Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Latar Belakang Tribunal Arbitrase Laut Tiongkok Selatan Filipina dan ASEAN Tidak Memihak

31 Juli 2016   18:09 Diperbarui: 1 Agustus 2016   14:21 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber yang relevan mengungkapkan bahwa para ahli hukum tribunal sementara ini dibayar 600 euro per jam. Semua biaya terkait para ahli hukum dapat diganti, termasuk perjananan bisnis, penginapan, tagihan telepon, biaya fax, dan biaya menyalin (copying).

Saat ini, tidak ada informasi yang dipublikasikan mengenai biaya hukum dari tribunal ini yang bisa dibaca. Tapi estimasi awal menunjukkan bahwa lebih dari tiga tahun, tribunal telah menghabiskan sekitar lebih dari 25 juta euro. Atau sekitar satu per dua ribu (1/2000) dari total anggaran tahun 2015 Filipina.

Sejak awal Tiongkok tidak menerima atau mau berpartisipasi dalam arbitrase ini, maka berarti tribunal ini benar-benar didanai oleh Filipina.

Sehingga oleh para pakar dunia, kasus arbitrase LTS ini telah menjadi preseden bagi implementasi yang mengerikan bagi hukum internasional. Tribunal membuat vonis arbitrase hanya dari satu pihak, tapi tidak menyelesaikan perselisihan. Sebaliknya membuat situasi LTS menjadi lebih rumit dan tegang. Secara komprehensif tampaknya bayangan hegemonik terlihat dibelakangnya.

Pada 12 Juli 2016, pada waktu setempat dimana keputusan arbitrase dirilis, Deplu AS langsung membuat pernyataan yang mendukung keputusan, dan menyerukan kedua pihak untuk mematuhi keputusan arbitrase.

Seperti diketahui sebagai dokumen hukum yang paling penting mengatur hubungan maritim internasional “UNCLOS” telah disebutkan sebagai “Piagam Laut / Charter of the Sea.”  Tapi AS sebagai salah satu negara maritim terbesar di dunia tidak pernah meratifikasi “UNCLOS”, dan menjadi satu-satunya anggota Dewan Keamanan Tetap PBB yang tidak melakukannya.

Banyak pengamat yang mempertanyakan mengapa negara extra-regional seperti AS menjadi tergesa-gesa untuk berada di garis depan mengenai isu-isu LTS? Bahkan Tiongkok dan ada pengamat dunia luar yang tidak terlibat, mengatakan tribunal benar-benar melayani AS, bukan Filipina, Filipina hanya sebagai sepotong pion/bidak dalam papan catur.

Kejadian yang Memalukan AS

konferensi-pers-579dd9a4597b61c61416ab4d.jpg
konferensi-pers-579dd9a4597b61c61416ab4d.jpg
Pada 13 Juli 2016, pada konferensi pers Deplu AS, juru bicara Deplu AS mengalami pengalaman yang memalukan. Ketika siaran pers Mark Tony/ MT (Juru Bicara Kemenlu AS) dan seorang wartawan cantik Tiongkok Wang Bingru (W B ) mempertanyakan mengenai Pulau Taiping di LTS.

W B : Hanya mau tanya saja. National University of Singapore mereka merilis peta ini di situs web mereka, dan bersama-sama dengan wartawan. Ada satu peta disini, yang dinyatakan sumbernya dari pemerintah AS, dikatakan disini, fitur tanah pulau Taiping yang dikuasai oleh Taiwan Fitur pada “pulau” ini adalah pulau bukan batu. (sambil menunjukkan peta dimasud..)

Ya saya yakin, ini tidak berbeda dari apa yang dikatakan dalam putusan itu (tribunal arbitrase). Saya ingin tahu apakah ini mewakili pandangan AS?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun