Di banyak sudut kampus hari ini, pemandangan yang muncul terkadang membuat kita mengernyit. Anak-anak muda yang usianya masih belasan akhir atau awal dua puluh, sudah sering mengeluh pegal, pusing, lelah, bahkan ada yang bercanda menyebut diri mereka "rempong, naik tangga baru beberapa langkah saja sudah ngos-ngosan". Istilah baru pun lahir: remaja jompo.
Istilah ini tentu saja tidak hadir tanpa sebab. Di balik gurauan, ada kenyataan yang patut kita renungkan. Generasi Z yang seharusnya berada pada puncak vitalitas sering tampak pusing sebelum berpikir, lelah sebelum berlari, dan sakit sebelum menua.
Mahasiswa dan Lingkaran 3L (lemah, letih, lesu).
Kita ambil contoh kehidupan mahasiswa pada umumnya. Pagi hari harus masuk kuliah, siang ada tugas kelompok, malam dikejar deadline makalah dan kawan-kawannya, lalu dini hari masih juga bergelut dengan layar handphone-nya. Tidur berantakan, pola makan tak karuan, olahraga dianggap beban. Perlahan tubuh pun memberi tanda protes: pinggang terasa berat, kepala sering pening, dan daya tahan tubuh menurun.
Inilah lingkaran 3L yang melahirkan remaja jompo. Tidak sedikit mahasiswa yang seakan terbiasa dengan tubuh yang selalu kurang tidur dan pikiran yang terus dikejar rasa cemas. Sayangnya, kondisi ini sering dianggap wajar, padahal jika dibiarkan bisa menjadi bibit-bibit penyakit yang sangat serius di masa depan.
Faktanya...
Data yang membuka mata, sebuah penelitian di Indonesia menunjukkan lebih dari 60% remaja mengalami gangguan pola tidur, sebagian besar tidur kurang dari 6 jam per hari akibat menumpuknya tugas dan scroll media sosial yang berlebihan. Kurang tidur yang berlangsung terus-menerus tidak hanya menurunkan daya konsentrasi, tetapi juga meningkatkan risiko hipertensi dan obesitas dini karena terganggunya keseimbangan hormon pengatur metabolisme tubuh.Â
Pola makan pun tidak kalah bermasalah lebih dari 70% remaja memiliki kebiasaan makan tidak sehat, sering melewatkan sarapan, serta gemar mengonsumsi makanan cepat saji tinggi lemak dan gula. Tubuh yang kekurangan vitamin, mineral, dan gizi seimbang, maka sistem imun akan melemah yang kemudian berdampak pada kesehatan tubuh.Â
Sementara itu, aktivitas fisik atau olahraga masih rendah karena kurangnya kesadaran akan kesehatan tubuh dan seringnya alasan yang didengar adalah "mager", sebagian besar hanya melakukan gerakan ringan kurang dari 30 menit setiap hari. Otot dan sistem kardiovaskular tidak terlatih, sehingga kerja tubuh menjadi kurang optimal, bahkan untuk aktivitas ringan. Angka-angka itu seolah mengingatkan kita bahwa "jompo sejak dini" bukan sekedar bahan olok-olok, melainkan gejala nyata.
Banyak ahli kesehatan menegaskan, faktor gaya hidup adalah penyebab utama. Setan gepeng yang tak pernah lepas dari genggaman, budaya begadang demi konten atau tugas, makanan cepat saji yang lebih mudah ditemukan daripada sayur bening di dapur rumah. Semua itu bersatu padu menjadikan tubuh anak muda kehilangan kesempatan untuk benar-benar segar.
Belajar Menjadi Tuan atas Tubuh Sendiri
Kalimat tersebut pantas menjadi pengingat bagi kita semua. Sejatinya kita bukan hanya makhluk yang berpikir, tetapi juga makhluk yang merasakan. Barangkali dari hal tersebut kita bisa belajar bahwa tubuh yang lelah dan jiwa yang letih bukan sekadar soal medis, melainkan juga soal kemanusiaan.
Mahasiswa dituntut banyak hal yaitu cerdas, aktif, dan berprestasi. Namun di balik itu, ada kewajiban sederhana yang sering terlupakan "menjadi tuan atas tubuh sendiri". Menyediakan waktu tidur yang cukup, menjaga pola makan yang sehat, serta menyisihkan waktu sebentar untuk bergerak. Kedengarannya memang remeh, tapi dari hal-hal kecil itulah kesehatan jangka panjang bisa dibangun.
Generasi yang Seharusnya Tangguh.
Ironis jika generasi yang paling dekat dengan teknologi justru rapuh oleh gaya hidup yang mereka ciptakan sendiri. Gen Z mestinya menjadi generasi tangguh yang tidak hanya piawai bersuara di media sosial, tetapi juga sehat secara jasmani dan rohani. Karena kelak, bangsa ini membutuhkan pemuda yang kuat, bukan remaja jompo yang masih muda tapi sudah renta.
Akhirnya, kita perlu menata ulang cara pandang. Remaja jompo bukan kutukan, melainkan peringatan. Bahwa usia muda tak otomatis berarti sehat, dan bahwa mahasiswa yang kuat bukan hanya yang pandai bicara di depan kelas, tetapi juga yang mampu menjaga tubuhnya tetap segar.
Sederhana saja pesannya: belajar, berjuang, dan bermimpi tapi jangan lupa untuk menjaga gaya hidup yang sehat, karena kesehatan adalah modal utama, bukan sekadar pelengkap. Tanpa itu, semua prestasi hanya akan menjadi bayangan yang pudar sebelum sempat dinikmati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI