan Trump ini. Pertama, kunjungan Trump lebih lambat dari kebanyakan pendahulunya. Kedua, Trump telah memdobrak tradisi banyak presiden AS pedahulunya, yang biasanya pertama kali dikunjungi Kanada dan Meksiko, Hal ini yang patut didipikirkan.

Seperti kita ketahui selama ini, Timteng secara tradisional menjadi kawasan fokus strategis AS, tetapi selama 8 tahun selama pemerintahan Obama salah satu tujuan untuk melepaskan AS dari tradisi ini dan mengalihkan fokus strategisnya ke kawasan Asia-Pasifik.

Dengan Presiden Trump memilih untuk membuat kunjungan pertama ke Timteng, apakah Trump (AS) akan kembali ke tradisi lamanya?

Pada 19 Mei lalu, mulai melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri yang pertama sejak menjabat resmi mejadi presiden. Kunjungan pertama ke sekutu tradisonal AS di Timteng—Arab Saudi. Kedua pimpin negara ini membahas masalah strategis seperti memerangi terorisme dan memberantas ideologi ekstrimis.

Setelah itu Presiden Trump akan mengunjungi Isreal, Palestina, Vatican City, Italia, Belgia, dan negara-negara Timteng  dan Eropa lainnya. Trump juga akan tampil di KTT NATO yang akan diadakan di Brussel, Belgia pada 25 Mei 2017, dan KTT G7 yang akan diadakan di Ssisislia, Italia dari 26-27 Mei 2017.

Meskipun “kunjungan ke Timteng ini” Presiden Trump baru saja mulai, tapi sebelum ini media telah melaporkan Arab Saudi siap untuk menyiapkan sambutan kepada kunjungan Trump ini. Situs "Russia Today" melaporkan pada tanggal 11 Mei bahwa "Riyadh Herald" Arab Saudi, mengutip dokumen bocoran bahwa Arab Saudi telah mengalokasikan 257 juta riyal untuk menyambut Trump.

Dilaporkan juga, ini akan menjadi acara respsi termegah dalam sejarah Arab Saudi. Alasan penyambutan begitu besar seperti yang diungkapkan Menlu Arab Saudi, karena kujungan kenegaraan Trump ke Arab Saudi ini kali direncanakan  sebagai “kunungan bersejarah” dalam semua aspek.

Pada 4 Mei di Rose Garden Gedung Putih, Trump dengan sangat gairah menyatakan bahwa kunjungannya akan menjadi pertemuan yang benar-benar bersejarah dengan para pemimpin Islam dunia.

Trump mengatakan: Kami akan mulai menanamkan fondasi baru untuk kerjasama dan memberi dukungan kepada sekutu Muslim untuk memerangi ekstrimisme, terorisme, kekerasan, dan merangkul mereka untuk masa depan yang lebih adil dan penuh harapan bagi kaum muda Muslim di negara mereka.

Sebuah upacara besar seringkali dikarenakan untuk memperbaiki keretakan, ini disebabkan perbedaan yang parah mengenai kesepakatan nuklir Iran dan perang saudara di Suriah sealama pemerintahan Obama, yang berakibat hubungan AS dan sekutu tradisionalnya di Timteng---Arab Saudi memburuk. Sekarang hubungan AS-Saudi akan diperkuat kembali.

Dengan penjadwalan Presiden Trump yang pertama kali berkunjung ke Timur Tengah, beberapa analis mengatakan bahwa keduanya "mengejutkan, tapi tidak terlalu mengejutkan." Yang mengejutkan adalah bahwa dia sekali lagi tidak bermain-main, tapi juga tidak mengherankan karena itulah gaya pemerintahannya.

Jadi saat ini Trump sebenarnya mengikuti jalur menuju Timur Tengah, karena sepanjang sejarah, dan terutama setelah PD II, Timur Tengah telah menjadi kawasan strategis penting yang telah diperebutkan AS dengan Rusia. Disini telah ditempatkan banyak tentara dan melakukan investasi ekonomi, dengan kata lain AS telah menginvestasikan banyak uang di Timur Tengah. Jadi dia memilih Timur Tengah sebagai pemberhentian pertama kunjungan kenegaraan ini mungkin berasal dari pertimbangannya sendiri, namun secara umum, ini adalah kembalinya kebijakan luar negeri AS.

Apa yang menjadi tanda-tanda dari pemerintahan Trump untuk “kembali”  ke jalur asal, itu adalah dua pemboman. Pada tanggal 7 April, Presiden AS Trump secara pribadi mengarahkan dua kapal perang AS yang berpatroli di perairan timur Laut Mediterania untuk meluncurkan rudal jelajah "Tomahawk" ke Pangkalan Udara Shayat Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia yang terjadi di Suriah. Pada tanggal 13 April, pesawat tempur AS menjatuhkan "ibu dari semua bom" ke fasilitas bawah tanah dari kelompok ekstrim "ISIS" bom itu 10.000 kg.

Pengamat melihat, serangan rudal pada awal April menunjukkan perubahan mendasar dalam kebijakan AS di Timteng.

Meskipun kebijakan Trump dan Obama di Timur Tengah berbeda, selama dalam kampanyenya, pandangan Trump hanya terfokus pada kerusakan akibat "ISIS." Pada saat itu, Trump mengkritik kebijakan Timur Tengah Obama, dengan mengatakan itu adalah kesalahan kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah yang menyebabkan bangkitnya kelompok ekstremis "ISIS"

Trump mengatakan: Munculnya "ISIS" adalah akibat langsung dari keputusan kebijakan yang dibuat oleh Presiden Obama dan Menteri Luar Negeri Clinton. "ISIS" akan hilang jika saya terpilih sebagai presiden dan mereka akan segera pergi. Mereka akan pergi sangat, sangat cepat.

Hanya berselang 10 hari setelah Trump menjabat, dia memerintahkan agar Departemen Pertahanan menentukan rencana komprehensif untuk mengalahkan "ISIS" dalam 30 hari. Rencana ini akan mencakup saran untuk tindakan militer saat ini dan pendirian politik, langkah-langkah ideologis untuk mengisolasi "ISIS" daftar konfirmasi sekutu, dan yang berkaitan dengan anggaran.

Trump meminta Departemen Pertahanan untuk membuat rencana kontraterorisme untuk Timur Tengah dalam 30 hari. Dephan AS merespon dengan cukup baik, dan memberikan semua rencananya.

Presiden Trump, yang sangat termotivasi, cepat menggoreng tembakan pertamanya sendiri melawan terorisme. Pada tanggal 29 Januari tahun ini, militer AS melakukan serangan terhadap cabang "Al Qaeda" yang di Peninsula Arabia di Yaman. Ini adalah operasi militer pertama yang disahkan oleh Trump setelah dia menjabat.

Dalam operasi ini, militer AS berhasil mengeksekusi seorang pemimpin senior "Al Qaeda," di Semenanjung Arab--Abdulruf al-Dhahab, dan membasmi beberapa militan teroris. Namun militer AS kehilangan seorang anggota Seal Angkatan Laut, dan empat anggota tim lainnya terluka di samping sebuah pesawat angkut "Osprey" yang jatuh selama misi tersebut.

"Gulf News" berkomentar, "Ketika untuk urusan kontraterorisme, tidak seperti pendekatan 'low-key' Obama, Trump telah dengan terang-terangan mencantumkan kontraterorisme sebagai misi terpenting dalam kebijakan Timur Tengah AS."

Namun selama itu pemerintahan Trump tidak menetapkan kebijakan Timtengnya untuk waktu yang lama, dan mediasi dilakukan dengan gencar.

Pada bulan Maret, Trump bertemu dengan anggota penting pemerintah Saudi di Washington --- Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Seorang penasihat senior Saudi mengatakan kunjungan ini yang merupakan "titik balik historis" dalam hubungan Saudi-AS. Selama pertemuan ini, Trump mengatakan bahwa dia mendesak sekutu-sekutu Teluk untuk bergabung terlebih dahulu melawan teroris "ISIS."

Pada awal April, Trump menunjuk menantunya Jared Kushner sebagai utusan khusus dan mengirimnya ke Irak, dan juga menjadikannya sebagai seorang duta besar dalam negosiasi Israel-Palestina.

Sejak 23 April Menhan AS James Mattis mengunjungi Arab Saudi, Mesir, Israel, Qatar, dan negara-negara lainnya dalam waktu satu minggu, dan selanjutnya mengkoordinasikan isu-isu menyerangan kelompok ekstremis dengan semua negara ini.

Pada tanggal 5 Mei, Reuters mengungkapkan sebuah draft baru strategi kontraterorisme pemerintah AS. Draft ini ditulis dalam 11 halaman, yang antaranya dituliskan, "Kita perlu mengintensifkan operasi melawan kelompok jihad global sekaligus mengurangi ‘darah dan harta’ Amerika dalam mengejar sasaran kontraterorisme kita. Kita akan berusaha untuk menghindari intervensi militer AS skala besar yang mahal untuk mencapai tujuan kontraterorisme dan akan semakin mengandalkan kepada mitra untuk berbagi tanggung jawab untuk melawan kelompok teroris.” Dalam draft tersebut juga menunjukkan bahwa terorisme tidak dapat sepenuhnya dimusnahkan.

Dalam laporan ini dikatakan bahwa dalam beberapa bulan mendatang, pemerintah AS akan merumuskan strategi kontraterorisme  baru. Ini akan menjadi yang pertama kalinya dalam enam tahun bahwa AS telah menerbitkan sebuah cetak biru kontraterorisme yang mencantumkan strateginya untuk mengalahkan "ISIS."

Sejak itulah kebijakan untuk Timteng pemerintah AS era Trump barulah mulai muncul kepermukaan.

Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, secara terbuka menunjukkan tiga hal dalam kebijakan Timur Tengah Trump saat ini. Poin pertama adalah kontraterorisme, poin kedua adalah menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad --- menggulingkan pemerintah Suriah, dan poin ketiga adalah melakukan kontes geopolitik dengan Rusia, Iran dan Turki, jadi dia telah kembali ke jalur lama AS dari persaingan geopolitik di Timur Tengah.

Jadi memerangi kelompok ekstremis "ISIS" bukan lagi satu-satunya topik dalam kebijakan Timur Tengah Trump.

Dari dua sasaran yang telah diumumkan Trump, yang satu adalah Iran, dan yang satunya lagi adalah untuk membasmi "ISIS".

Situs ‘Middle East Eye” menganalisa hal ini,, dengan mengatakan bahwa kebijakan Timur Tengah AS kembali ke kebijakan tradisionalnya, dan bahkan "membuat putaran balik atau U-turn".

Pada 7 April, setelah AS meluncurkan serangan rudal "Tomahawk" ke Suriah, "The Financial Times" yang berbasis di Inggris melaporkan: "Presiden AS ditakdirkan terjebak dalam lumpur rawa-rawa di Timur Tengah." Lehih lanjut  mengatakan bahwa banyak orang percaya bahwa AS sekali lagi bergabung dengan "permainan" di Timur Tengah.

Menurut sebuah laporan dari CNN yang berbasis di AS, Presiden AS Trump sedang mempertimbangkan apakah akan meningkatkan jumlah tentara di Afghanistan. Bala bantuan bisa berkisar antara 3.000 sampai 5.000 pasukan.

Sebenarnya sebelum ini mantan Presiden AS Obama berhasil dengan susah payah menarik mundur pasukan AS kembali ke AS dan mengekstraknya dari kekacauan di Timur Tengah. Dia bahkan lebih bersedia menelan kata-katanya sendiri saat berhadapan dengan situasi redline (garis merah) senjata kimia yang dia tetapkan sendiri dengan tidak  melakukan tindakan dengan kekuatan militer.

Tapi, mengapa Presiden Trump kembali ke Timur Tengah? Dibandingkan era Obama, perubahan apa yang akan terjadi pada situasi Timur Tengah? Permainan macam apa yang akan dimainkan Trump di Timur Tengah?

Pada tanggal 17 Oktober 2016, lebih dari 54.000 tentara militer Irak dan 40.000 tentara Kurdi meluncurkan kampanye militer besar untuk merebut kembali Mosul dengan dukungan udara dan darat dari koalisi internasional pimpinan AS. Saat itu Heider al-Abadi, PM Irak menyerukan: “Lonceng kemenangan sudah mulai berdering. Kami sudah mulai merebut kembali Mosul. Saya mengumumkan operasi militer ini mulai!!!”

Jika mereka kehilangan kendali atas Mosul, kelompok ekstremis mungkin bisa mengendalikan Irak sepenuhnya.

Perang melawan kontraterorisme lainnya di Timur Tengah ada di Suriah. Pada 12 Mei, seorang komandan "Pasukan Demokrat Suriah," (The Syrian Democratic Forces /SDF) pasukan oposisi Suriah, mengatakan bahwa angkatan bersenjata ini berencana untuk melancarkan serangan terhadap kubu utama "ISIS" di utara kota Raqqa pada musim panas ini.

Pasukan SDF mulai maju ke arah Raqqa pada bulan November tahun lalu, dan secara bertahap membersihkan pasukan "ISIS" di sekeliling kota itu.

Pada tanggal 10 Mei, SDF mengumumkan bahwa mereka telah berhasil merebut bendungan terbesar di Suriah sekitar 50 km di luar Raqqa, dekat kota al-Thawrah. AFP melaporkan bahwa garis depan medan tempur SDF hanya berjarak sekitar 8 km dari wilayah kota Raqqa.

Para analis optimis 2018 mungkin merupakan tahun dimana "ISIS" pada dasarnya akan terhapus dari peta, jika mereka tidak mendapatkan/menguasai daerah yang padat penduduk yang dikendalikan oleh "ISIS". Ini akan menjadi tahun dimana daerah-daerah "kontrol ISIS" di Suriah, Irak, dan Libya benar-benar dibebaskan.

Kemenangan sudah bisa terlihat untuk menghapus “ISIS’ dari peta, namun AS tidak memimpin kemenangan ini. Karena strategi Obama untuk kembali ke Asia-Pasifik, dan AS melakukan strategi pengurangan atau pengendoran di Timteng, yang mengakibatkan Rusia, Iran dan Turki menjadi kekuatan utama dalam perang melawan terorisme di Timteng.

Kekuatan Utama Mengeliminir “ISIS” Sambil Berebut Pengaruh

Bagi AS, saat ini sedang mempertimbangkan sesuatu, apakah dapat sepenuhnya mengendalikan Irak tanpa masalah. Sorotan kontes ini sekarang adalah Suriah. Pada kenyataannya, AS ingin bersaing dengan Russia dalam perang Suriah yang dipimpin Rusia. Jadi di masa depan, kontes kekuatan semacam ini masih menjadi yang utama dalam perang Suriah, maka sementara ini dua perang melawan terorisme di Timur Tengah tampaknya berjalan baik di permukaan, padahal ada arus tersembunyi di bawahnya.

Pada akhir 2016, Rusia dan Turki bekerja sama untuk menengahi gencatan senjata Suriah. Pada tanggal 4 Mei 2017, pada putaran keempat perundingan damai Astana mengenai masalah Suriah diadakan. Sebagai penjamin gencatan senjata, Rusia, Iran dan Turki menandatangani sebuah nota kerjasama untuk mendirikan "zona de-eskalasi konflik."

Bahkan melalui perwakilannya AS menghadiri pertemuan tersebut, faksi-faksi oposisi yang mereka dukung meninggalkan saat penandatanganan untuk menyatakan penolakan mereka terhadap memorandum tersebut.

Saat ini, pemerintah Rusia, Iran dan Suriah telah membentuk aliansi yang sangat kuat untuk jangka waktu yang cukup lama. Mereka mengendalikan sejumlah besar wilayah dan telah menjadi kekuatan terpenting dalam membimbing masa depan situasi Suriah. AS berpotensi menjadi kekuatan yang paling penting, jika orang-orang Kurdi atau beberapa kekuatan lain yang dipimpin AS dapat membebaskan Raqqa, maka peran AS akan lebih besar dari sebelumnya.

Saat ini, terdapat pasukan militer Suriah yang didukung Rusia berkumpul sekitar al-Thawrah, dekat Raqqa. Juga disitu berkumpul pasukan oposisi Suriah yang didukung oleh pasukan militer Turki serta pasukan Kurdi yang didukung oleh AS. Ketiga kekuatan tersebut telah membuat jalan buntu di sana.

"Washington Post" melaporkan bahwa saat koalisi internasional akan segera memulihkan Mosul dan kelompok ekstremis hampir dihancuran, semua pihak segera bersiap untuk membuat "perampasan tanah." (menguasai wilayah).

Pada bulan Maret tahun ini, stasiun TV Rusia Today memfilmkan kendaraan Stryker militer AS dan Humvee militer yang muncul di wilayah Manbij yang dikuasai oleh militer Suriah. Tetapi militer AS tidak pernah membahas secara rinci apa yang sedang dilakukan oleh berapa kekuatan pasukan daratnya yang berjumlah beberapa ratus ini.

militer-as-muncul-di-suriah-59263dc982afbd2e090c0aab.png
militer-as-muncul-di-suriah-59263dc982afbd2e090c0aab.png
Sumber: TV Rusia Today+CCTV China+ www.funker530.com

Pada tanggal 20 Maret, Presiden AS Trump bertemu dengan PM Irak Haider al-Abadi, yang sedang melakukan kunjungan ke AS.

Trump mengatakan: Dorongan utama kita adalah harus menyingkirkan “ISIS.” Kita akan menyingkirkan “ISIS.” Itu akan terjadi. Itu sekarang sedang terjadi. Jendral Mattis dan timnya sedang malakukan pekerjaaan itu dengan luar biasa. Banyak hal yang berbeda telah terjadi dalam lima atau enam minggu yang lalu.

Pada 22 Maret lalu, di Washington 68 perwakilan dari Inggris, Jerman, Prancis, Irak, dan negara-negara lain menghadiri Pertemuan Menteri Koalisi Global untuk memerangi kelompok ekstremis. Ini adalah pertemuan pertama semua anggota koalisi kontraterorisme internasional pimpinan AS sejak didirikan pada bulan Desember 2014.

Dalam sambutan pembukaannya, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan bahwa memerangi pasukan ekstremis adalah misi utama AS di Timur Tengah.

Perang melawan "ISIS" sudah memasuki tahap akhir. Mereka harus memberantas "ISIS" seluruhnya dalam satu sampai dua tahun ke depan ini. Pada fase ini, AS berharap dapat memainkan peran yang memimpin, dan pada saat yang sama, ia berharap negara-negara lain dan kelompok negara-negara, seperti pemerintah Suriah, Iran dan Rusia, akan berkoordinasi dengan AS sampai batas tertentu. Dalam hal ini akan ada persaingan, tapi tidak ada yang bisa menjadi oposisi.

Dalam draf baru strategi kontraterorisme pemerintah AS, dengan jelas AS menginginkan sekutu-sekutunya mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memerangi terorisme, dan juga mengusulkan untuk menghindari intervensi militer skala besar yang mahal.

Ini menunjukkan bahwa walaupun pemerintah Trump tidak melanjutkan kebijakan pengurangan strategi Obama, tapi tidak akan seperti pemerintahan Bush yang  mengambil tindakan unialteral/sepihak. Trump adalah seorang pebisnis yang sukses, dia paham untuk menguasai cara menggunakan metode paling ekonomis untuk mendapatkan keuntungan terbesar.

Kemudian, bagaimana Trump akan menerapkan strategi baru di Timur Tengah?

Arab Saudi menjadi negara yang dikunjungi pertama Presiden Trump dalam kunjungan kenegaraan pertamanya. AS telah menyiapkan kesepakatan senjata besar sebagai "hadiah" untuk bertemu dengan Arab Saudi.

Laporan media menyatakan bahwa AS dan Arab Saudi pada dasarnya telah mencapai kesepakatan senjata senilai lebih dari 110 miliar USD yang mencakup senjata dan peralatan high-end/canggih untuk darat, laut, dan udara. Kesepakatan itu bisa berlangsung selama 10 tahun, dan bisa mencapai total 300 milyar USD.

Dikabarkan bahwa daftar senjata dan peralatan yang direncanakan untuk dijual termasuk sistem pertahanan rudal "THAAD", kendaraan tempur infanteri, artileri mandiri, amunisi dengan presisi terkendali/terpandu, dan perangkat lunak komando dan komunikasi tempur.

Selain itu, laporan mengatakan bahwa Arab Saudi dengan menggunakan dana kekayaan negaranya berencana menginvestasikan sebanyak 40 miliar USD di infrastruktur AS.

Jadi pengamat melihat untuk Timteng, Trump mengapa memilih Arab Saudi karena negara ini kaya dan punya uang. Trump membidik Arab Saudi dengan pertimbangan bagimana untuk bisa dapat keuntungan. Selain itu Arab Saudi memang telah membeli banyak senjata AS setiap tahun. Jadi tidak heran sebagai pebisnis ia secara realistik menjadikan hal ini sebagai keseluruhan dari kebijakannya. Dengan kata lain, Trump berharap bisa berinvestasi di kawasan ini, tapi investasinya tidak bisa datang tanpa harga---harus ada suatu produk. Arab Saudi tidak saja banyak uang dan bisa membawa keberuntungan dalam perdagangan dan kesepakatan, namun untuk masalah kesepakatan nukilir Iran, Arab Saudi dan Trump nampaknya memiliki pandangan yang sama.

Bulan Sabit Syiah

Di Timur Tengah, dimulai dari Iran, Irak dan Suriah ke Lebanon, dan terus ke tepi laut kekuatan Syiah telah membentuk wilayah kesatuan yang dikenal sebagai "bulan sabit Syiah yang baru." Karena itu, Iran juga telah melampaui Israel menjadi musuh nomor satu Arab Saudi.

middle-east-map-59263e17959373434d4b76bd.png
middle-east-map-59263e17959373434d4b76bd.png
Sumber: http://www.atlapedia.com

Arab Saudi khawatir pengendoran sanksi akan menyebabkan Iran memiliki pengaruh yang lebih besar dan lebih berbahaya di Timur Tengah. Presiden AS Trump telah menyesalkan berkali-kali bahwa kesepakatan nuklir Iran adalah "kesepakatan mengerikan" yang "seharusnya tidak ditandatangani," dan bahkan mengatakan bahwa dia ingin membatalkan atau menegosiasi ulang.

Jika kita perhatikan Trump, dia mengujungi Arab Saudi terlebih dahulu, dengan pertimbangan karena hubungan AS-Arab Saudi selalu memiliki hubungan baik. Selain itu Arab Saudi dapat dilibatkan dalam dua misi yang telah diumumkan Trump---satu untuk menekan Iran, dan yang lain untuk membrantas “ISIS.” Keduanya ini terkait dengan Arab Saudi.

Permainan intrik antara kekuatan utama sering berkembang menjadi perang proxy. Jelas, harapan untuk menggunakan metode paling ekonomis untuk memperluas pengaruhnya di Timur Tengah --- Menemukan proxy adalah pilihan yang terbaik.

Pemerintahan Trump akan membentuk kembali wilayah hubungan kekuasaan Timur Tengah dengan caranya sendiri.

Sebagai kekuatan energi utama di dunia, dan negara dengan wilayah terbesar di Timur Tengah, Arab Saudi selalu memegang posisi penting dalam struktur kekuatan Timur Tengah. Secara politis dan religius, Arab Saudi bisa dianggap sebagai pemimpin negara Sunni di Timur Tengah. Secara ekonomi, Arab Saudi sering membantu negara lain. Secara militer, anggaran militer Arab Saudi pada tahun 2014, pengeluaran militernya adalah 80,8 miliar USD --- lebih tinggi dari Inggris, Prancis, India, dan Jepang --- menjadi yang tertinggi keempat di dunia. Pada tahun 2015, pengeluaran pertahanan nasional Arab Saudi mencapai 87,2 miliar USD - menjadi yang tertinggi ketiga di dunia

Dalam Medan Perang Yang Utama Man Behid The Gun

Meskipun pesawat Arab Saudi sangat maju dibandingkan dengan negara-negara regional lainnya, dan kendaraan lapis baja daratnya juga sangat maju, dan ini semua adalah senjata tempur utamanya, tapi dalam medan perang sesungguhnya mereka tidak begitu efektif.

Bahkan ketika berperang untuk membersihkan sarang kekuatan teroris di Yaman, mereka dalam kenyataanya terus-menerus mengalami kesulitan di medan perang. Banyak pengamat melihat ini sangat berkaitan dengan bagaimana Arab Saudi hidup dalam sebuah sistem kehidupan yang manja dan kaya untuk jangka waktu yang panjang. Jadi memiliki alutsista yang bagus, tapi itu tidak berarti mereka memiliki tentara yang baik.

Menurut laporan "Newsweek" yang berbasis di AS,  pada 19 April 41 negara-negara Islam yang dipimpin oleh Arab Saudi berencana untuk mengadakan pertemuan pertama menteri-menteri pertahanan untuk "aliansi kontraterorisme militer Islam" pada akhir tahun ini, yang secara resmi akan mengkonfirmasi struktur dan misi dari organisasi ini, anggota utamanya terdiri dari Pakistan, Turki, Mesir, Mali, Chad, Somalia dan Nigeria. Misi organisasi ini untuk melawan kelompok ekstremis "ISIS".

serangan-ke-raqqa-2-59263e5b82afbd5a090c0aaa.png
serangan-ke-raqqa-2-59263e5b82afbd5a090c0aaa.png
Sumber: Ilustrasi Penulis dari CCTV China

Berdasarkan para analis dunia luar, selain Arab Saudi, sekutu lain yang bisa dipilih AS adalah Yordania. Jika kita melihat peta, Yordania berada tepat di sebelah Suriah dan Irak, jadi jika AS ingin menyerang kelompok ekstremis di kedua negara ini, Yordania akan menjadi posisi arahan serangan yang hebat.

Jika AS memimpin Arab Saudi dan Yordania untuk mengembangkan serangan gabungan dan sekitarnya terhadap wilayah yang saat ini dikendalikan oleh "ISIS" dari timur, selatan, dan utara Suriah, pengaturan pasca perang akan lebih mudah ditangani. Karena kebanyakan orang Yordania adalah orang Arab Sunni, dan beberapa wilayah yang diduduki oleh "ISIS" juga terdiri dari warga Arab Sunni, jika mereka berada di negara tetangga, tidak akan menjadi buruk bagi mereka untuk memperluas pengaruhnya di wilayah yang agama dan warganya karena  daerah ini sama-sama orang Arab dan Sunni.

Meskipun Israel adalah sekutu teguh AS, tapi konflik dirinya dengan Palestina masih  belum terpecahkan, sehingga tidak mudah untuk membantu AS melawan "ISIS" di Timur Tengah.

Sedang misi utama Turki adalah untuk mencegah kekuatan Kurdi tumbuh lebih kuat di Suriah, dan hal ini mengakibatkan memperburuk perbedaan ras dan konflik di Turki.

Beberapa tahun belakangan ini, sebuah kekuatan melawan “ISIS” yang efektif dan terus meningkat adalah orang Kurdi. Suku Kurdi adalah satu masyarakat yang paling kuno di Timteng, dengan populasi 30 juta, yang sebagian besar tersebar di Turki, Iran, Irak dan Suriah, serta sejumlah kecil di negara-negaraseperti Lebanon dan Armenia.

Orang Kurdi menuntut agar pemerintah negara-negara yang mereka tinggali mengakui status minoritas mereka, memperluas hak etnik mereka, dan membiarkan mereka menjadi otonom atau independen. Isu Kurdi telah menjadi masalah etnis “terpanas” kedua di Timur Tengah, menjadi isu panas kedua setelah konflik Palestina-Israel.

Menurut laporan mengatakan bahwa dalam situasi perang di Suriah utara, pasukan Kurdi telah melakukan perang dengan sangat berani. Dengan dukungan koalisi internasional, pasukan Kurdi terus memulihkan wilayah dari "ISIS."

Selama hari-hari terakhir ini, alasan AS mengapa begitu banyak usaha diberikan kepada pasukan Kurdi,  karena AS menyadari bahwa tidak ada jalan keluar yang dapat diandalkan dengan pejuang kemerdekaan "moderat" lainnya dan kekuatan oposisi moderat. Mereka memilih Kurdi karena terbukti mereka ada nilainya.

Pada tanggal 9 Mei lalu, Departemen Pertahanan AS mengumumkan bahwa Presiden Trump telah menyetujui pemberian senjata yang lebih kuat kepada "Pasukan Demokratik Suriah" untuk memastikan bahwa Raqqa dapat direbut kembali. Beberapa pejabat AS yang ingin tetap anonim mengatakan kepada Pers Amerika bahwa senjata baru tersebut bisa mencakup mortir kaliber 120 mm, senapan mesin, amunisi, dan kendaraan lapis baja ringan. Peluru artileri dan rudal darat-ke-udara tidak akan disertakan dalam daftar.

Juru bicara koalisi internasional melawan "ISIS," John Dorian, mengatakan sebelum ini senjata-senjata ini akan dikirimkan ke "Pasukan Demokratik Suriah" dalam beberapa hari ke depan dan AS akan memantau secara ketat penggunaan senjata tersebut, Untuk memastikan senjata-senjata ini hanya digunakan untuk melawan "ISIS."

Saat-saat terakhir untuk benar-benar mengalahkan kelompok ekstremis "ISIS" sudah mendekat. Pada saat itu, mungkin ada banyak kekuatan yang muncul dalam pertempuran untuk menyerang kamp utama "ISIS" Raqqa. Ini akan menjadi saat untuk menguji apakah semua pihak bisa berkoordinasi dan bekerja sama untuk mendapatkan kemenangan akhir.

Turki, Rusia, dan Amerika Serikat, serta proxy yang mereka kendalikan harus berkoordinasi dalam situasi ini untuk merebut Raqqa, dan akhirnya menghilangkan "ISIS," setidaknya dalam bentuk, dalam bentuk atau pengorganisasian ini - setelah Pertempuran selesai, apapun yang terjadi. Karena Raqqa adalah basis terakhir dari "ISIS," benteng simbolis terakhir dari "ISIS," mereka harus mengkoordinasikan dengan semua kekuatan. Nampaknya satu kekuatan saja tidak akan bisa lakukannya sendiri. Jadi ini  akan menjadi titik uji penting untuk menguji kerjasama dan kontraterorisme negara-negara regional yang terlibat.

Beberapa media mempertanyakan AS melangkah masuk lagi ke Timur Tengah, apakah AS terlalu percaya diri atau tidak memiliki kesadaran akan kompleksnya masalah Timur Tengah. Selama beberapa dekade, banyak presiden AS telah memutuskan untuk melakukan langkah ini pada periode pertama, namun akhirnya terpaksa menyerah.

Saat ini, Presiden Trump telah datang ke Timur Tengah. Sebagai presiden dengan berbagai kebijaksanaan bisnis, dan akan membawa kebijaksanaan dan semangat baru untuk memecahkan masalah sulit Timur Tengah? Akankah Timur Tengah, yang telah mengalami beberapa kali kontes kekuatan besar untuk waktu yang lama, dapat menyambut cahaya perdamaian? Hal ini tergantung pada apakah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik Timur Tengah dapat menerobos pemikiran tetap mereka dan mengambil langkah praktis dalam strategi mereka.

Mudah-mudahan semua kekuatan yang bermain di Timur Tengah ini benar-benar bisa sadar akan kepentingan perdamaian di kawasan ini, agar melepaskan penderitaan rakyat di kawasan ini dan memberi kesempatan mereka hidup damai dan membangun kesejahteraannya....

Sumber: Media TV dan Tulisan Dalam dan Luar Negeri.

https://www.washingtonpost.com/news/worldviews/wp/2017/05/19/trump-once-denounced-saudi-arabia-as-extremist-now-hes-heading-there-to-promote-moderate-islam/?utm_term=.00432075b841

https://www.nytimes.com/2017/05/23/world/middleeast/trump-trip-saudi-arabia-palestinians.html?_r=0

http://www.breitbart.com/big-government/2017/05/22/photos-highlights-from-trumps-visit-to-saudi-arabia/

http://money.cnn.com/2017/05/19/news/economy/trump-saudi-defense-investment-oil-deals/

http://www.reuters.com/article/us-saudi-usa-trump-deals-idUSKCN18G05P

https://news.detik.com/internasional/3507056/trump-teken-kesepakatan-militer-dengan-arab-saudi

https://news.detik.com/berita/3507047/tiba-di-arab-saudi-jokowi-akan-hadiri-ktt-negara-islam-as

https://www.funker530.com/us-army-rangers-strykers-syria/

https://news.detik.com/internasional/3506863/trump-dan-melania-tiba-di-arab-saudi?_ga=2.140328563.1736420007.1495324174-659716749.1493696123

http://nasional.kompas.com/read/2017/05/21/09054621/jokowi.akan.bicara.anti-terorisme.di.ktt.arab.islam.amerika

http://internasional.kompas.com/read/2017/05/22/07094001/raja.salman.sebut.iran.sebagai.sponsor.terorisme.dunia

http://internasional.kompas.com/read/2017/04/10/06450001/jika.as.kembali.serang.suriah.rusia.dan.iran.siap.membalas

http://internasional.kompas.com/read/2017/05/22/14360291/menlu.iran.as.mungkin.telah.memeras.arab.saudi

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2017/05/22/113211426/as.dan.arab.saudi.teken.kesepakatan.bisnis.rp.2660.triliun

http://internasional.kompas.com/read/2017/05/20/12151201/trump.ke.saudi.untuk.rajut.lagi.hubungan.dengan.dunia.islam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun