Aku membayangkan Ibuku yang penyayang akan terluka hatinya, lalu di detik terakhir ia menjadi amat benci padaku dan akan mengutukku hidup abadi dalam penasaran yang menyusahkan. Tapi Ibuku adalah wanita yang dihidupi cinta. Dengan sisa-sisa yang mampu diupayakan ia raih kepalaku, menidurkan di perutnya. Jemarinya yang tua dan bergetar berayun lemah sedari kening hingga batok kepala belakangku, diulangnya terus. Lalu tanpa menyusut mata yang basah, sembari tersenyum hangat ia berkata,
“kau anak seorang perempuan!”
[-]
Sebuah cerita sederhana yang dikembangkan dari puisi Joko Pinurbo: Anak Seorang Perempuan (2002).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI