Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kebebasan yang Kebablasan

25 Juli 2021   06:37 Diperbarui: 28 Juli 2021   20:00 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebebasan (shutterstock via kompas.com)

Tempo hari saya bertemu dengan salah satu alumni sekolah tempat saya mengajar. Karena melihat badannya yang bertambah besar, spontan saya berkata, "Kuliah online membuatmu naik berat badan ya?" ujarku.

"Bukan karena kuliah online Pak, tapi karena kebebasan" ujarnya santai menjawab pertanyaanku. Sungguh tak kuduga jawaban yang diberikan alumni tersebut. 

Kebebasan dalam Dunia Pendidikan

Meskipun tak terduga, namun jawaban spontan alumni tersebut sangat menarik untuk saya pikirkan. 

Entah jawaban yang spontan itu diucapkan dengan maksud bercanda atau tidak, yang jelas, kata orang, apa yang keluar secara spontan dari mulutnya ketika ditanyakan tentang sesuatu, itulah yang ada dipikiran orang tersebut.

Saya mulai melayang berpikir untuk mencoba memahami apa yang dikatakan alumni tersebut. 

Ada berbagai pertanyaan muncul di benak, "Apakah begitu pentingnya arti sebuah kebebasan? Apakah kebebasan itu begitu didambakan? Apakah makna kebebasan yang sesungguhnya benar-benar bisa dipahami?"

Saya menyebut hal ini sebagai fenomena mengagungkan kebebasan. Fenomena mengagungkan kebebasan ini bisa kita amati dengan jelas dalam diri pelajar yang baru saja diterima masuk ke universitas. Mereka terlihat seperti burung yang baru saja keluar dari sangkarnya, bebas terbang kemanapun, dan bebas melakukan apapun yang dia inginkan.

Hal itu diperburuk dengan adanya kegiatan perkuliahan yang juga terkadang terlalu bebas, dan bahkan ada segelintir dosen juga yang mengusung kebebasan dalam memberikan mata kuliahnya.

Keinginan untuk bebas itu sendiri muncul bukan hanya di masa kuliah, bahkan ketika anak-anak masih duduk di bangku sekolah menengah pun kebebasan menjadi hal yang dicari. 

Tak sedikit siswa SMA yang ingin segera lulus dan menjadi mahasiswa dengan alasan bahwa menjadi mahasiswa itu bisa lebih bebas. Dalam artian, bebas tidak memakai seragam, bebas memilih waktu kuliah, bebas untuk memanjangkan rambut, dan berbagai macam kebebasan lainnya.

Sejatinya, bagi pelajar dan mahasiswa bukanlah kebebasan seperti itu yang perlu dikedepankan dan diagungkan. 

Seharusnya yang perlu dikedepankan oleh mereka adalah kebebasan untuk mengekspresikan dirinya dalam berpikir dan belajar. Inilah kebebasan yang penting bagi mereka.

Kebebasan Berpikir

Kebebasan berpikir lebih penting daripada kebebasan lainnya, dan kebebasan berpikir seseorang tak akan ada yang bisa membatasi. 

Sebut saja para tokoh seperti Buya Hamka dan Sayyid Qutb yang mampu menghasilkan karya tafsir Al-Qur'an fenomenal pada saat mereka berada di dalam penjara dimana mereka tidak memiliki kebebasan fisik.

Ulama Ustad Bediuzzaman Said Nursi tak jauh berbeda. Ketika berdakwah dan berkhidmah kepada Al-Qur'an, beberapa kali beliau harus dijebloskan ke dalam penjara. 

Namun, dengan mengusung kebebasan berpikir, beliau berhasil merubah sel tahanan yang ditinggalinya sebagai madrasah yusufiyah tempatnya berdakwah dan berkhidmah. Kebebasan berpikir inilah yang perlu diusung oleh para pelajar dan mahasiswa. 

Terkait kebebasan berpikir, baru-baru ini ada berita viral tentang kebebasan menyampaikan pendapat dikalangan mahasiswa yang dilakukan BEM Universitas Indonesia (UI). 

BEM UI mengungkapkan kebebasannya berpikir dan menyampaikan pendapat melalui media sosial. Salah satu unggahan BEM UI di media sosial terkait kritik kepada Presiden mendapat sorotan khalayak ramai.

Apa yang dilakukan BEM UI menjadi viral karena seolah ada usaha pembungkaman yang dilakukan oleh Rektorat UI dengan memerintahkan BEM UI untuk menghapus unggahan tersebut. BEM UI menolaknya dan menganggap hal ini sebagai bagian dari kebebasan berpendapat. 

Sikap BEM UI ini banyak mendapat dukungan dari LSM, BEM dari universitas lain, dan beberapa tokoh masyarakat. Mereka yang mendukung juga menyayangkan sikap yang telah dilakukan Rektorat UI terhadap para mahasiswanya.

Terlepas pro dan kontra di masyarakat terkait kasus ini, perlu digaris bawahi bahwa kebebasan berpendapat adalah bagian dari kebebasan berpikir. 

Kebebasan berpikir dalam bentuk kebebasan intelektual dan kebebasan mengekspresikan pemikiran akademis yang bisa dipertanggungjawabkan dengan data dan fakta.

Di sisi lain, kebebasan berpikir yang didasari intelektualitas dan menjunjung tinggi kaidah akademis ini seharusnya tidak ditumpangi dengan kepentingan politik, pribadi dan golongan. 

Kebebasan berpikir yang murni tanpa intrik politik yang seharusnya dikedepankan, didukung, dan diharapkan untuk terus dilakukan oleh para mahasiswa.

Sebuah Refleksi

Ya, nilai-nilai intelektualitas, kaidah akademis, dan nilai-nilai kebaikan seharusnya yang bisa dijadikan batasan dalam kebebasan berpikir. Jangan sampai kebebasan berpikir menjadi kebebasan yang kebablasan. 

Kebebasan yang kebablasan bisa membawa seseorang kepada mengedepankan hawa nafsunya dan akhirnya membawanya hidup dalam bohemian yang tak jelas juntrungannya. 

Oleh karenanya, dalam kebebasan berpikir, seharusnya yang dikedepankan adalah berpikirnya bukan kebebasannya. 

Berpikir yang lebih penting dan perlu dikedepankan. Dengan berpikir, manusia dapat dibedakan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Tanpa berpikir, manusia kedudukannya akan sama saja dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain di dunia.

Ulama dan cendekiawan muslim Muhammad Fethullah Gulen Hojaefendi dalam bukunya Bangkitnya Spiritualitas Islam mengatakan, "Sebenarnya yang paling tepat untuk dilakukan manusia adalah menjalani hidup sambil berpikir dan berusaha menemukan terobosan pemikiran baru agar dapat membuka cakrawala pemikiran yang seluas-luasnya."

Alhasil, kebebasan yang perlu dikedepankan adalah kebebasan berpikir. Kebebasan berpikir yang benar bisa dijadikan salah satu falsafah dalam hidup kita. Falsafah hidup ini juga harus dilandasi dengan prinsip berpikir dan mengembangkan pemikiran.

Dengan landasan yang kuat, falsafah kebebasan berpikir tidak akan menjadi kebebasan yang kebablasan, tetapi akan menjadi kebebasan yang bisa membawa seseorang untuk lebih dekat kepada Zat yang memberikan kebebasan itu kepada manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun